"Diem atau gue cium lo disini,"
Salsha diam mendapat ucapan tegas Iqbal yang membuatnya menjadi diam membisu. "Kok lo ngancem si," kesal Salsha, Iqbal datang ke rumahnya dengan baju terkesan rapi dan mengajaknya makan diluar.
"Makanya lo nurut, gue ngajakin lo keluar karena lo bosen. Harusnya lo bersyukur punya temen peka kaya gue," Salsha pura-pura meludah sembarangan. "Jangan gila deh, baru juga kemaren gue setuju berteman sama lo. Sekarang lo udah mulai berani dateng ke rumah gue, ngajak jalan juga,"
"Ngajak jalan temen cewek dibilang berani? Gimana kalau gue melakukan lebih dari mencium? bisa aja gue dikatain brengsek sama lo kayaknya," qbal terkekeh saat Salsha menatapnya tajam.
"Sebenernya gue gabut di rumah, kalau lo enggak mau gue ajak jalan. Gue main dirumah lo aja gimana? Gue lagi males dirumah, ada sepupu gue soalnya," Salsha melihat Iqbal banyak meneliti, dari bawah sampai atas dan dari atas sampai bawah. "Enggak boleh,"
"Kenapa?" tanya Iqbal bingung, 'biasanya kalau cewek ajauh keluar itu seneng. Lah, ini Salsha nolaknya cepet bangey,' "Dirumah gue enggak ada orang," Salsha mengusir Iqbal dengan tidak sopan dan menutup pintu tidak ada minat.
°°°
"Ngapain?" tanya Salsha saat melihat Aldi sudah berdiri didepan pintu rumahnya dengan tersenyum.. "Ayo berangkat bareng. Gue udah janji buat jemput kaya biasa kan?" Mata Salsha berbinar, dia kembali masuk ke rumahnya untuk mengambil sesuatu yang tertinggal. "JANGAN LAMA, TANIA UDAH NUNGGU," teriakan Aldi memberhentikan langkah Salsha namun tidak didengarjan, Salsha mengambil tasnya berpamitan pada Bibi yang mengurusi rumahnya. "Berangkat dulu bi," pamit Salsha mencium tangannya.
"Hati-hati Non," Salsha hanya mengangguk dan berjalan meninggalkannya. Saat membuka kursi bagian depan yang biasanya Salsha duduki dengan senyuman membuat Salsha terdiam dan mematung. 'Sudah ada Tania disana,"
"Lo belakang aja, Tania pusing kalo duduk di belakang," Keheningan itu pecah saat Aldi berbicara, dengan sedikit kesal Salsha menutup pintu mobilnya keras dan berjalan ke belakang. Entah kenapa Salsha pikir Aldi tidak akan berubah memperlakukannya, nayatanya semua itu tidak ebrlaku bagi dirinya. Aldi menipu Salsha, bukan niat Aldi menjemput Salsha untuk berangjat bersama jika dimobil ada tiga orang. 'Gue juga pusing kalo lihat lo sama Tania didepan gue!'
Akhir-akhir ini Salsha memang sudah mengira jika Aldi mulai menjaga jarak darinya, tidak sesering biasanya juga. Banyak hal yang berubah, dan Salsha diam hanya tidak ingin membuat hubungannya menjauh karena canggung. Aldi yang biasanya humoris sekarang dia telihat romantis, tapi bukan pada Salsha. Pada krang lain, bukan seperti Aldi biasanya.
'Apa gue bilang.'
'Gue udah ajak lo berangkat bareng, lo malah nolak,"
'Coba lo pikir-pikir lagi saran gue waktu itu, biar lo enggak sakit sendirian,"
'Ada gue yang mau nemenin lo disaat lo enggak sama Aldi, tenang aja,' Iqbal terus mengirimi Salsha oesan dengan pembicaraan yang itu-itu saja. Hal ini membuat mood Salsha memburuk. Salsha kembali mengingat saat dia berbicara dengan Iqbal, kenapa akhir-akhir ini Iqbal yang selalu ada disampingnya.
"Lo kenapa Sal, diam aja. Suasana mobil juga jadu aneh, canggung. Enggak kaya biasanya," Salsha mengangjat bahunya tidak menjawab.
