"Lo... Lo gak salah Lea. Sudah lah, gak usah minta maaf ya. Lupakan saja. Mungkin gue memang sedikit ngerasa gak enak badan makanya gue pusing. Gue matikan ya teleponnya?" tanya Saturnus akhirnya. Ia semakin merasa tak enak jika harus membuat Lea menangis terus karenanya. Ia ingin menyudahi semuanya, ia ingin berhenti menelepon. Ia ingin berpikir jernih sejenak. Agar ia tahu apa yang harus ia lakukan.
"Kenapa Saturnus ingin matikan teleponnya? Saturnus gak suka ya teleponan sama Lea?" tanya Lea dengan nada suara sedihnya. Kenapa Saturnus selalu saja menghindarinya? Ia hanya ingin Saturnus selalu ada di dekatnya. Ia tak ingin jauh-jauh dari Saturnus. Ia butuh Saturnus. Sangat butuh. Ia mencintai Saturnus lebih dari apapun.
"Enggak Lea, bukan gitu maksud gue, Lea. Gue ingin matikan teleponnya karena gue ingin lanjut tidur, ngantuk gue. Gue butuh tidur sebentar aja. Setelah itu kan harus ke sekolah, biar gue gak ngantuk di sekolah, gue lagi gak enak badan Lea. Tolong ngertiin gue sedikit aja Lea." sahut Saturnus kehabisan kata-kata. Ia tak tahu lagi harus bicara seperti apa agar Lea mengerti maksud dari perkataannya. Ia hanya tak ingin menyakiti Lea, tapi semua yang ia lakukan seakan-akan menyakiti hati Lea.
"Yaudah... Saturnus tidur aja kalau gitu, tapi teleponnya gak usah dimatikan ya? Lea ingin dengar Saturnus tidur, boleh kan Saturnus? Gak usah dimatikan teleponnya ya? Biar Lea bisa dengar dengkuran Saturnus... Hehehe..." ucap Lea tertawa kecil. Apakah permintaannya ini sangat menyusahkan Saturnus? Ia hanya ingin mendengar bahwa Saturnus memang benar-benar tidur dan tidak membohonginya, disamping itu ia ingin selalu ada di dekat Saturnus. Karena itu penting baginya. Ia harus selalu ada disaat Saturnus butuh teman. Ia harus selalu ada untuk Saturnus kapanpun Saturnus membutuhkannya.
"Ha? Maksud lo gimana Lea? Gue... Gue gagal paham. Gak ngerti gue, Lea." sahut Saturnus mengerutkan alisnya di seberang telepon sana. Lea tak melihatnya bahwa ia bingung. Lea selalu membuatnya bingung, tapi Saturnus tak bisa lakukan apapun.
"Teleponnya jangan dimatikan, taruh aja di samping telinga Saturnus, Saturnus gak usah ngomong, Saturnus tidur aja. Lea cuma pengen dengar Saturnus tidur. Lea masih kangen soalnya. Nanti kalau di sekolah pasti Saturnus jauhin Lea lagi kan?" ucap Lea dengan suara sedihnya. Saturnus selalu saja berusaha menjauhinya. Saturnus selalu saja tidak menghiraukannya kalau sudah di sekolah. Padahal Lea ingin sikap Saturnus di sekolah padanya sama seperti sekarang. Sebenarnya Saturnus sangat manis dan menggemaskan.
"Aduh... Gak usah kaya gitu Lea. Yaudah gue gak jadi tidur deh, gue teleponan aja sama lo biar kangen lo ke gue sedikit berkurang, sampai gue harus siap-siap berangkat sekolah. Enggak Lea, gue gak akan jauhi lo kalau di sekolah, gue janji. Gue akan rubah sikap gue ke lo Lea. Percaya sama gue." ucap Saturnus bersungguh-sungguh. Ia harus bisa membuat Lea sedikit bahagia karenanya, agar tak hanya sedih yang Saturnus berikan pada Lea. Lea sudah cukup berjuang, ia harus bisa menghargai itu. Lea sudah cukup terluka karenanya, setidaknya ia harus bisa membuat Lea tak merasakan luka lagi.
"Ah gak mau Saturnus! Kasihan Saturnus... Saturnus tidur aja gak apa-apa kok. Tapi teleponnya jangan dimatikan sampai nanti Saturnus bangun. Lea hanya ingin dengar suara Saturnus pas Saturnus tidur. Itu saja kok. Kenapa sih gak boleh Saturnus?" tanya Lea dengan suara sedikit kesal. Ia merasa Saturnus mulai ingin menjauhinya lagi. Padahal Saturnus mengatakan tidak, apa Saturnus akan membohonginya?
