"Alasannya..." sahut Lea langsung terdiam dan menggantungkan kalimatnya.
"Apa Lea? Apa alasannya? Gue ingin tahu. Jangan buat gue ngerasa penasaran, Lea." ucap Antariksa menahan dirinya agar tidak terlalu kentara bahwa dirinya sangat ingin tahu apa alasan Lea. Apapun yang Lea pikirkan, Antariksa harus tahu.
"Lea ingin mencintai Saturnus dengan cinta yang abadi Antariksa." sahut Lea dengan nada polosnya. Lea tak peduli jika Antariksa akan berpikir bahwa dirinya tak punya harga diri mengejar-ngejar Saturnus sampai seperti ini. Yang jelas, Lea ingin berjuang... Berjuang hingga Saturnus luluh dan mau membalas cintanya. Apapun yang terjadi... Sampai jangka waktu yang tak dapat ditentukan, tak apa. Lea akan tetap menunggu, sampai Saturnus melihatnya.
"Gue bingung Lea. Apa sih yang lo lihat dari Saturnus? Sampai cinta lo sebuta ini ke dia? Apa yang dia lakukan hingga ngebuat lo sampai seperti ini?" tanya Antariksa pada Lea, hatinya sangat sakit. Sakit sekali. Kenapa ia harus mencintai sahabatnya sendiri? Menyakitkan sekali. Mencintai tanpa dicintai sama sekali.
"Lea... Lea gak tahu Antariksa. Maaf... Maaf kalau Lea gak bisa jawab pertanyaan Antariksa. Maaf Antariksa." sahut Lea dengan volume suara yang mengecil. Lea menundukkan wajahnya, ia merasa bersalah dan merasa takut jika Antariksa marah. Bagaimana jika Antariksa marah padanya? Bagaimana jika Antariksa menurunkannya di jalan dan tidak peduli lagi padanya? Bagaimana jika... Bagaimana jika... Hanya itu yang ia pikirkan sekarang.
"Gue gak masalah kalau lo gak bisa jawab pertanyaan gue Lea. Gue tahu jawabannya. Bahkan tanpa lo kasitahu, gue udah tahu jawabannya Lea." sahut Antariksa tersenyum kecil dari kaca spionnya. Mana bisa ia marah pada Lea? Ia selalu saja memaafkan Lea.
"Maaf Antariksa... Lea gak bisa bilang apapun selain maaf. Apa Antariksa lelah dengar Lea curhat tentang Saturnus terus? Apa Lea gak boleh curhat lagi sama Antariksa tentang Saturnus? Terus Lea bisa curhat sama siapa kalau bukan sama Antariksa?" tanya Lea dengan raut wajah sedih dan takutnya. Lea takut. Takut jika Antariksa bosan padanya, bosan mendengarkan curhatnya, bosan menemaninya disaat dirinya merasa kesepian.
"Boleh Lea. Kapanpun lo butuh gue, gue akan berusaha untuk selalu ada buat lo. Tentang Saturnus pun, akan gue dengarkan. Itu kan gunanya sahabat?" tanya Antariksa pura-pura bahagia. Padahal nyatanya hatinya begitu hancur dan sakit. Antariksa selalu berjuang namun sama sekali tak terlihat oleh Lea. Dan Lea selalu berjuang namun Saturnus tak pernah melihatnya. Apakah nasib mereka bisa dikatakan sama?
"Makasih Antariksa. Makasih udah selalu ada buat Lea. Lea sayang banget sama Antariksa sebagai sahabat Lea. Lea senang banget kenal Antariksa." ucap Lea dengan sorot mata berkaca-kaca. Bukan. Kali ini Lea bukan ingin menangis karena sedih, namun karena terharu. Antariksa selalu saja membuatnya bahagia. Antariksa selalu saja membuatnya merasa terharu.
Andai aja lo bisa sayang ke gue kaya lo sayang ke Saturnus, Lea. Pasti gue akan menjadi laki-laki yang paling bahagia di dunia ini karena disayangi oleh lo, Lea. Sayangnya... Gur hanya berandai-andai. Andaikan itu bahkan mungkin tak akan menjadi kenyataan. Apakah gue gak bisa dapat kesempatan se-spesial Saturnus? Apakah gue gak dapat tempat di hati lo seperti Saturnus? Sekali aja... Gue ingin merasakannya, Lea... Ucap Antariksa di dalam hatinya. Antariksa memang pengecut, sama sekali tak berani mengatakan apa yang ia rasakan pada Lea. Padahal ini hanya Lea. Hanya Lea... Namun kenapa rasanya begitu sulit? Padahal hanya mengatakan, 'Lea... Gue sayang lo. Sayang sebagai perempuan, bukan sebagai sahabat gue.' Padahal hanya seperti itu, kenapa begitu sulit mengungkapkannya?
