Chereads / Catatan Okta / Chapter 3 - Pembullyan

Chapter 3 - Pembullyan

Saat tes benar-benar telah selesai semua dan jam istirahat pun sudah mulai, Okta pun bangkit dan berniat pergi ke kantin sambil terus memperhatikan isi dompetnya yang kian menipis.

"Hari ini bos sudah mengirim gaji terakhir ku. Kemungkinan di ATM ada 5 juta, dan.. uang yang ada di dompet ini hanya sisa 200.. bahan makanan sudah habis jadi pulang nanti pasti belanja. Di tambah.. sekarang ada Gama, jadi sepertinya aku akan belanja lebih banyak dari biasanya" katanya murung. Saat dia lengah, tiba-tiba saja ada orang yang berjalan melewatinya dan mengambil dompet yang dia pegang tadi.

"Eeeh.. cuman 200 ribu, untuk apa?" Kata perempuan itu sambil mengeluarkan semua uang yang ada di dompet milik Okta.

"Sa-Salsa.. jangan di amb-" baru saja dia mau merebut dompetnya tiba-tiba saja datang laki-laki bertubuh tinggi dan mendorongnya ke belakang sampai jatuh ke lantai. Semua orang yang ada di lorong itu melihat ke arah mereka.

"Fikri.. lihat ini, tadi pagi dengan sengaja dia menginjak sepatu yang baru saja aku beli. Kan jadi kotor" kata Salsa memelas. Laki-laki setinggi hampir 2 meter dengan kulit sedikit hitam tampak kesal menatap Okta yang terlihat kesakitan terduduk di lantai.

"Ta-tapi kamu sendiri yang-"

*PLAK..

kali ini dia terkejut karna ada sesuatu yang memukul bagian belakang kepalanya dengan keras.

"HEEHHHH!!!! MALAH SEMAKIN JADI YAH" kata seorang gadis yang baru saja tiba. Gadis berambut ikal agak kecoklatan itu memiliki mimik wajah yang mirip dengan Salsa ini bernama Rika dan satu lagi perempuan yang datang bersamanya dengan rambut pendek yang bernama Mia.

"Nih, aku kembalikan dompet mu. Lain kali bawa uang lebih banyak yah minta pada ibu mu, ups maaf.. kau kan hidup sendiri, tidak punya orang tua" kata Salsa sinis dan mereka bertiga tertawa sambil pergi meninggalkan Okta yang tertunduk duduk di lantai dengan tubuh gemetar.

Semua siswa yang melihatnya tidak bisa melakukan apapun dan hanya bisa melihatnya saja karna tidak ada yang berani dengan Fikri yang memiliki tubuh besar.

Seorang laki-laki yang memakai flanel kotak-kotak serta kacamata dan tas ransel di punggungnya pun langsung menghampiri Okta dan membantunya merapihkan isi dompetnya yang bertebaran.

"Ta, kamu gapapa?" Tanya laki-laki itu. Okta pun tersentak seakan baru tersadar dari lamunannya.

"A- ehe iya dit, gapapa ko" kata Okta tersenyum dan mengambil dompetnya. Meski bilang begitu, Adit yang merupakan satu kelas yang sama dengan Okta tidak merasa demikian.

"Kamu belum makan kan? Ayo bareng, biar aku yang bayar nanti" ajak Adit, tapi Okta yang masih tersenyum pun menggeleng.

"Aku ga laper ko. Makasih yah tawarannya" kata Okta bergegas pergi kembali menuju kelas meninggalkan Adit disana.

Di tengah perjalanan kembali ke kelasnya. Dia bertabrakan dengan seseorang saat akan berbelok sampai terjatuh di lantai.

"Yaampun.. sekarang apa lagi" pikirnya menggaruk kepalanya dan mendongak untuk melihat siapa yang baru saja dia tabrak. Matanya terbelalak saat melihat sosok laki-laki yang sempat bersamanya tapi dia baru saja mengkhianati nya semalam.

"Oh, Okta yah.." kata Evan yang memakai kaus hitam serta celana jeans itu mencoba membantu Okta berdiri tapi Okta langsung menepis tangannya.

"Tidak perlu, terimakasih. Aku tidak mau di anggap perempuan yang suka mengejar-ngejar pacar orang" katanya berdiri dan membersihkan celananya. Evan yang berdiri disana tampaknya tetap tidak merasa bersalah sama sekali.

Saat Okta mau melanjutkan langkahnya, Evan langsung menahan tangan gadis itu dan membalikkan tubuhnya agar mereka saling berhadapan.

"Apa lagi yang kau mau" kata Okta kesal.

"Aku hanya mau meluruskan sesuatu" katanya datar. Okta pun melepaskan tangan Evan Darinya dan menunggu penjelasan darinya.

