Dahyun tahu jika sebagai pelayan Eunwoo punya kemampuan yang mumpuni, tapi fakta itu tidak cukup untuk membuatnya berhenti membenci Eunwoo.
"Nonaku sayang."
Ya. Dahyun lebih benci jika bersama dengan Eunwoo di rumah, di apartemennya daripada di sekolah karena jika sudah berdua saja Eunwoo akan menambah embel-embel 'sayang' di belakang kata Nona.
Sayang sekali biasanya Dahyun akan balas memanggilnya dengan 'bangsat' atau 'anjing'. Namun hari ini Dahyun terlalu lelah untuk menjawab.
"Nona sayang, apakah kamu ingin melihatku memasak?"
Tawaran Eunwoo ingin Dahyun tolak semudah dia meludah.
Namun pelayan tak tahu dirinya itu sudah menerobos masuk kamarnya dan mengangkat Dahyun dalam gendongan putri.
Dahyun melotot sebelum protes.
"Turunin gue, Woo!"
Entah kenapa hari ini Dahyun terlalu lelah untuk memaki Eunwoo.
Jika dia sedang bertenaga sudah dia keluarkan sumpah serapah sampai mulutnya kering berbusa hanya untuk memaki Eunwoo.
Namun Eunwoo sendiri terlihat senang karena Dahyun yang biasa pemarah lebih tenang.
"Aku ingin membuatmu terpesona dengan caraku memasak."
"Berapa kali gue bilang? Tipe gue bukan Chef Juna, Woo!"
Dahyun memekik frustasi, Eunwoo tidak menurunkan Dahyun dari gendongannya.
"Lalu siapa itu? Arnold?"
"Bukan! Gue nggak suka Chef-chefan gitu. Jadi berhenti pamer pas mau masak karena gue udah eneg liatnya!"
Dahyun tahu alasan Eunwoo memaksanya menonton dia memasak karena waktu itu Dahyun pernah berdecak saat nonton Master Chef jika akan keren saat dia memiliki kekasih yang hebat memasak.
Dan besok Eunwoo muncul dengan tiga kantong besar bahan makanan.
Tiga kali sehari, setiap kali dia akan memasak dia akan menyuruh Dahyun datang dan menonton.
Dahyun rasa Eunwoo adalah satu-satunya pelayan yang berani memerintah tuannya sesuka hati. Menjengkelkan sekali saat Dahyun harus begini.
Duk!
Dahyun didudukkan di atas meja oleh Eunwoo.
Pelayannya itu, sebelum memulai ritual memasaknya memegang pipi Dahyun obesesif.
Berdiri di depan Dahyun yang duduk dengan lemah di atas meja. Menempelkan jidatnya pada Nona tercintanya itu.
Napas mereka bertabrakan, sedangkan Dahyun menahan matanya agar tidak menatap mata hitam Eunwoo.
"Jadi di antara Arnold dan Juna tidak ada yang kamu suka, Nona?"
Dahyun ingin menggigit lidahnya. Kegugupan luar biasa melandanya seketika.
"Iya, enggak ada."
"Lalu siapa yang kamu suka?"
Suara Eunwoo serak dan berat.
Dahyun benci ini ketika Eunwoo menatapnya begitu dekat dan mengurungnya di posisi di mana dia tidak bisa menghindar.
"Elo, gue lebih suka elo."
Jawab Dahyun akhirnya dengan kelu.
Setelah itu Eunwoo mundur dengan senyum cerah dan menuju pantry, mengambil beberapa alat memasaknya.
Dahyun menghela napas lega.
Kenyataannya sungguh berbeda.
Bukannya Dahyun sering menggertak dan bicara kasar berarti dia mengendalikan Eunwoo.
Sebaliknya, dialah yang jadi mainan cowok itu selama ini.
Saat Dahyun bilang Eunwoo itu iblis dia tidak sedang bercanda. Eunwoo memang iblis!
Dia memiliki obesesi tinggi pada Dahyun, pada tingkat yang Dahyun sendiri tidak bisa mengukurnya.
Ada banyak alasan juga Dahyun tidak pernah berteman dengan siapa pun selain Eunwoo di sekolah.
Karena dia tahu, pelayan tololnya itu bisa saja mengangkat pisau pada orang yang berhasil membuat Dahyun merasa bahagia selain dirinya.
Aku tahu kecantikan Nona seperti petaka. Jika nona tidak bisa menjaga senyum cantik ini dengan cara mengumbarnya. Aku dengan senang hati akan membunuh mereka yang melihatnya.
Idiot gila itu membuat Dahyun merinding.
Kembali ke saat ini, Dahyun yang masih duduk di meja memanggil Eunwoo.
"Woo..."
"Kenapa Nona?"