Antariksa tak sadar jika dirinya terdiam dan tidak merespon perkataan Lea. Hingga Lea merasa bingung. Bingung karena Antariksa tak menjawabnya, tak biasanya Antariksa seperti ini. Antariksa selalu meresponnya. Ada apakah dengan Antariksa? Apakah sebenarnya Antariksa marah padanya? Namun Antariksa tak mengatakan itu karena menjaga perasaannya?
Mereka berdua sama-sama terdiam. Sama-sama berpikir harus berkata apa...
Rasanya sepi... Ketika Antariksa terdiam dan tidak meresponnya... Apa yang harus Lea katakan sekarang?
"Antariksa? Kok Antariksa gak respon Lea? Antariksa kenapa? Antariksa marah? Kenapa marah sama Lea?" tanya Lea memberanikan diri. Perjalanan dari rumahnya ke sekolah terasa begitu panjang. Rasanya begitu lama sampainya... Apakah ini hanya perasaannya saja atau memang lintasannya memanjang?
Antariksa tersenyum tipis. Akhirnya Lea tak sabar dengan kebisuan ini. Ini yang ia cari. Ia ingin Lea mau membuka suara duluan. Agar tak selalu dirinya yang membujuk Lea dan mengawali pembicaraan.
"Enggak Lea... Gue gak marah, kan gue udah bilang, kalau gue gak akan pernah bisa marah sama lo, apapun yang terjadi. Gue gak kenapa-kenapa Lea. Gue hanya... malas bicara... Hehehe maafin gue ya. Mungkin lo ngerasa aneh ya? Aneh kalau gue tiba-tiba gak jawab perkataan lo kan?" tanya Antariksa tersenyum kecil. Ia merasa senang, senang sekali. Rasanya... Rasa senang itu datang bersamaan dengan rasa sakitnya. Sakit ketika ia ingat bahwa Lea mencintai Saturnus, hanya Saturnus yang ada dihati Lea.
"Makasih Antariksa. Antariksa baik banget. Iya Antariksa, Lea ngerasa aneh, soalnya gak biasanya Antariksa kaya gini gak respon Lea. Lea pikir... Lea ada salah sama Antariksa." sahut Lea dengan volume suara yang kecil. Ia takut saja... Takut jika Antariksa marah padanya. Walaupun Antariksa bilang tidak marah, siapa tahu saja dalam hatinya sebenarnya marah kan?
"Enggak Lea, lo gak ada salah kok. Sama sekali gak ada salah. Jangan ngerasa gitu ya sayangnya gue...?" ucap Antariksa tersenyum miring. Apakah Lea akan marah jika dirinya bilang begitu? Tidak! Sepertinya tidak. Lea mana bisa marah dengannya, lebih tepatnya tak berani. Ia tahu jika Lea sangat sayang padanya, walaupun hanya sebagai sahabat, tapi apakah Lea bisa berubah pikiran? Apakah ada harapan untuknya bisa menjadi sama seperti Saturnus di hati Lea?
"Ha... Sayangnya Antariksa? Bukannya Antariksa suka sama perempuan lain?" tanya Lea sedikit tak percaya. Apakah ia salah dengar? Tak mungkin Antariksa menyukainya kan? Mana mungkin? Tidak. Tidak. Ini tidak mungkin. Sangat tidak mungkin...
"Iya gue memang sedang suka sama perempuan lain, tapi lo yang utama Lea. Gue selalu suka lo... Sebagai sahabat gue. Lo segalanya buat gue Lea. Apapun itu, semua tentang lo." sahut Antariksa dengan senyuman manisnya. Antariksa sangat tampan, siapapun yang melihat Antariksa tersenyum seperti ini pasti akan tersipu dan merona. Antariksa sangat tampan. Andai saja kalian melihat Antariksa tersenyum, dipastikan akan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi kenapa Lea tak suka padanya?
"Hm.. Tapi Lea suka Saturnus, Antariksa... Gimana dong? Lea jadi ngerasa gak enak sama Antariksa. Antariksa sejak kapan suka Lea? Kok baru jujur sekarang sama Lea?" tanya Lea merasa tak enak hati dan sekaligus terkejut. Apakah benar Antariksa menyukainya? Sejak kapan? Kenapa Lea baru tahu sekarang? Kenapa Lea tak merasakan itu?
"Gue suka lo sebagai sahabat gue, Lea. Hanya itu... Lo tenang aja, gue dukung lo kok sama Saturnus. Lo tahu kan kalau gue hanya ingin lo bahagia. Apapun itu gue akan dukung asal itu positif." sahut Antariksa dengan berbohong. Apakah kalian tahu bagaimana perasaan Antariksa sekarang? Hancur... Sangat hancur. Sakit, sakit sekali Lea. Tapi Antariksa hanya bisa diam, dan menutupi perasaannya.
"Makasih Antariksa... Makasih udah selalu jadi sahabat yang baik buat Lea. Lea yakin kalau Lea gak akan temukan sahabat seperti Antariksa dimanapun." ucap Lea tersenyum haru.
"Sama-sama Lea. Memangnya lo sesuka itu ya sama Saturnus?" tanya Antariksa penuh harap.