Chereads / Paman Memanjakanku Setiap Hari / Chapter 7 - Pengalaman Pertama

Chapter 7 - Pengalaman Pertama

"... Apa kau akan menamparku?"

Mungkin apabila berada di posisi Alana, semua orang sudah melakukannya. Bagaimanapun dialah yang berada dalam masalah di sini …

Pernyataan Angga ini membuat kepalanya pening dan perutnya seperti terlilit. Alana tidak tahu berapa lama dia berdiam diri, hingga berkata, "Paman …"

"Ya?"

Alana mendongak. Kedua tangannya dia satukan dan berkata dengan memohon, "Aku tidak ingin kau melakukan apapun untukku. Tidak ada yang perlu disalahan di sini. Kurasa sebaiknya kita melupakan kejadian malam itu dan berpura-pura tidak mengingatnya, ya?"

"..." Angga terdiam dan berpikir bahwa dia salah mendengar ucapan Alana.

"Paman. Kau juga tahu pasti saat itu kau tidak bepikir dengan rasional. Aku mabuk dan hangover. Tidak mengingat dengan jelas kejadian malam itu juga. Jadi, bisakah kita melupakannya?"

"..."

Wajah Alana memerah dan menatap Angga dengan serius.

"Itu adalah pengalaman pertamamu ..."

Hah! Kau tidak perlu mengingatkan hal itu juga padanya! Dia juga tahu itu adalah pengalaman pertamanya! batinnya menjerit.

"Memangnya ini jaman apa? Kita hidup di jaman modern yang serba bebas! Hal ini bukanlah masalah besar. Jika memang begitu, apa kau ingin menikahiku, hm? Sungguh kau tidak masuk akal!" ucapnya dengan kesal. Dia bohong kalau tidak menyesali perbuatannya. Tapi dibandingkan dengan ini, bagaimana kalau dia mengandung anak dari pria dingin ini? Dia tidak bisa membayangkannya.

"Mengapa tidak?" Angga juga terkejut saat mengatakannya.

"Ha? Kau tidak benar-benar ingin menikahiku, kan? Kau bercanda, bukan?" Mata Alana berkedip cepat, dan kemudian buru-buru melambaikan tangannya. "Tidak mungkin. Usiamu lebih tua dariku! Dan kau juga bukan tipeku! "

"..."

Mengapa Angga merasakan kemarahan di dalam dirinya saat mendengar perkataan Alana barusan?

"Paman, biar kuperjelas, oke? Saat itu aku mabuk. Aku tidak ingat apa-apa, dan kau tetaplah seorang pria juga yang bisa tergoda. Aku memahamimu karena itu!"

"..." Kemarahan dalam diri Angga memuncak.

"Lagipula, aku tahu kebiasaanku saat mabuk. Mungkin aku benar-benar menggodamu, jadi aku tidak menyalahkanmu ... Begitu kau kembali ke Inggris besok, lupakanlah masalah ini. Aku juga akan melupakan apa yang terjadi malam itu. Oke?"

"..." Perkataan Alana diluar digunaannya.

Bagaimana dia bisa mengatakan untuk melupakannya?!

"Paman?" panggil Alana.

Meskipun Angga harus pergi jauh ke ujung duniapun, jika dia bersalah dia tidak akan lari dari masalah.

Selain itu, mengapa Alana menganggap hal ini masalah enteng? Atau dirinya masih menginginkan Alana? Menginginkan gadis itu kepelukannya?

Mabuk, masuk sembarang ke kamar orang asing, dan mengenakan bajunya tanpa izin. Banyak kesalahan yang gadis itu buat dan dia berkata kepada Angga untuk melupakannya?

Angga mengeluarkan sebuah kartu nama dari dompetnya. "Ada nomorku di situ. Jika kau berubah pikiran dan menyesalinya. Hubungi aku."

"Tidak, tidak perlu—" Sebelum Alana selesai berbicara, kartu nama itu sudah tergenggam di tangannya.

"Oke."

Angga menghela nafas lega dan berkata, "Aku akan mengantarmu pulang."

"Tidak usah, Paman. Hanya butuh lima belas menit berjalan ke asrama dari sini. Aku akan pergi dulu."

Tolong segeralah kembali ke Inggris, dan semoga kita tidak akan bertemu kembali! doa Alana dalam hati.

Sebelum Angga menjawab, Alana sudah berbalik pergi dan menjauh dari Angga.

Angga merasakan rasa hampa saat sosok kecil itu perlahan menjauh darinya.

Dia tetap berdiri di sana dan diam untuk waktu yang lama. Untuk beberapa saat, perasannya campur aduk, tidak berdaya, menyesal, bersalah, kesal ... dan tertekan.

Ketika dia hendak pergi, dia samar-samar melihat Alana melempar sesuatu ke tempat sampah ...

Amarah yang tadi dia tahan, muncul kembali!

Itu adalah kartu nama pemberiannya tadi!

______

Setelah sampai di kamar asramanya ekspresi wajah Alana terlihat hampa.