Eunwoo menyahut masih dengan kesibukannya memotong wortel.
"Lo jangan masuk sembarangan lagi ke kamar gue ya? Nggak ada pelayan yang masuk seenak hati di kamar tuannya."
Setelah mengatakan itu ada keheningan samar.
Namun Eunwoo segera menjawab.
"Nona jangan bercanda, aku tahu lebih banyak soal kenyataan di dunia ini. Bukannya banyak kasus pelayan dan tuannya dipergoki berduaan di kamar? Apa salahnya aku melakukan itu juga?"
"Itu nggak sopan Eunwoo! Orang yang melakukan itu nggak mengerti etika dan perilaku kemanusiaan!"
Dahyun membalas dengan menaikkan suaranya.
Kali ini Eunwoo berbalik dan menatap Dahyun.
"Nona..."
Suara Eunwoo yang berat membuat Dahyun merinding.
"Bukannya aku sudah bilang aku bukan manusia? Jadi berhentilah menyuruhku bersikap seperti pelayan biasa."
Setan itu! Ralat, iblis itu mendekat dengan pisau di tangannya!
Dahyun menelan ludah.
"Nona tidak tahu kan kalau aku sangat suka aroma kamarmu? Itu khas bau Nona, setiap memasukinya membuatku merasa sedang memeluk Nona."
"Selain gila, lo fetish bau juga Eunwoo?!"
Dahyun makin bergidik saat pisau itu diletakkan di dekat lehernya. Dia ingin lari. Ingin kabur dan bersembunyi. Tapi bagaimanapun juga Eunwoo akan menemukan keberadaannya.
Tanpa sadar air mata Dahyun jatuh saat pisau itu sedikit menggores kulitnya.
"Ah, Nona jangan menangis."
Entah itu tulus atau tidak, tapi Dahyun malah semakin deras menjatuhkan air mata.
"Nona tahu aku tidak serius menyakitimu."
Eunwoo menjauhkan pisau itu dan mengusap air mata yang jatuh dengan lembut.
Percuma.
Dahyun sudah terlanjur menangis sekarang.
"Jangan bunuh gue."
Lirih Dahyun dengan air mata berderai.
Wajah Eunwoo melembut.
"Tidak Nona, aku tidak akan pernah melakukan itu. Nona tahu betapa aku mencintai Nona."
Dahyun menangis.
"Aku hanya menggertak saja karena kamu memintaku tidak masuk ke kamarmu lagi Nona. Aku tidak bermaksud menyakitimu."
Setan gila ini bercanda?
Pisau itu bahkan sudah menggores kulitnya Dahyun. Jika yang barusan hanya gertakan, memikirkan Eunwoo marah malah membuat Dahyun gemeteran.
"Kita perlu mengobati lukamu Nona. Sekarang biarkan aku mengobatimu."
Eunwoo memegang pipi Dahyun dan mendekatkan wajahnya perlahan.
Sekali lagi Dahyun tidak bohong saat berkata Eunwoo itu iblis.
Eunwoo adalah iblis paling obsesif!
Lalu cowok di depannya ini mencium Dahyun dengan lembut. Meski begitu Dahyun tersentak saat bibir mereka bertemu.
Pikirannya buram. Tidak tahu harus melakukan apa selain menerima dan membalas ciuman Eunwoo.
"Ugh..."
Dahyun merasakan lidah Eunwoo yang memaksa masuk, mendorong dan memasuki langit-langit mulutnya. Meski ini bukan yang pertama kali. Dahyun selalu merasa lelah jika dicium oleh Eunwoo.
Mungkin karena jiwa kehidupannya diserap.
Tapi kali ini sedikit berbeda, rasanya justru Dahyun mendapat kekuatan di sekujur tubuhnya setiap lidah dan bibir mereka bertabrakan.
Eunwoo menciumnya dengan lembut namun masih dengan tensi yang cukup menekan.
Lidah cowok itu bermain dengan legit di mulutnya, seakan mengapresiasi keberadaan Dahyun dan eksistensi ciuman mereka.
"Ah..."
Saat bibir mereka berdua terlepas. Eunwoo tersenyum puas seraya mengusap bibir Dahyun yang membengkak.
Juga memperhatikan luka yang telah menghilang dari leher Dahyun.
Cewek itu menatap kebingungan bagaimana itu bisa terjadi, namun senyum miring Eunwoo membuatnya tutup mulut.
"Jika Nona terluka lebih parah, mungkin kita harus melakukan lebih banyak dari ciuman yang tadi. Jadi bersiaplah untuk jangan terluka lagi."
Dan Dahyun hanya menelan ludahnya saat Eunwoo kembali berbalik ke arah dapur dengan senyum mempesona.
Setan gila!