"Gue minta maaf ya Lea, kalau sifat gue udah sering nyakitin perasaan lo banget." ujar Saturnus akhirnya, setelah bermenit - menit hanya keheningan yang terjadi diantara mereka.
"No problem Saturnus, itu udah resiko gue mencintai sendirian." sahut Lea berusaha mengembangkan senyumnya, walaupun Saturnus tak dapat melihatnya.
"Jadi kenapa lo nelpon gue pagi - pagi buta begini?" tanya Saturnus sekali lagi yang masih belum puas mendengar jawaban yang diutarakan Lea sebelumnya
"Gak ada kenapa Saturnus, gue hanya kangen. Pengen dengerin suara lo." ucap Lea jujur, tanpa malu sama sekali. Mana bisa ia malu? Mengejar - ngejar Saturnus di sekolahan saja ia tidak malu sama sekali. Banyak yang bilang Lea bodoh, ketika banyak laki - laki yang ingin menjadi pacarnya, Lea malah memilih mengejar Saturnus yang cueknya tidak terkira.
"Hanya itu saja? Tak ada tujuan penting kah?" tanya Saturnus masih belum mempercayai jawaban dari lawan bicaranya ini. Saturnus tak habis pikir, Lea hanya ingin bicara begitu saja hingga harus menelponnya pagi - pagi buta begini? Sungguh tak dapat dipercaya! Lea memang ajaib. Namun tak dapat dipungkiri, lama kelamaan... Saturnus mulai terbiasa akan kehadiran Lea di hidupnya.
"Iya Saturnus hanya itu saja, tak ada yang lain. Tak ada yang penting juga. Tapi bagi gue ini sangat penting. Sekarang kan hari pertama kita kelas XI Saturnus." ucap Lea sangat bersemangat. Ia senang sekali, tak tahu kenapa ia senang saja. Mendengar suara Saturnus mampu membuat hatinya melegah. Setidaknya Saturnus sudah mulai terbiasa dengan kehadirannya. Setidaknya Saturnus tidak menolak panggilannya.
"Iya gue tahu. Sekarang hari pertama kita kelas XI. Lo senang?" tanya Saturnus sekedar basa - basi. Setidaknya ia sedikit menghargai Lea, dan berusaha menebus rasa bersalahnya ke Lea. Lea perempuan yang baik, Lea juga tak pernah memaksanya. Kapan ya, ia bisa membuka hatinya untuk Lea?
"Senang banget lah, akhirnya gue naik kelas. Gue pikir gue bakalan gak naik kelas, Hahahaha." sahut Lea polos dan diakhiri dengan tawa kencangnya.
"Astaga pikiran lo Lea! Seorang Lea yang multi talenta gak mungkin gak naik kelas," sahut Saturnus dengan nada datarnya. Pikiran Lea terlalu tidak masuk akal. Jika Lea tidak naik kelas, akan berapa banyak siswa dan siswi yang juga tidak naik kelas?
"Ya mungkin aja sih." ujar Lea dengan nada ragunya.
"Gak mungkin Lea, buktinya lo dapat peringkat 2 umum, ya gue tahu lo memang pintar." sahut Saturnus mengakui kecerdasan Lea. Kadang Saturnus juga takjub, Lea itu nyaris sempurna, Lea unggul di bidang apapun. Seperti semuanya Lea bisa lakukan. Maka dari itu tak jarang Lea selalu di kejar oleh laki - laki baik dari sekolah mereka atau dari sekolah lain. Seakan - akan mereka semua berlomba - lomba untuk memenangkan hati Lea.
"Tetap saja pinteran lo, Saturnus. Lo peringkat 1 umumnya!" sahut Lea tajam. Saturnus memujinya, seakan - akan Saturnus lebih bodoh darinya. Padahal kenyataannya Saturnus lebih hebat darinya.
"Iya gue emang peringkat 1 umumnya, tapi gue gak multi talenta seperti lo." ujar Saturnus mengakui kekurangannya.
"Ah enggak juga, gue gak serba bisa Saturnus, ahahahahahahaha" sahut Lea diiringi dengan tawa diakhir katanya.
