Chereads / Pernikahan Paksa Tanpa Cinta / Chapter 5 - Dosen Randy

Chapter 5 - Dosen Randy

Keysa hanya senyum-senyum sendiri, menatap kearah ku.

"Masa kau tidak paham dengan arah ucapanku?" tawa Keysa.

"Apa? Aku benar-benar tidak paham!"

"Kakakku takut kau melirik laki-laki lain, dia cemburu!" tawa Keysa.

"Mana mungkin! Dia itu pria robot, dia tidak punya hati. Dia tidak mungkin bisa jatuh cinta, apalagi pada wanita sepertiku," ucapku tidak percaya.

"Kenapa tidak mungkin? Sebelumnya juga, Kakakku pernah jatuh cinta pada seorang wanita. Dan dia pernah saling mencintai. Aku percaya, lambat laun kau yang akan memiliki hati dan cinta Kakakku yang kau panggil robot angkuh itu," tawa Keysa.

"Sudahlah, jangan dibahas lagi!" ucapku.

"Kenapa? Apa kau merindukan Kak Gilang sekarang?" tawa Keysa.

"Apa? Aku? Kenapa?"

"Apa orang rindu itu harus punya alasan! Kau itu ternyata benar-benar tidak pintar Andini. Kau harusnya bahagia, bisa mendapatkan cinta Kakakku yang jarang diberikannya pada seorang wanita. Kakakku itu laki-laki mahal, dia tidak suka disentuh oleh sembarang wanita," tawa Keysa.

"Benarkah?" ucapku tak percaya.

"Kau tidak percaya? Apa kau pikir aku ini tukang bohong?"

"Lalu menurutmu, aku harus bagaimana? Jujur, aku takut sekali bila berhadapan dengan Kakakmu itu. Dia itu seperti laki-laki aneh! Terkadang baik, tapi kadang-kadang sangat buruk. Sikapnya tidak dapat ditebak! Mungkin hanya dia dan Tuhan yang tahu, apa isi hati manusia macam Kakakmu!" ucapku sambil tersenyum.

"Jangan suka meledek Kak Gilang, kalau sudah jatuh cinta, kau akan merasakan cinta dari seorang pangeran!" ucap Keysa sambil tersenyum.

"Pangeran apa? Pangeran es yang dinginnya melebihi dingin di kutub Utara? Haha... Maafkan aku Keysa! Tapi Kakakmu itu, tidak ada bakat jadi laki-laki romantis. Tidak!" ucapku benar-benar tidak percaya.

Saat sedang asyik mengobrol, tiba-tiba datang seorang gadis berambut pendek menghampiri kami. Dia memakai kaos hitam dengan celana jeans selutut.

"Kau Andini ya! Kau yang tadi ngobrol dengan Dosen Randy kan?" ucapnya sambil tersenyum.

"Mengobrol? Kau benar-benar mendekati laki-laki, Andini? Akan aku laporkan pada Kak Gilang sekarang!" ucap Keysa sambil menahan tawa.

"Huh... Apa-apaan! Aku tadi tidak sengaja menabrak tubuh Pak Dosen itu."

"Jangan panggil Bapak, dia masih muda! Bahkan lebih muda dari Kak Gilang!" tawa Keysa.

"Oh, iya kenalkan, namaku Sisi," ucap wanita itu menjulurkan tangannya.

"Aku Andini, senang berkenalan denganmu!" ucapku sambil tersenyum.

"Kau suka dengan Dosen Randy?" tanya Sisi.

"Aku? Tidak!" ucapku kaget.

"Benarkah?"

"Memangnya kenapa? Kau itu terlalu banyak bertanya!" ucap Keysa kesal.

"Aku lihat tadi Dosen Randy membeli bunga di toko bunga disamping tempat kuliah kita. Aku dengar, bunga itu untuk mahasiswi baru bernama Andini. Itu kau kan!" ucap Sisi.

"Mungkin kau salah dengar! Aku bahkan baru pertama kali bertemu dengannya," ucapku sambil tersenyum.

"Mungkin cinta pandangan pertama," ucap Sisi.

"Tidak boleh. Dosen Randy itu milikku! Hanya milikku!" teriak Keysa membuatku spontan menutup telingaku.