Ini kenala juga Aldi menjemputnya menggunakan mobil, biasanya Aldi menjemput Salsha hanya menggunakan motor biasa miliknya. Biasanya Salsha terus mengomel saat Aldi menaikan kecepatan pada motornya, mobil juga. Tapi sedikit.
"Gue enggak ada salah kan sama lo?" Slasha memutar bola matanya malas. "Sariawan,"
"Alasan lo aneh, biasanya kalau lo Sariawan malem-malem lo pasti chat gue buat dibeliin obat, bohong ya?" Aldi meledek mencairkan suasana, Tania masih diam dengan sedikit tersneyum tidak canggung lagi. "Buat apa gue chat lo kalau gue telfon lo aja enggak pernah diangkat," Aldi tersedak dengan ludahnya sendiri, benar. Akhir-akhir ini Aldi memang tidak pernah mengangkat notifikasi ponselnya.
"Kapan lo telfon, handphone gue silent jadinya enggak ke angkat," jawab Aldi dengan menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Perasaan lo enggak pernah matiin notifikasi, kenapa sekarang handphone lo harus disilent? kemaren-kemaren getar aja enggak pernah. Takut banget ya gue ganggu waktu sama hubungan lo?"
"Lo ngomong apa si, gue enggak pernah sibuk apalagi kalau sama lo," Bulshit sekali anda! "Enggak sibuk kok, cuma gak sempet aja," sambung Salsha lagi. "Udah sampai? Gue keluar dulu. Makasih tumpangannya. Besok-besok jangan jemput gue kalo cuma mau debat kaya gini, bikin malu aja," Salsha keluar dengan cepat dan meninggalkan mereka berdua hening.
"Mmm, maaf ya. Ini urusan pribadi gue sama Salsha, gue keluar dulu buat bukain pintu. Lo tunggu sini," Perlakuan manis Aldi lagi-lagi membuat Tania terdiam dengan posisinya.
°°°
Sudah satu mingu emoat hari Salsha dan Aldi tidak saling menyapa, Salsha duduk jauh dengan Iqbal diseberang sana dan Aldi dan Tania duduk dilawanannya. Aldi terus fokus pada Salsha dengan buku tugasnya. Slasha menulis ringkasan dan Iqbal mencari bahan-bahannya. Mereka terlihat asik dengan kerja mereka masing-masing, Aldi benci melihatnya.
"Gimana kalau kesimpualnnya diambil dari paragraf ke tujuh kalimat ke empat. Ini bisa dijadiin pernyataan menurut gue, kita bica cari jawabannya sebelum presentasi," ucap Iqbal menujukan kalimat tersebut pada Salsha agar bisa melihatnya lebih jelas.
"Menurut lo gimana?" Salsha menghentikan menulisnga lalu membaca apa yang Iqbal berikan padanya. "Sebentar biar gue baca dulu," Salsha mengambilanya dan mulai membacanya. "Bagus, gue setuju, gue bisa sekalian tulis jawaban cadangannya kalu misal ada yang nanya bagian ini," Iqbal menganggukan kepalanya dan kembali mencari lagi. Mereka bekerja dengan cepat sekarang, terluhat serasi dan sama-sama pintar. "Nih gantian, tangan gue pegel," Salsha menyerahkan buku tugas mereka berdua pada Iqbal untuk melanjutkannya.
"Lo tinggal tulis penutup sama kesimpulan," Salsha meletakan kepalanya pada lipatan tangan. "Suara perut lo keras banget," ejek Iqbal menggoda Salsha karena krisis kelaparannya.
"Minta bekal lo dong, gue laper nih," Iqbal mengeluarkan dua kotak bekalnya dengan warna kotak bekal yang berbeda. Biru dan Merah Muda. "Salah satu punya lo, makan aja dulu, gue selesai nulis makan kok,"
"Menurut kamu gimana Al?" tanya Tania baru saja membacakan kesimpulan dari oekerjaan mereka. "Aldi, aku dari tadi jelasin kamu enggak dengerin aku?" tanya Tania kesal, karena merasa tidak dihargai. .
