Aldi berjalan bersebelahan dengan Salsha disebelah kanan dan Tania disebelah kiri. Aldi dikelilingi dua cewek yang cantik, bisa dibilang jika itu adalah nikmat nyata dunia. Namun, Salsha hanya mengangkat bahu. Dia tidak peduli dengan itu, lain halnya dengan Tania yang justru tersenyum dengan lebar.
"Gue anter lo ke ruang kepsek," ucap Aldi pada Tania, Salsha yang merasa tidak ada hanya berjalan menjauh menuju kelasnya. Dalam hati Salsha berdoa tidak satu kelas Tania, dia berusaha tidak peduli nyatanya semu itu tidak bisa. Anehnya, Salsha kesal.
"Sal, mau kemana?" teriak Aldi saat melihat Salsha berjalan cepat menuju kelasnya dengan diam. "Dia temen kamu?" taanya Tania merapikan anam rambutnya pelan.
"Tadi belum kenalan?" Aldi kembali bertanya karena merasa aneh, Jadi, tadi mereka berdua tidak slaing berbicara atau berkenalan?
"Mmm. Aku diem aja, soalnya temen kamu juga kelihatan enggak nyaman disamping aku. Jadi, aku sama dia cuma banyak diem aja," Aldi meringis pelan, benar. Salsha memang cuek, dan tidak suka memulai pembicaraan. Mereka berdua sama, hanya akan menjawab jika diberi pertanyaan. Lucunya lagi, Aldi suka.
"Dia Salsha, sahabat aku. Aku kenal dia cukup lama, jadi aku paham bagaimana Salsha juga,"" Salsha gugup menceritakan Salsha pada Tanja. "Kalian deket juga?"
"Iya," jawab Aldi cepat, namun keadaan tiba-tiba menghening sejenak. Aldi memukul bibirnya sendiri. "Mmm, gimana ya. Ya deket lah. Kita sering bareng, dan gue sama dia juga satu kelas, gue sering keluar, makan, jalan bareng juga, dia temen baik gue sejauh ini," Jauh dilubuk hati Tania merasa sedikit sesak.
Terlihat jelas jika Aldi menyukai Tania, dan itu tidak dari satu arah karena Tania terang-terangan juga menyukai Aldi dalam diamnya. Namun, wjahanya tidak bisa dibohongi.
"Ini ruang kepseknya, gue rasa lo tinggal masuk dan tanya sama yang didalem. Gue ke kelas dulu," Aldi segera berlari meninggalkan Tania yang masih melihatnya aneh.
Aldi cukup tahu untuk tidak menyakiti, dalam hati dia masih memegang erat jika dia tidak akan meninggalkan rasa sukanya pada seseorang. Jika dia belum mengutarakan perasaannya. Pada cinta pertamanya.
"Lo kenapa si, perasaan dari tadi diemin gue mulu. Gue minta maaf soal kemaren, gue tahu gue salah udah buat lo ngunggu lama banget, dan ninggalin lo disana," Aldi berbicara pada Salsha yang sudah mengganti tempat duduknya dengan Iqbal. "Gue tinggalin lo disana bukan tanpa sebab juga,"
"Apa alesannya?" tanya Salsha cepat, Aldi menjadi sedikit keringat dingin. "Gue ada urusan, iya gue ada urusan," jawab Aldi gugup, ini baru kali pertamanya dia tidak jujur pada sahabatnya.
"Begitu pentingnya urusan lo sampe nganterin gue pulang aja lo enggak sempet, bahkan minta maaf aja sampe nginep. Harus nunggu besok, padahal lo tahu kalo gue udah tidur semua yang terjadi udah hilang dengan saat gue tidur," Aldi menunduk, awalnya dia memang salah. Dan berakhir salah juga dimata Salsha.
"Awalnya urusan itu penting, tapi saat gue inget lo semuanya jadi enggak penting," Salsha berdecit, lagi-lagi Aldi mengucapkan kata itu tidak sempat berfikir jernih lebih dulu.
"Apa si yang buat lo enak-enak aja ninggalin gue ditengah jalan gitu, gue rasa ini yang pertama kalinya un--" ucapan Salsha terpotong dengan jawaban Aldi yang membuat Salsha terkejut.