"Sssttt Lea, masih pagi. Entar lo dikira kesurupan ketawa kaya gitu, serem tahu." ucap Saturnus merasa sedikit merinding mendengar tawa Lea yang terdengar seperti... Apa ya? Ah ia tak mau menyebutkannya. Nanti yang disebut malah beneran muncul dihadapannya lagi, hihhh seram.
"Iya Gue emang lagi kesurupan Saturnus, lo gak tahu? Hihhihihihihi." ucap Lea lagi disusul dengan tawa cekikikannya.
"Astaga Lea! Lo jangan buat gue takut deh." sahut Saturnus menjauhkan ponselnya dari telinganya. Suara tawa Lea kok tiba - tiba se-seram ini? Benarkah yang sedang ia ajak bicara ini Lea?
"....."
Hening
"Lea, lo masih disana?" tanya Saturnus sedikit khawatir karena Lea sama sekali tidak meresponnya. Ada apa dengan Lea? Oh wait! Dari sejak kapan dirinya se-peduli ini dengan Lea? Bukan kah dari sejak dulu ia selalu merasa terganggu jika ada Lea? Tapi tidak! Saturnus tidak se-jahat itu pada Lea. Saturnus masih memiliki hati nurani juga
"....."
Hening
"Halo? Lea? Lo jangan bercandain gue deh, sumpah ini gak lucu." ujar Saturnus mulai sedikit panik, karena Lea tak kunjung menjawab perkataannya. Kemana Lea? Apakah Lea tertidur? Apakah lebih baik ia matikan saja panggilannya ini? Tapi jika Lea kenapa - kenapa bagaimana? Arghhhhh! Sungguh! Saturnus dibuat bingung oleh Lea yang menghilang tiba - tiba begini, ia takut salah mengambil keputusan.
"....."
Hening
"Yaudah, gue matikan ya teleponnya? Mungkin lo ketiduran ya?" tanya Saturnus lebih ke dirinya sendiri. Karena volume suaranya sangat kecil, takut mengganggu tidur Lea. Tunggu sebentar! Ada apa sih dengan dirinya ini? Kenapa ia mendadak se-peduli ini dengan Lea? Sepertinya dirinya mulai bersikap aneh.
"...."
Hening
Tak ada jawaban juga? Tanya Saturnus dalam hatinya. Ia semakin bimbang, apakah ia harus mematikan sambungan teleponnya sekarang atau dibiarkan saja sampai Lea bangun ya? Lea, Lea, Lea, Lea... kenapa sih Lea berhasil membuatnya se-panik ini di pagi - pagi buta begini?
"Lea...? Lo bisa dengar gue tidak? Please, jangan bercanda. Jangan buat gue panik gini dong." panggil Saturnus lagi, berharap Lea menyahut. Kenapa sih Lea? Kenapa tiba - tiba menghilang? Kata hatinya mengatakan Lea tidak tertidur, lalu apa? Pingsan? Ah tidak, tidak! ia tak boleh berpikiran buruk dulu. Mungkin saja Lea memang ketiduran kan?
"....."
Hening
Oke Saturnus menyerah, ia menjauhkan teleponnya dari telinga, mengecek apakah telepon masih tersambung. Ternyata masih. Kenapa Lea tidak menjawabnya? Baru saja ia ingin menekan tombol merah, suara cempreng Lea terdengar lumayan keras. Untung saja teleponnya tidak menempel di telinganya. Jika iya, sudah dipastikan Saturnus akan beneran tuli karena ulah Lea.
"Jangan dimatikan Saturnus! Saturnus kenapa sih hobi banget ingin matikan teleponnya? Gak suka ya di telepon sama Lea?" tanya Lea tiba - tiba dengan nada sedihnya. Kan daritadi ia hanya bercanda, menahan agar dirinya tidak menjerit senang. Siapa yang tidak bahagia jika Saturnus se-panik itu ketika dirinya tiba - tiba menghilang dan tidak bersuara?
"Lo kemana aja sih? Bikin gue khawatir aja. Gue pikir lo tidur atau pingsan tadi." sahut Saturnus seadanya. Ia ingin tahu, apa yang dilakukan Lea tadi sampai membuatnya se-panik itu. Jujur saja ia benar - benar panik ketika Lea tiba - tiba menghilang seperti tadi.