"Eh, maaf. Gimana, gue tadi enggak denger lo jelasin apa. Coba ulangin lagi," pinta Aldi membuat Tanja sangat tentara kesalnya Aldi menggaruk kepalanya merasa canggung, bagaimana bisa dia memperhatikan Salsha dan Iqbal sedetai itu. 'Dasar Aldi bodoh!'
"Kamu suka ya sama Salsha, dari tadi mau perhatiin dia serius banget. Sampai-sampai aku dicuekin padahal harusnya kita berdua bahas kerja kelompok,"
"Eh, enggak kok," Aldi menyangkal dengan wajah memerah. 'Kok gue enggak suka Aldi merhatiin Salsha beelebihan si,' "Ya udah, biar pempercepat biar kamu aja yang nulis,"
°°°
"Uh. Kenapa gue jadi suka banget makan bekal lo Bal, enak banget sumpah!" Salsha berapi-api. Iqbal menatap Salsha lekat-lekat, dan tersenyum senang. Sudah berapa kali dia berusaha terus-terusan hanya untuk beeteman dengan Slasha. Coba lihatlah sekarang, bahkan Salsha sendiri yang mendkeatinnya.
Iqbal salah tingkah sekarang. "Biasa aja kali, ludah lo kena muka gue," gerutu Iqbal membuat Salsha tersenyum bodoh. "Maaf-maaf, gue relfeks tadi," Salsha terkekeh, seperti inilah indahnya dengan seseorang yang dicintai? 'Kenapa enggak dari dulu aja Tania Iqbal suruh hadir diantara mereka,"
"Sal, gimana rasanya dihianati sama seseorang," Satu sendok makannya terhenti.
"Entah. Dikhianati emang sakit, tapi ya mau gimana lagi. Orang dia udah nyaman sama orang lain, masa gue harus rebut," jawab Salsha cuek, dia melanjutkan makannya lagi. "Enggak mau berjuang dulu, lo mau cinta lo gitu-gitu aja. Enggak ada perubahan?" tanya Iqbal lagi.
"Enggak, gue enggak mau berjuang. Capek. Percuma juga kalau gue berjuang tapi dia enggak ngerespon. Percuma juga kalo gue berjuang sendirian, sedangkan dia udah bahagia sama orang lain juga kan?"
"Lo enggak ada niatan buat hianatin balik aja? Pacaran sama gue misalkan?" Kunyahan Salsha terhenti saat mendengar ucapan Iqbal. "Dihaianati enggak harus bales ngehianati juga, gue justru seneng Aldi bisa bahagai sama Tania,"
"Gue enggak ada hubungan spesial juga sama Aldi, gue enggak bisa berharap kalau gue berharap banget diajak pacaran sama dia. Lupain Aldi, lo kan sekrang disini. Jadi gue enggak butuh Aldi, kan ada lo yang bisa selalu ada buat gue. Lo sendiri yang ngomong," Salsha tersenyum lebar percaya sepenuhnya pada Iqbal. Iqbal sangat sadar jika senyuman itu hanya untuk membuatnya terlihat baik-baik saja. "Jangan Sal, gue justru sakit sama respon lo," 'Lo semakin deket sama gue, lo respon gue. Ini emang yang gue mau tapi gue enggak suka lo pura-pura seneng dideket gue. Sedangkan hati lo lagi membusuk,"
"Lo sakit kenapa, lebay banget," Salsha tertawa lalu menutup kotak bekal Iqbal, dan menyerahkannya. Ini sudah menjadi rutinitasnya. "Gue sakit cinta sama lo, gue takut cinta gue bertepuk sebelah tangan, gue takut cinta gue enggak terbalaskan, dan semua itu nyata. Gue sakit sama semua respon baik lo,"
"Tapi lo sukanya sama Aldi, bukan sama gue. Miris kan," sambung Iqbal tertawa. 'Bego nya lagi, gue nolong lo yang lagi kesepian karena ditinggal Aldi. Apa kabar hati gue, apa lo perduli?'
"Bercanda lo enggak lucu Bal," tawa Salsha lepas menanggapi Iqbal yang terlihat serius dimatanya.
"Sal, ayo kita bicara,"