Chereads / Gladys / Chapter 5 - 4. Tatapan Sendu

Chapter 5 - 4. Tatapan Sendu

"Jangan lepas. Mas kangen berat" ucap Dave dengan meletakkan hidungnya di punggung terekspos milik istrinya. Dia tau kalau misalnya Dave pulang larut, gadis ini hanya akan memakai tanktop. Dan jika Dave pulang, ia akan segera memakai baju tidur panjangnya.

"Mas, a-aku mau ganti baju" lirih Gladys pelan saat tangan Dave sudah masuk kedalam bajunya. Meraba perut ratanya membuat Gladys menahan nafas.

"Kan gak papa. Mas itu mahram kamu. Apa salahnya kalau kita gini? Kalau kamu gak pakai apa apa juga Mas gak berdosa. Orang kamu kan istri - Argh sakit sayang"

"MAKANNYA JANGAN MESUM"

"Mesum sama istri sendiri kan gak papa"

"MAS"

"Iya cintaku" Dave menarik istrinya lalu mendekap tubuh kecil itu. Ia menciumi kening sang istri lama dan tak di lepaskannya. Dengan tangan sebelah yang ia gunakan untuk mengusap punggung sempit istrinya itu.

Dave suka kalau pulang bekerja melakukan hal begini. Rasanya walau ia tak pernah mendapat apapun yang ia inginkan dari istrinya. Setidaknya Gladys gak menolak jika ia mencium atau melakukan hal "itu" walau di batasi hanya di bagian tertentu.

Walau sebagai lelaki. Ketika dia sudah memiliki istri yang menjadi mahramnya sekarang, ia dapat melepas syahwatnya. Namun, ia takkan memaksa Gladys. Ia tak mau gadis ini tertekan. Walau di beberapa kesempatan sih dua masih mau menagih haknya. Namun, kembali lagi ia tekan egonya jika Gladys tak mau.

Di usia 26 tahun teman temannya sudah memiliki anak. Sedangkan dirinya hanya seperti ini saja. Dulu sih ia berpikir kalau Gladys masih kuliah jadi ia takkan memaksa. Namun, setahun belakangan ini Dave berubah ganas. Contohnya adalah kemarin malam. Itu pertama kalinya ia menagih haknya. Namun, ia tekan lagi agar Gladys tak tertekan.

Namun, gadis ini akan wisuda sebentar lagi. Mak dari itu tak apa kan jika ia memiliki gambaran masa depan mereka dengan anak anaknya.

"Temen temen Mas udah punya anak. Kamu tau Zara? Dia baru aja lahiran anak pertamanya. Cowok loh"

Gladys meneguk ludahnya. Ia tau kemana pembicaraan ini di bawa. Suaminya ingin menagih haknya. Tapi, Gladys belum siap. Dan, bagaimana mungkin ia melakukan hubungan itu tanpa cinta. Memangnya bisa?

"Mas pengen banget kalau anak pertama kita cowok. Biar bisa lindungi adek perempuannya"

Gladys hanya terdiam. Lalu ia melepas rangkulan tangan Dave dari pinggangnya. Dengan cekatan, ia ke kamar ganti dan mengganti pakaian yang ia punya dengan piyama berwarna biru.

Setelah berganti baju, ia melihat Dave yang menatapnya tajam. Dengan tangan yang terlipat di depan dada, pemuda itu menatap datar pada Gladys. Gadis yang di tatap itu hanya diam dan kembali menatap datar suaminya.

Hingga deringan ponsel berbunyi. Nama Daniel terpampang dengan nyata disana. Tepat di atas bantal milik Gladys. Dengan cepat juga Gladys melotot dan berlari ingin mengambil ponselnya. Namun, dia kalah cepat saat Dave menjawab panggilan itu.

"Dys,mana kampret? Gue udah nunggu nih. Jadi atau ng-"

"Ahh"

Suara itu membuat Daniel merinding. Dia mengecek nama orang yang ia telepon. Dan itu Gladys. Namun, kenapa ada suara 18+ disitu.

"Dys, Lo dimana sih?"

"Mas, ssh udah"

Daniel langsung mematikan ponselnya. Ia gemetar saat suara itu makin besar. Di sertai dengan suara bariton milik laki laki. Dengan mengusap wajahnya, Daniel menarik nafas dan segera mencari lokasi dimana Gladys berada.

"MAS UDAH!"

Dave yang tetap memijit kaki Gladys hanya mendengus saja. Ia meletakkan minyak lagi pada kaki istrinya tersebut. Gladys diam dan sesekali menarik nafas dalam. Pijatan itu kuat dan sakit. Namun, dia sedikit lega.

