Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika aku tidak bertemu dengannya. Tapi aku juga tidak dapat memimpikan kehidupanku yang bebas seandainya dia terus berada di dekatku. Benar-benar dekat hingga rasanya aku tak bisa bernapas, bergerak atau bahkan memicingkan mata. Sosok itu terlalu egois untuk sekedar minggat dari mimpi-mimpiku. Merayap masuk hingga melenyapkan batas antara alam bawah sadar dan dunia nyata. Aku sering bertanya-tanya, apa yang mustahil baginya? Sebab seolah memiliki seribu pasang mata dan seratus kaki, dia selalu bisa membuatku ketakutan sekaligus merasa aman setiap saat. Aku membenci keegoisannya, tapi lebih merutuki hatiku yang malah jatuh cinta pada iblis itu.
Iblis yang memiliki rupa bak pangeran tampan yang terjebak dalam dunia dongeng; menakutkan namun juga mengagumkan. Iblis yang dengan tega menghancurkan kebebasan seorang manusia buruk rupa yang juga seorang rakyat jelata.
Malangnya, itu aku.