"Sebenarnya saat itu aku mau menjemput mu bekerja dan memutuskan hubungan kita secara langsung, tapi aku tidak tau kalau kau pulang lebih awal dari biasanya" katanya santai sambil menggaruk kepalanya. Keduanya terdiam dan suasana menjadi hening.

"Kalau hanya itu yang mau kau katakan kurasa tidak perlu. Lagi pula aku sudah tidak merasakan apapun padamu. Terimakasih untuk semuanya selama 2 tahun ini, aku pergi dulu" katanya langsung berbalik meninggalkan Evan. Untuk sesaat Evan ingin menghentikan Okta lagi tapi dia menahan diri.

Di kelas, dia duduk sendirian di tempatnya karna tidak ada orang yang mau berteman dengan Okta entah apa alasannya.

*Srek..

Okta yang sedang memendamkan wajahnya di meja pun mengangkat wajahnya saat mendengar suara plastik di hadapannya lalu melihat seseorang yang membawakan plastik itu.

"Huuhhh.. Adit.. aku sudah bilang kan kalau aku tidak lapar" kata Okta mengerutkan keningnya menatap Adit yang berdiri di sebelahnya sambil mengunyah roti isi.

*Krrruk..

Okta pun tersentak saat tiba-tiba perutnya bersuara dan dia menjadi semakin malu saat Adit menunjuk ke arah perutnya. Dengan rasa malu dia pun mengambil satu roti lapis dan memakannya perlahan.

"Terimakasih" katanya pelan. Adit yang masih mengunyah makanannya pun hanya mengangguk lalu memberikannya satu botol air mineral ke Okta.

"Maaf aku tidak membantu mu saat di lorong tadi, padahal aku ada disana" kata Adit merasa tidak enak.

"Emm?? Oh itu.. hahaha tidak perlu di pikirkan" kata Okta ceria. Adit pun beranjak dan duduk di bangku yang ada di depan Okta.

"Semalam kau kerja pulang jam berapa sampai lupa kalau hari ini ada tes?" Tanya Adit penasaran. Saat Adit menanyakan itu Okta sempat berhenti mengunyahnya tapi dia kembali melanjutkan makannya.

"Aku di pecat" katanya pelan.

"Loh, kenapa?" Tanya Adit heran.

"Biasa, mengacau. Tidak mungkin kan aku di pecat karna mencuri" katanya mengangkat bahunya.

"Ookeee.. ngomong-ngomong tadi kan kau kesiangan? apa kau tau ada dua orang pencuri menyusup ke rumah yang ada di sekitar rumah mu. Pencurinya tertangkap, tapi dia bilang kalau mereka masuk ke dalam rumah berisi seorang anak kecil. Apa kau tau soal itu?" Saat Adit mengajukan pertanyaan itu Okta pun terdiam sampai roti yang dia makan terjatuh, untung saja jatuhnya di atas meja.

"GAWAT!!" Katanya panik bergegas mengeluarkan HP-nya dan mengetik sesuatu.

"A-ada apa?" Tanya Adit kaget.

"Gawat gawat gawat.. aku lupa kalau aku meninggalkan Gama di rumah tanpa ada makanan sama sekali" pikirnya panik. Kepanikannya bertambah saat dia mengetahui kalau saldo yang ada di dalam aplikasi ojek online miliknya habis.

Tanpa berkata-kata lagi dia pun bergegas merapihkan barang-barangnya dan memasukkan nya ke dalam tas.

"Hei hei hei tunggu dulu!!" Kata Adit langsung berdiri dan menghalangi Okta untuk pergi. Karna kegaduhan yang mereka buat, seisi kelas pun menoleh ke arah mereka.

"Adit, minggir" kata Okta terengah-engah.

"Kelas sudah mau mulai dan tes masih berlangsung, kau pikir kau mau kemana?" Tanya Adit.

"Ada yang lebih penting dari itu. Sekarang minggir atau aku akan mendorong mu?" Kata Okta mengancam. Adit pun melirik ke atas lalu kembali melihat Okta.

"Coba saja" katanya menantang sambil menyeringai.

Tanpa basa-basi Okta benar-benar mendorong Adit dan mencoba menerobosnya. Tapi tanpa mereka sadari ternyata tepat di belakang Adit ada Salsa dan kedua temannya sambil membawa minuman di gelas plastik. Minuman itu sedikit tumpah dan mengenai pakaian yang Salsa pakai.

Okta pun terbelalak saat mengetahui hal itu dan membuat Salsa marah.

"Ya- Sal- maaf. Aku tidak sengaj-" *PLAK

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi gadis itu dan membuatnya terdiam.

"Semakin hari kau aku biarkan malah semakin jadi yah" kata Salsa geram dan menarik kerah kemeja yang di kenakan Okta.

Wanita itu terus menarik Okta dan mendorongnya ke papan tulis yang ada di depan kelas sampai tersungkur di lantai. Karna keributan itu bukan hanya membuat perhatian di dalam kelas, tapi semua orang yang lewat di depan kelas itu juga terhenti untuk melihat ada apa didalam sana.

