Dalvin terbaring diatas ranjang sambil menatap kosong langit-langit kamarnya.
Ucapan Nabila membuatnya sadar betapa pentingnya menghargai perasaan orang lain. Tapi semuanya sudah terlambat, Dalvin baru menyadarinya ketika Nabila sudah mulai melupakannya.
Apa yang harus gue lakuin Nab, gue cinta sama lo. Batin Dalvin.
Dalvin memejamkan matanya rapat-rapat sehingga sebuah ide melintas diotaknya.
"Gue harus nembak Nabila pake cara ini" gumam Dalvin sambil tersenyum.
Dalvin bangkit dari kamarnya dan keluar untuk pergi ke rumah Ribut.
Sampai sudah Dalvin di depan rumah Ribut, Dia segera menekan bel itu hingga muncullah sosok yang dinantinya.
"Gue lagi gak ada makanan" ujar Ribut.
Dalvin mendengus.
"Apaan sih, gue kesini bukan minta makanan tapi mau minta bantuan" ujar Dalvin.
"Giliran butuh aja lo ke gue" sewot Ribut.
"Ya iyalah, kalau gak butuh ngapain gue ke lo, gak guna kan?" ujar Dalvin.
"Anjing lo"
"Gue gak suruh masuk nih?" tanya Dalvin.
"Biasanya juga lo nyelonong sendiri tuh, kaya tuyul yang lagi nyari emaknya" celetuk Ribut.
"Emang tuyul punya emak?" tanya Dalvin.
"Kalau gak punya emak dia gak bakalan ada nyet"
Dalvin tertawa mendengar ucapan Ribut, Ribut memang sangat frontal tapi dia juga sayang dengan persahabatan yang telah terjalin lama ini.
Dalvin memasuki rumah Ribut dan tanpa disuruh dia sudah duduk di sofa sambil menonton televisi.
"Mau minum apa lo?" tanya Ribut.
"Tumben nawarin biasanya juga suruh ngambil sendiri" ujar Dalvin.
"Gue lagi baik, udah buruan mau minum apa?" tanya Ribut lagi.
"Apa aja dah" jawab Dalvin.
"Gue ambilin air bekas cucian aja kalo gitu" celetuk Ribut.
Dalvin menoleh dengan mendengus.
"Gak sekalian lo ambilin air wc But" kesal Dalvin.
"Tenang aja nanti gue campurin" ujar Ribut kemudian pergi ke dapur mengambil air minum untuk Dalvin.
Tak lama Ribut datang membawa air minum itu dan meletakkannya di meja dihadapan Dalvin.
"Tuh minum" ujar Ribut.
Dalvin menatap air minum yang diberikan oleh Ribut. Melihat Dalvin yang seperti itu Ribut langsung berbicara.
"Tuh minuman pesenan lo, air bekas cucian dicampur air wc" ujar Ribut.
"Jahat amat lo sama gue"
Ribut tak menanggapi ucapan Dalvin. Tak lama Dalvinpun meminum airnya.
"Mau minta bantuan apa lo?" tanya Ribut.
"Gue mau nembak Nabila" ujarnya.
"Matilah anak orang ditembak, lo mau abis sama si Arwah Gentayangan?" celetuk Ribut.
Dalvin berdecak kesal.
"Maksud gue, gue mau nyatain cinta ke Nabila" ujar Dalvin.
"Yaudah tinggal bilang apa susahnya"
"Ck. Gue pengen momentnya romantis bro"
"Lo mah gak pantes romantis Vin, cowok kaya lo mah gak pernah ada seriusnya"
"Kali ini gue serius But, bantu gue elaah"
"Oke oke, gue harus ngapain?"
Dalvin membisikkan sesuatu pada Ribut yang membuat Ribut mengangguk-anggukan kepalanya.
"Lo yakin bakal berhasil?" tanya Ribut.
"Gue yakin 100% bro" ujar Dalvin yakin.
"Oke, nanti gue kasih tau ke Ido sama yang lainnya"
"Makasih bro, gue balik dah"
"Sono balik"
"Iye iye"
Mereka berdua bertos ria ala lelaki, setelahnya Dalvin pergi meninggalkan rumah Ribut.
Sedangkan ditempat lain, Nabila memandangi langit yang indah di balkon kamarnya.
Nabila terus memikirkan Dalvin yang selalu mengungkapkan perasaannya pada Nabila.
Ada keraguan yang menghantui pikiran Nabila, dia tak ingin disakiti lagi oleh seorang Dalvin. Lagipula jika dia menerima Dalvin bagaimana dengan Firda.
"Gue harus move on dari Dalvin" gumam Nabila.
"Maafin gue Fir, gara-gara gue lo putus sama Dalvin tapi gue janji, gue bakal berusaha buat satuin kalian lagi" ujar Nabila.
Sebuah tangan menepuk pelan pundak Nabila. Nabila menoleh ternyata Fitra.
"Ada apa Fit?" tanya Nabila.
Fitra menggeleng.
"Nab lo gak harus bohongin perasaan lo sendiri, gue tau lo masih sayang sama Dalvin jadi jangan sia-siain kesempatan ini yang jelas-jelas Dalvin udah mengharapkan lo" ujar Fitra.
"Gue gak mau Fit, gue takut sakit hati lagi" ujar Nabila.
"Kalau lo udah jatuh cinta konsekuensinya lo harus nanggung rasa sakitnya, semua orang yang main cinta itu pasti bakal sakit hati Nab" ujar Fitra.
Nabila menggeleng.
"Gak, gue gak akan terima Dalvin lagi" ujar Nabila.
"Kenapa? Takut sakit hati?" tanya Fitra.
Nabila menggeleng.
"Bukan hanya itu" ujar Nabila.
Fitra mengerutkan keningnya bingung dengan ucapan Nabila.
"Terus apa selain takut sakit hati?"
"Gue-" ucapan Nabila terpotong karena seseorang memanggil namanya.