"Karena ada Iqbal gue berani ninggalin lo. Gue enggak akan ninggalin orang yang gue sayang malem-malem sendirian, apa lagi pulang sampai jalan kaki," ucap Aldi memang ibarat angin lalu bagi Salsha, tapi itu dulu. Entah siapa yang memulai. Salsha mulai merasakan jika Aldi memang menyayanginya, sayang lebih dari sahabat. Awalnya memang Salsha tidak berfikir seperti itu. Nyatanya, hatinya lebih memilih menerima sikap manis Aldi. Bukan menganggap semua itu angin lewat saja.
"Sayang sebagai sahabat. Lo kan sahabat gue," sambung Aldi yang melihat Salsha diam diposisinya dengan wajah sedikit kosong. "Iya, gue emang sahabat lo," Begitu sahut Salsha. 'Dan gue enggak tahu, mau jadi apa gue kalau lo udah punya temen lain,' sambung Salsha. Dengan terbjru-buru juga Salsha mengangguk.
"Jangan tinggalin gue ya, sejahat apapun gue. Gue mau lo tetep disamping gue," ucapan Aldi mengalihkan pandangan Salsha. "Maksud lo?"
"Gue mau lo tetep disamping gue, gue enggak siap kehilangan lo sebentar ataupun selamanya," ucap Ald membuat suasana mereka tiba-tiba menjadi serius. "Entahlah, gue enggak tahu," jawab Salsha menghilangkan keheningan kelas.
°°°
"Natania,c Tania mengulurkan tangannya pada Salsha masih menatapnya biasa saja. "Salsha," jawab Salsha tidam membalas jabatan tangan cewek dihadapannya.
Aldi menggelengkan kepalanya melihat Salsha kesal, kenapa Salsha selalu bersikap seperti ini? bjasanya tidak. "Maafin dia Nat, dia emang gitu orangnya," ucap Aldi mendapat respon malas dari Salsha.
"Enggak apa-apa kok," jawab Tania sedikit kecewa, dia menarik uluran tangannya dan melihat Salsha yang sepertinya tidak begitu suka dengan adanya dirinya. "Kita ke kan--"
"Gue bareng Iqbal, lo duluan aja," potong Salsha masih melihat Iqbal sibuk dengan aktifitasnha. "Beneran? Biasanya lo enggak mau ke--"
"Sekarang gue lagi pengen sama Iqbal," jawab Salsha yang mendapat anggukan dari Aldi, mereka berdua berjalan keluar kelas dan dengan berpamitan sopan. "Kenapa?" tanya Iqbal yang masih sibuk dengan pekeejaannya, hari ini Iqbal tidak ingin keluar untuk ke kantin.
Iqbal dibawakan bekal oleh Ayahnya hanya disetiap hari Senin, dan Jumat. Karna itu, Salsha menolak ikut ke kantin, dan Iqbal sebagai alasannya. "Enggak," jawab Salsha biasa saja, dia menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya. "Gue capek jadi Salsha," gumam lirih Salsha dengan menghela nafasnya lelah.
"Nih, buat lo. Gue masih kenyang, gue tahu lo laper," Iqbal memberikan bekal makan siangnya pada Salsha. Yang mendapatnya hanya meliriknya sekilas dan membuang wajahnya pada jendela.
"Makan,"
"Enggak makasih," Salsha mendorong kotak bekalnha yang sudah ada didepan wajahnya. "Gue tahu hati lo lagi enggak baik, tapi usahain perut lo isi. Biar lo lebih kuat ngadepin kenyataan," Merasa sedang disindir, Salsha hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Makasih," ucap Salsha sangat lirih, walaupun hanya terdengar seperti gumaman oleh Iqbal.
"Makasih atas apa dulu nih, kalo soal bekal gue lo enggak perlu bilang makasih segala," Iqbal menyangkal rasa tidak enak dari Salsha. "Makasih buat yang kemaren, gue enggak tahu kalo enggak ada lo gue bakal gimana. Gue bisa aja pulang jalan kaki," Salsha melihat wajah Iqbal yang sudah duduk didekatnya ini.