"Jawab dulu, gak suka ya teleponan sama Lea?" tanya Lea lagi tak menggubris pertanyaan Saturnus sama sekali, ia keukeuh ingin supaya pertanyaan terakhirnya tadi dijawab dulu oleh Saturnus.
"Lo mau jawaban jujur atau jawaban bohong?" tanya Saturnus akhirnya. Lea jika sudah kepo memang tidak bisa diganggu gugat. Ini salah satu yang tidak disukai Saturnus dari dalam diri Lea. Lea terlalu keras kepala dan tidak bisa diatur. Lea selalu mementingkan keinginannya agar tercapai. Lea hampir sama dengan dirinya, terlalu ambisius.
"Keduanya." sahut Lea singkat.
"Oke. Mau yang mana dulu nih?" tanya Saturnus menahan senyumnya. Lea ini selalu bisa mengubah moodnya menjadi lebih baik. Kadang ia bisa kesal dan gembira di waktu bersamaan, hanya karena tingkah lucu Lea.
"Mau yang bohong dulu deh Saturnus, kalau jawaban bohongnya apa?" tanya Lea dari seberang sana. Asyik sekali teleponan dengan Saturnus ternyata. Mulai besok ia akan sering meneror Saturnus pagi - pagi buta begini deh. Semoga saja Saturnus tidak mem-block nya.
"Gue gak suka di telepon sama lo Lea." sahut Saturnus menahan senyumnya agar tidak terbit. Entah kenapa Saturnus tidak mau mengakuinya bahwa Lea mampu membuatnya tersenyum.
Lea terdiam, menajamkan pendengarannya. Apakah ia tidak salah dengar?
"Kalau jawaban jujurnya?" tanya Lea lagi yang sudah menahan degupan jantungnya yang sudah ingin melompat - lompat keluar dari tempatnya, dan pipinya sudah bersemu merah. Astaga! Lea ingin menghilang dari bumi sekarang juga!
"Suka." sahut Saturnus dengan jawaban yang singkat, padat dan jelas.
DEG!!!!!
Tuhan bolehkah Lea terbang ke awan sekarang? Tapi tolong jangan hempaskan Lea ke bumi! Sungguh! Lea benar - benar gila sekarang. Hanya mendengar jawaban singkat yang Saturnus katakan saja mampu membuat Lea sangat bahagia. Sangat, sangat, sangat, sangat bahagia!
"Halo? Lo kenapa lagi Lea? Kenapa diam lagi?" tanya Saturnus kembali dengan nada cueknya.
"Gak ada kenapa - kenapa Saturnus, heheheehehe maaf, gue hanya bahagia saja tadi." sahut Lea cengengesan dari seberang sana
"Bahagia karena?" tanya Saturnus menaikkan sebelah alisnya.
"Karena... Karena lo suka kalau gue telepon. Besok - besok gue telepon lo lagi boleh?" tanya Lea dengan nada memohon, berharap Saturnus mengizinkannya.
"Hm... Tergantung mood gue aja ya, kalau gue lagi free ya gue angkat, kalau gue lagi sibuk ya gue tolak." sahut Saturnus seadanya. Ia hanya tak mau memberikan harapan lebih ke Lea. Ia takut dibilang PHP. Nyatanya ia belum bisa membuka hatinya untuk Lea.
"Iya gak apa - apa Saturnus, lo udah jawab kaya gitu aja gue udah seneng banget kok." ucap Lea tersenyum senang, tak apa walaupun Saturnus tak bisa melihat senyumnya, tapi yang jelas hatinya berbunga - bunga. Sangat!
"Sekarang gantian gue yang tanya ke lo Lea." ujar Saturnus tiba - tiba dengan nada seriusnya.
Lea yang mendengar perubahan nada Saturnus dari seberang sana, seketika ikut tegang dibuatnya. Apa yang ingin Saturnus tanyakan padanya? Kenapa suaranya sangat serius sekali? Pasti ini sangatlah penting untuk Saturnus. Oke! Tarik nafas Lea, lalu hembuskan, tarik lagi, hembuskan lagi. Lea bisa, pasti bisa, jangan gugup Lea, semangatnya untuk diri sendiri di dalam hatinya.
"Saturnus mau nanya apa?" tanya Lea pada Saturnus dari seberang sana.