He Wanqing terbelalak melihat Jun Yexuan yang sedang menikmati makanan dengan anggun.
Jun Yexuan pun berhenti makan dan bertanya, "Bibi, kenapa?"
He Wanqing merasa tidak nyaman ketahuan menatap Jun Yexuan, dia segera mengalihkan pandangannya ke arah makanan, "Apa semua makanan ini sesuai dengan seleramu?"
Jun Yexuan terkejut dan tampak tidak mengerti, jadi dia menjawab, "Lumayan enak."
Lalu He Wanqing bertanya lagi, "Oh ya, aku belum tahu kamu berasal darimana?"
Tangan Jun Yexuan yang memegang sumpit langsung tegang dan kaku untuk sesaat, dia lalu menjawab, "Jing Du."
Mu Jingheng memandang Jun Yexuan yang kebingungan, dia lalu tersenyum menahan tawa yang hampir keluar.
Jun Yexuan tidak mengerti apa yang terjadi, tetapi dia adalah seorang pria yang penuh karisma.
Sepertinya He Wanqing terkejut dengan gaya dan gerak-gerik Jun Yexuan yang seperti seorang tuan dari keluarga konglomerat.
Ternyata, tidak lama kemudian He Wanqing berkata, "Oh... ternyata begitu."
He Wanqing merasa ada yang salah, dia menoleh ke arah putrinya dan melihat cara makan serta gerak-gerik putrinya yang sedang makan, lalu menendang kaki Qiao Qing di bawah meja.
"Seorang wanita tidak boleh terlalu banyak bergerak saat makan, harus lebih anggun, pelan, dan feminim sedikit, tahu tidak?"
Qiao Qing menatap ibunya dengan ekspersi tak suka, "Apa sudah selesai bicaranya?"
Jun Yexuan baru menyadari apa yang terjadi, dengan ekspresi kaku dia mengelus kepala Qiao Qing, "Qingqing yang begini sangat imut."
Qiao Qing menyingkirkan tangan pria itu dan berkata, "Jangan menyentuhku, dan jangan memanggilku Qingqing lagi, kita itu tidak dekat."
Jun Yexuan langsung tertawa dan melihat Qiao Qing dengan tatapan yang penuh kasih sayang.
He Wanqing melihat mereka berdua seperti sedang pacaran, dia lalu menghela nafas lega dalam hati.
Sudah bagus Qingqing, putrinya, tidak mengucapkan kata-kata menghina.
***
Tengah malam, jam 12.
Mu Jinghang mendapatkan perintah dari Jun Yexuan untuk diam-diam masuk ke dalam ruang belajar setelah semua lampu di dalam vila sudah padam.
Siapa yang menyangka pada saat mendekati pintu ruangan belajar, ada satu bayangan hitam yang berdiri di samping pintu.
Mu Jinghang langsung terkejut, dia sampai mengeluarkan suara 'ah' dan mundur tiga langkah.
Bayangan hitam itu terlihat mengangkat tangannya dan menyalakan lampu di lorong.
Setelah Mu Jinghang melihat orang yang di depannya, sambil mengelus dadanya yang masih belum tenang, dia berkata, "Pengurus Chen, kamu membuatku terkejut!"
Chen Ming tidak menjelaskan tindakannya dan juga tidak meminta maaf.
Dia menatap Mu Jinghang dengan penuh curiga, dia lalu bertanya, "Tuan Jing, untuk apa kamu ke sini malam-malam begini?"
Mu Jinghang memikirkan tujuannya untuk datang ke sini, dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, lalu menghadap ke arah tempat lain dengan gusar.
"Aku tidak bisa tidur karena memikirkan uangku yang sudah dirampok, jadi aku keluar untuk menghirup udara segar."
Chen Ming sepertinya percaya dengan perkataannya, sambil tersenyum dia berkata, "Setiap orang pasti pernah merasa kehilangan, Tuan Jing jangan terlalu memikirkannya, dan harus lebih berbesar hati karena hidup masih terus berjalan."
Mu Jinghang lalu tertawa kaku dan berkata, "Aku tidak selemah itu, dan juga tidak akan melakukan hal yang bodoh."
Kemudian Chen Ming berkata dengan nada menghibur, "Kalau begitu bagus."
Senyuman di wajah Mu Jinghang terlihat lelah, melihat Chen Ming sama sekali tidak akan meninggalkan tempat itu, dia akhirnya memutuskan untuk berjalan kembali ke kamarnya.
Jam 3 subuh.
Mu Jinghang melompat dari jendela kamarnya, dia meraba-raba sekitarnya serta mengandalkan ingatannya untuk sampai ke bagian bawah jendela ruangan belajar Qiao Qing.
Ketika dia hendak memanjat tembok, dari samping badannya tiba-tiba ada cahaya senter. "Tuan Jing, untuk apa kamu datang ke sini lagi?
"Ya Tuhan!" Mu Jinghang berteriak terkejut, punggungnya tampak menempel ke dinding.
Setelah melihat itu adalah Chen Ming lagi, jantung Mu Jinghang berdebar dengan sangat cepat.
Tetapi karena dirinya sendiri yang melakukan hal yang mencurigakan, dia pun tidak berhak untuk marah.
Tangannya menggaruk belakang kepalanya, sambil tertawa dia berkata, "Aku keluar untuk kencing, ah benar, kencing."