"Aku kan sudah bilang, aku tidak tertarik pada dosen mu itu!" ucapku kesal.

"Benar???"

"Iya..."

"Sungguh??"

"Iya, aku tidak suka pada laki-laki itu!" ucapku dengan nada tinggi, setengah berteriak.

Tak lama, aku menatap dosen itu datang menghampiri kami dengan senyum manisnya. Dosen tampan itu membuat semua mahasiswi histeris menyambut kedatangan. Randy berhenti dihadapan kami. Wajah tampan, putih, berpostur tinggi dan berhidung mancung, membuat semua mahasiswi jatuh hati padanya. Dosen itu berjalan semakin dekat kearah ku. Sinar matanya seolah memancarkan cahaya cinta di matanya.

Aku menatap Sisi dan Keysa sudah menggeliat seperti seekor ulat bulu. Mereka terpesona dengan wajah tampan sang dosen . Sementara dosen itu masih tersenyum menatap kearah ku.

"Bunga untukmu!" ucap dosen itu sambil mengecup pipiku.

Aku melotot, menatap keberanian dosen itu. Apa dia tidak takut dipecat jadi dosen dengan tingkah lakunya yang seberani itu pada mahasiswinya?

Aku mundur beberapa langkah dari tempat berdirinya dosen itu. Sementara Keyla dan Sisi terkejut, sambil menutup mulut mereka. Aku sendiri sangat terkejut, karena Gilang saja yang sudah jadi suamiku tidak pernah melakukan hal itu, Kenapa dengan dosen ini? Apa dia sudah tidak waras?

Aku menyerahkan bunga mawar yang diberikan dosen itu pada Keysa, lalu berjalan pergi tanpa bicara sepatah katapun. Aku keluar dari gedung kampus itu, berjalan menjauh, sejauh-jauhnya.

Apa yang akan dilakukan dosen itu padaku jika aku tetap ada disana? Aku masih terus berjalan, entah kemana kakiku membawaku berjalan. Sampai tiba-tiba, suara klakson mobil mengejutkanku.

"Brum... Tin... Tin..."

Aku menoleh kearah mobil itu, aku menatap Gilang yang membunyikan klakson mobil itu. Gilang keluar dari mobil, lalu menarik ku masuk kedalam mobil itu.

Dia tidak bicara, tapi matanya menatap tajam kearah ku. Buas seperti akan menelanku hidup-hidup. Aku menundukkan kepalaku, aku benar-benar takut pada dia, tidak marah saja menyeramkan, apalagi jika marah... Mungkin aku akan pingsan!

"Mau kemana?"

Setelah beberapa lamanya dia membisu, akhirnya dia berani bertanya padaku.

"Aku mau pulang!" ucapku.

"Kenapa kau mau dicium oleh dosen mu yang mesum itu?"

"Apa?"

"Aku tahu semuanya. Tidak usah kaget! Jangan bertindak seperti wanita murahan. Apa kau benar-benar sebegitu rendahnya kah, sampai membiarkan laki-laki itu mencium mu?" ucap Gilang yang membuat air mataku tiba-tiba saja mengalir deras.

Ada kata yang begitu menusuk hatiku, ada rasa sakit saat aku mencerna perkataan Gilang padaku. Apa aku serendah itu? Kenapa dia bisa mengucapkan kata-kata menjijikkan itu padaku. Aku bukan wanita murahan, aku tidak pernah menggoda dosen itu. Dosen itu yang tiba-tiba saja mencium pipiku. Tapi sudahlah, untuk apa aku menjelaskan pada laki-laki ini. Dia juga tidak akan mau dengar alasanku. Biarkan saja, dia mau berkata apapun padaku. Aku pasrah...

Air mataku mengalir membasahi pipiku, mengingat ucapan dan kata-kata dari bibir Gilang. Aku lebih memilih diam, dan tak menatap kearah wajah pria sombong itu.

Aku menghapus air mataku, menahan kesedihan yang dibuat oleh laki-laki yang kini menjadi suamiku. Aku harap, hatiku bisa kuat untuk menghadapi semua sikap dan perilaku Gilang padaku. Hiks... Hiks... Hiks...