"Orang tidur gak ada suaranya Lea. Bukannya gue gak ngebolehin, hanya saja permintaan lo sedikit aneh bagi gue." ucap Saturnus menggeleng-gelengkan kepalanya pelan di tempatnya. Tak tahu lagi, kenapa ia mau nurut saja dengan apa mau Lea. Padahal Lea bukan siapa-siapanya. Biasanya Saturnus tidak mau diganggu, tapi saat ini ia rasa ia akan sering diganggu oleh Lea. Namun menyedihkannya Saturnus tidak bisa protes sama sekali.
"Ih ada Saturnus, itu dengkuran kan suara pas tidur namanya? Lea hanya ingin dengar Saturnus mendengkur, pasti suaranya sangat merdu. Permintaan Lea gak aneh kok Saturnus, kan Lea hanya mengungkapkan apa yang Lea mau gitu, memangnya menurut Saturnus Lea salah ya? Yaudah deh kalau Lea salah, Lea minta maaf sama Saturnus." ucap Lea dengan suara pasrahnya. Ia merasa dirinya serba salah di depan Saturnus. Apakah ia hanya membebankan Saturnus saja? Ia rasa jawabannya iya. Pasti Saturnus tertekan karena kehadirannya. Haruskah ia pergi dari hidup Saturnus agar Saturnus tenang? Tapi pertanyaan selanjutnya adalah... Apakah ia sanggup pergi dari hidup Saturnus? Tidak! Lea tidak bisa jauh dari Saturnus.
"Enggak Lea, lo gak salah. Berhenti minta maaf terus sama gue. Gue semakin pusing kalau lo kaya gini. Please jangan buat gue semakin ngerasa bersalah Lea. Gue... Gue bingung Lea. Jangan buat gue semakin ngerasa bingung. Lo mau apa aja gue akan lakukan Lea, tapi jangan pojokkin diri gue kaya gini. Gue sudah berusaha jaga perasaan lo, agar lo gak terluka." ucap Saturnus hampir menyerah berbicara dengan Lea. Lea selalu saja seperti ini. Lea benar-benar keras kepala, sama seperti dirinya.
"Lea tahu Lea salah Saturnus, tapi Lea gak tahu gimana cara yang benar Saturnus. Lea gak mau buat Saturnus pusing dan Lea juga gak mau buat Saturnus bingung. Lea ingin Saturnus tenang seperti biasanya, Lea gak ada niat kok untuk ngusik hidup Saturnus. Lea hanya lakukan apa yang Lea ingin lakukan, Lea niatnya cuma mau hibur Saturnus aja biar Saturnus enggak kesepian. Lea tahu Saturnus lagi butuh teman curhat kan?" tanya Lea dengan suara setengah takut. Ia takut Saturnus malah semakin marah padanya. Ia tak mau itu terjadi. Perjuangannya sampai bisa mendekati Saturnus sangatlah sulit, ia tak mau semuanya sia-sia begitu saja.
"Lo... Lo baik banget sama gue Lea. Sempat-sempatnya lo perhatiin gue, sampai tahu gue kesepian dan butuh teman curhat. Memang yang lo katakan itu benar Lea. Gue emang kesepian dan butuh teman curhat. Tapi gue gak tahu, gak tahu apa yang harus gue lakukan, gue gak tahu mau curhat sama siapa. Gue terlalu dingin di mata orang-orang. Gue seakan-akan gak punya teman baik." sahut Saturnus dari seberang teleponnya. Ia hanya perlu jujur apa yang ia rasakan. Sepertinya Lea bisa di percaya. Sepertinya Lea akan bisa menjaga rahasianya. Saturnus memang merasa dirinya kesepian akhir-akhir ini. Semuanya hanya tameng agar ia bisa berpura-pura kuat disaat ia merasa banyak memiliki masalah.
"Kan sekarang ada Lea. Saturnus bisa curhat sama Lea aja. Kalau Saturnus butuh teman curhat, Saturnus hubungi saja Lea. Lea pasti bakal datang dan ada disaat Saturnus butuh Lea. Siapa bilang Saturnus gak punya teman baik? Terus Lea gimana? Kan Lea teman baik Saturnus. Lea itu sayang banget sama Saturnus. Lea gak akan maksa kok supaya Saturnus jadi pacar Lea, Lea bisa jadi teman dekat Saturnus aja Lea udah senang banget Saturnus." ucap Lea tersenyum kecil dari seberang telepon.
Mungkin Saturnus memang tidak bisa melihat dirinya tersenyum, tapi mungkin Saturnus bisa merasakannya. Dirinya tahu, Saturnus laki-laki yang sangat peka. Walaupun Saturnus cuek dan dingin terhadap perempuan lain, tapi Lea merasakan bahwa Saturnus tulus padanya, tulus mau berteman dengannya, tulus ingin membuatnya bahagia dan membuatnya tak terluka lagi. Lea sangat menghargai itu. Ia harus belajar lebih mengerti Saturnus, agar Saturnus tidak berubah terhadapnya.