Jessica terlihat baru saja mandi. Melihat Alana kembali, dia mengangkat kedua alisnya bertanya, "Pamanku mentraktirmu makan sesuatu yang enak, bukan?"

Membuat Alana kembali memikirkan Angga dan yang ada malah menyebabkan rasa kesal di dalam dirinya. Setelah mendengarkan pertanyaan itu, dia langsung meledak marah. "Dia mentraktirku? Aku yang mentraktirnya, oke! Aku yang membayar semua makanan kami! Pamanmu itu, untung aku masih bisa sabar!"

"Hah? Tidak seperti dirinya saja? Pamanku benar-benar membuatmu mentrakirnya? Kau membayar semua makannya?"

"Tidak seperti dirinya?" jawab Alana dengan nada menyindir. "Dia itu manusia dingin berhati iblis! Tidak ada yang bisa kulakukan!" gumamnya.

"Apa kau bilang?" tanya Jessica.

Jessica tidak mendengar gumamnya dengan jelas, tetapi merasa jika Alana sedang mengeluhkan sesuatu.

"Bukan apa-apa!" jawab Alana cepat.

"Alana, apa kau tidak bersenang-senang tadi dengan paman? Apakah pamanku ... memarahimu?"

Jessica berpikir bahwa pamannya tidak akan begitu, tetapi melihat Alana yang sangat marah, dia jadi ragu.

"Jessica Putri Baskoro", panggil Alana.

"Em, ya?" Dia tiba-tiba memanggil Jessica dengan nama lengkapnya dengan nada sangat serius, membuat suasananya lebih serius juga.

Alana menatap Jessica, dan setelah beberapa saat dan berpikir untuk mengatakan ini kepada Jessica. Berhentilah mengagumi pamanmu yang kau banggakan itu. Dia mengambil kesempatan dalam kesempitan pada gadis yang mabuk. Apa yang pantas dikagumi dari kelakuannya itu?

Dan melihat mata Jessica melotot kaget, warna matanya yang cerah sedikit berbeda dengan kornea mata Angga mata yang gelap. Alana membatin.

Dia langsung berbaring ke ranjangnya. Seluruh tubuh dan wajahnya dia tutupi dengan selimut. Dia tidak bisa mengatakannya! batin Alana frustasi.

"Lana?"

Jessica menjadi semakin khawatir melihat bahwa Ana berbaring di ranjangnya diam tidak bergerak. Dia langsung berinisiatif menelepon Angga.

Alana tidak terlalu memperhatikan Jessica, sampai -

"Paman, Apakah kau habis memarahi Alana? Dia—"

"Ah! Aku baik-baik saja, aku baik-baik saja, kok! ... Um!"

Alana melompat dari ranjang, namun kepalanya malah terbentur pagar besi ranjang di atasnya. Alana kesakitan dan menepuk-nepuk kepalanya.

"Apakah kau baik-baik saja? Mana yang terbentur?"

"Terbentur?" tanya Angga dari seberang telepon.

"Ah, itu … Alana terbentur besi ranjang"

Alana melambaikan tangannya panik ke Jessica dengan. Setelah rasa sakitnya lumayan reda, dia dengan enggan berkata, "Aku baik-baik saja, kok. Cepat, tutup teleponnya!"

Jessica berkedip bingung, dan melihat tingkah laku aneh Alana, dia mematikan telepon dengan pamannya.

"Aku benar-benar baik-baik saja, kok. Tadi pamanmu makan banyak sekali, dan kau tahu kan, aku sedang bokek ... Hanya sedikit kesal karena itu ..." gumamnya pelan.

Alana tidak berani membuka matanya.

"Hah? ... hanya karena itu? Haha. Alana, kau sungguh lucu! Berapa sih yang dia habiskan? Biar kuganti dengan uangku."

"... Kamu tidak akan mampu membayarnya" jawab Alana pelan.

"Apa?"

"Hei, tidak perlu menggantinya. Tidurlah dulu! Aku akan mandi."

Alana tersenyum ke arahnya, lalu mengambil beberapa potong baju ganti dan pergi ke kamar mandi.

Jessica menggaruk rambutnya yang tidak gatal dan duduk saat Angga kembali menelponnya.

"Paman, kenapa kau membiarkkan Alana membayar semua makanannya?"

"Apa lukanya cukup parah?" tanya Angga.

"Hah?" Jessica terdiam sejenak dan kemudian tersenyum. "Oh, tidak apa-apa. Alana berkepala besi. Dia basanya jatuh dari ranjang atas dengan kepala dahulu dan baik-baik saja setelahnya. Memangnya ada apa, Paman? Ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?"

"..." Angga diam untuk beberapa waktu.

"Paman?" panggil Jessica.

"Satu setengah bulan lagi adalah ulang tahun kakekmu, kau harus ingat dan mempersiapkan segalanya", ucap Angga.

"Baik."

"Yasudah, itu saja. Aku tutup."

Angga meletakkan teleponnya, mengusap pelipisnya, dan mendesah ringan.

Gadis kecil itu benar-benar tidak peduli ….