"Kau pikir enak tersiram es coklat? Lebih baik rasakan sendiri.." kata Salsa sambil perlahan menuangkan es yang dia bawa dan menyiramnya di atas kepala Okta.

"Hei hei hei ada apa ini?" Tiba-tiba saja datang pria bertubuh besar masuk ke dalam kelas itu dan menghampiri Salsa.

"Fikri.. lihat deh. Gara-gara dia baju ku jadi kotor" kata Salsa memelas. Fikri pun tampak kesal mendengarnya dan mencengkram kepala Okta dengan tangan besarnya. Semua murid yang melihatnya pun ikut ketakutan dengan apa yang akan di lakukan oleh Fikri ke Okta.

Tapi, ada satu hal yang membuat suasana tiba-tiba menjadi hening. Saat Fikri akan memukul Okta dengan tangannya yang lain, dia tidak bisa menggerakkan nya karna ada seseorang yang dengan santainya berjongkok di atas meja guru sambil memegang tangan besarnya.

"Hei ayolah para senior. Masa hanya karna minuman tumpah kau mau memukul perempuan sih" kata anak laki-laki yang memakai kaus krem serta jaket hitam dan topi pet.

Pandangan semua orang kini tertuju pada anak yang masih dengan santainya berjongkok di atas meja guru membelakangi Fikri.

"Maaf senior. Bukan bermaksud mengganggu, tapi aku sarankan lebih baik sudahi saja masalah ini" katanya lagi masih terlihat santai. Fikri pun melepaskan tangannya dari Okta dan mendekati laki-laki tadi. Ketegangan semakin memuncak saat kedua orang itu saling menatap, tapi..

"Cih, anak SMA yang sedang berkunjung yah. Lain kali kau tidak akan ku lepaskan" katanya  sambil pergi begitu saja.

"Untuk kakak yang duduk di lantai" panggil laki-laki itu melirik ke arah Okta dan membuatnya tersentak.

"Bukankah tadi kakak buru-buru? Cepatlah pergi, nanti terlambat" katanya santai. Okta pun mendongak melihat laki-laki yang terlihat datar itu lalu mengangguk dan bangkit lalu berniat pergi.

"EEIIITT.. tunggu dulu, urusan mu dengan ku belum selesai" kata Salsa menahan Okta.

Laki-laki yang masih berjongkok di meja guru itu pun menghela napas lalu turun dari sana dan melepaskan tangan Salsa dari pundak Okta dan memintanya pergi. Okta pun mengangguk lalu bergegas keluar.

"Heh anak miskin. Kau pikir kau siapa!!" Kata Salsa geram.

"Aku? Aku Rendra, aku kesini hanya untuk melihat-lihat isi kampus tempat aku mau mendaftar. Maaf kalau lancang, tapi aku sama sekali tidak perduli walau harus di keluarkan dari tempat ini. Selama ada orang macam kalian, aku tidak akan tinggal diam" katanya dengan mata tajam melihat ke arah Salsa dan membuatnya takut.

"Nah, aku pergi dulu. Adik ku seperti nya tersesat dan hilang entah dimana" katanya berjalan perlahan meninggalkan keramaian itu.

Adit yang berada di tengah-tengah kerumunan itu benar-benar terpaku melihat anak bernama Rendra tadi dan bergegas mengejarnya keluar.

***********

*BRAK..

Okta yang baru saja tiba di rumahnya pun langsung membuka pintu rumahnya dengan kasar dan bergegas masuk untuk mencari Gama.

"GAMA!! GAMA KAU DIMANA?" Teriak Okta panik.

*Klek

Pintu kamar mandi yang ada di kamarnya itu pun perlahan terbuka dan sesosok anak kecil keluar dari sana dengan wajah tampak keheranan melihat gadis yang lebih tua darinya ini tampak kacau.

"Yaampun.. bikin khawatir saja" kata Okta merasa lega dan meletakkan tas selempang nya di atas kasur.

"Gama hanya menggunakan toilet" katanya dengan wajah polos.

"Hahaha iya iya.. maaf, kakak yang terlalu berlebihan" kata Okta tertawa. Gama pun berjalan perlahan menghampiri Okta dan melihat wajah, baju, serta tasnya yang terlihat tidak baik.

Dia pun kembali melihat wajah Okta dengan mata berkaca-kaca dan memasang wajah cemas.

"Haha tidak apa-apa, tadi di kampus aku hanya sedikit ceroboh" kata Okta tersenyum.

Gama tampaknya bisa menerima hal itu begitu saja dan terlihat sedikit lebih tenang.

"Kau pasti lapar kan? Kita makan keluar yuk sambil belanja ke minimarket. Kau mau beli jajan?" Tawar Okta dan anak itu pun tampak kegirangan dengan tawaran itu sampai dia melompat-lompat.