Ini karena kaki kasur sialan yang membuat dirinya jatuh. Rasanya Gladys ingin menangis saja. Bagaimana bisa ia tak melihatnya. Ah, dia terlalu khawatir pada ponselnya tadi. Dan itu semua karena Dave!

"Makannya jangan pecicilan" ucap Dave dan membuat Gladys mendecih. Ia ingin memukul kepala milik Dave namun itu adalah salah. Maka dari itu ia meremas kerah baju Dave dan membuat Dave terbatuk-batuk.

"Sayang! sakit"

"Biarin! Kamu tuh minta di tabok beneran deh kayaknya"

"Ampunnnn!"

Gladys mendorong dada suaminya saat pemuda itu mendekat. Dave mengendus aroma tubuh istrinya itu dengan lambat. Tak apa kan? toh, dia adalah istri Dave. Dan tak berdosa mereka melakukannya.

"Mas ayo tidur"

Dave menghela nafas. Lalu ia beranjak ke kamar mandi. Tangannya terkepal kuat. Setelah menghidupkan shower miliknya, pemuda itu memukul dinding kamar mandi dengan kuat. Untung saja tidak kedengaran sampai luar.

-/-

Gladys mengernyit dahinya saat ia merasa suasana pagi ini lebih aman dari sebelumnya. Tidak ada Daniel yang mengikuti. Tidak ada suara pemuda yang memanggilnya tiap hari hanya untuk menyapanya.

Semacam ada rasa kehilangan

Gadis itu kini menatap datar kelas. Terlihat sosok pemuda yang menangkupkan wajahnya pada lipatan tangan di meja. Gladys menatap sendu lalu menghampiri pemuda itu.

"Lo marah sama gue gegara gue gak ikutin lo dan ngajar piano?"

Pemuda itu hanya diam. Tak merespon apa yang ia katakan. Gladys mendengus lalu menendang bagian kursi Daniel. Namun, retak saja pemuda itu hanya diam dan tak mau menatap dirinya. Kini, Gladys berang dan membiarkan pemuda itu diam saja.

"Sama siapa lo tadi malam?"

Deg

Ucapan itu membuat Gladys terkaget hingga dengungan terdengar di telinganya. Dia menghela nafas dan kembali menyibukkan diri dengan menulis di bukunya.

Daniel menarik tangan Gladys hingga wajah mereka sangat dekat, "Siapa yang berani sentuh lo selain gue?"

Gladys hanya diam. Ia menatap kilatan marah milik Daniel. Tangannya yang gemetar mampu membuat Daniel melunak. Gladys tak pernah di bentak. Hanya sesekali di marahi orangtuanya. Dan palingan sekali ia membuat sang Ayah marah karena kabur dari rumah saat acara pertunangan.

"Gue coba pahami posisi gue yang gak di terima di keluarga lo. Gue minta lo nunggu gue sampai gue siap melawan mereka dengan argumen gue. Tapi, lo melakukan ini di belakang gue?"

"Lo gak berhak marah kan? Lo bukan siapa siapa. Jadi Lo gak ada hak bentak bentak gue!"

Gladys menarik tangannya. Dia membuka tasnya lalu meletakkan minuman di mejanya. Tangannya mulai menulis sesuatu tanpa memperdulikan Daniel yang tengah menatap dirinya nanar. Gladys merasakan itu. Hingga ia akhirnya berhenti menulis dan menatap mata pemuda itu.

"Tolong perjuangin gue, Daniel. Gue gak mau ada di pernikahan menyakitkan ini"

-/-

"Kamu darimana?"

Suara bariton itu mampu membuat Gladys terkejut. Ya, Gladys memang gampang terkejut.

Terlihat pemuda itu memakai sarung dan baju muslim. Sepertinya habis sholat. Gladys meletakkan tasnya lalu menyusun bajunya untuk di pakai.

"Gladys, jawab!"

"Mas! Aku tuh punya dunia sendiri. Aku gak mau di rumah terus. Makannya aku jalan jalan"

"Sama siapa?"

"Zara"

"Zara sama Malvin tadi ke kantor, Mas. Kamu bohong?"

Gladys mendengus lalu menunjuk pemuda itu, "Kamu! kamu udah janji gak ikutan urusan aku. Udah cukup kamu siksa aku sama pernikahan ini"

Dave menghela nafasnya. Ia memeluk Gladys namun gadis itu mendorong kembali Dave. Pemuda itu hanya menatap sendu pada Gladys yang kini masuk ke kamar mandi.

Ada bekas merah di lehernya. Dan bukan Dave yang melakukannya.