"Y-ya, enggak aoa-apa. Santai aja kali, kita kan teman," jawab Iqbal gugup karna Salsha menatapnya begitu dekat. Detan jantungnya bergerak cepat, sampai Iqbal tidak menyadari jika wajahnya tiba-tiba berkeringat.
"Makasih karena lo gue tahu hati gue jatuh sama siapa," Tiba-tiba suasanya menjadi hening, hanya ada mereka berdua di Kelas. Dan suasana itu sangat mendukung bagi keduanya untuk menjadi dekat.
"Gue enggak begitu yakin kalo lo suka sama gue, tapi sebisa mungkin gue akan terus berusaha buat deketin lo," Ya, hampir empat tahun ini Iqbal berusaha mendekati Salsha dan sampai detik ini juga Salsha masih menganggap jika Iqbal tetaplah teman. Menyakitkan memang.
"Lo terlalu baik buat gue, gue rasa lo bisa dapet yang lebih sempurna dari gue" Salsha menyangkal, dia sudah berapa ribu kali menolak perasaan Iqbal. Namun sekeras apapun Iqbal, dia terus saja berjuang. Salsha mulai khawatir.
"Seberapa lo nyangkal kenyataan itu, gue akan selalu ada disamping lo. Enggak akan ninggalin lo. Ada saat lo butuh. Dan jadi alasan lo bertahan. Sekalipun gue enggak dianggep keberadaannya sama lo, gue akan tetep lakuin itu semua demi lo," Iqbal meninggalkan Salsha dengan kotak bekalnya, dia berjalan keluar dari kelasnya.
°°°
"Pulang bareng?" tanya Aldi yang tidak biasanya "Lo ada acara? Kalomau lo ada acara mending lo pulang aja. Gue bisa pesen gojek, jawab Salsha yang berusaha menghindari kontak fisik dengan Aldi. "Sebenernya engggak ada, tapi lo enggak apa-aoa pulang sendiri?"
"Enggak ala-apa, gue udah biasa pulang sendiri," 'Bohong, gue enggak pernah pulang sendiri karena lo selalu anter jemput gue,"
"Hari ini lo pulang sendiri ya, gue mau nganterin Tania,c Jatung Salsha seperti ada gangguan. Dan Salsha sakit lagu.
"Ya, gue bisa pulang sendiri," ucap Salsha menyemangati dirinya sendiri. Aldi berjalan mendekat pada Salsha, dia memeluk Salsha pelan dan mencium puncak kepala Salsha.
"Hati-hati dijalan. Maaf enggak bisa nganterin lo hari ini. Besok gue anter lo lagi kaya biasa, gue usahain," Salsha tersenyum miris. "Ya," jawabnya singkat, dia berjalan menuju gerbang depan.
Sudah dua hari ini Salsha merasa Aldi mulai menjauhinya, dulu Aldi selalu memaksa untuk mengantarkan Salsha agar dia tidak mendapat keburukan disetiap perjalanannya. Dan hari ini dia bahkan tidak mengantarkan pulang karena ada teman barunya, sekarang Salsha mulai menyadari jika dirinya tidaj suka pada teman barunya.
Teman baru Aldi yang Salsha rasa juga menyukai Aldi. Apakah Salsha boleh menganggap jika itu saingannya?
"Lo pulang bareng gue aja," ucap cowok yang sudah menggunakan jaket dan helm rapi dikepalanya, menghentikan laju motornya disamping Salsha.
"Enggak terimakasih, gue udah pesen gojek," Cowok tadi membuka kaca helmnya melihat pada Salsha. "Naik, anggep aja lo bayar makan siang gue yang lo abisin tadi siang," sambung cowok yang berperawakan tinggi itu. "Sialan," umpat Salsha tidak sadar, namun cowok tadi justru terkekeh senang.
Modusnya berjalan lancar, Iqbal berhasil mengantarkan pulang Salsha dengan motor Ninjanya. Tidak sadar, ada seseorang yang melihat tidak suka. 'Jalang itu benar-benar,'