"Alana, ada apa denganmu? Kenapa diam saja?" Namun yang ditanyai hanya bergumam tidak jelas. Gadis itu duduk terdiam memikirkan sesuatu.
"Um ... Paman, izinkan aku memperkenalkan klub kami."
Apa? Dia memanggilku Paman? Apakah aku setua itu di matanya?, batin Angga terheran-heran.
"Paman, klub menyanyi dan dansa kami, yakni klub Mentari sekarang memiliki sekitar empat puluh anggota dari adik tingkat hingga senior, dan telah mengikuti beberapa kompetensi dansa besar maupun kecil. Kali ini, klub ingin mengadakan kompetensi menyanyi dan dansa besar di akhir tahun ...", ujar Alana bersemangat.
Angga melihat Alana tampak bersemangat, tanpa rasa gugup dan cemas seperti tadi. Wajahnya berubah cerah saat membicarakan klub menyanyi dan dansanya. Mulutnya yang kecil itu terbuka dan tertutup saat berbicara, membuat Angga merasakan kilas balik kejadian yang penuh gairah tadi malam di kamarnya.
Badan kecil itu menggeliat di bawah selimut, lalu tiba-tiba bangkit dan duduk bersila saat mendengar langkah kakinya memasuki kamarnya. Wajahnya dihiasi senyuman konyol, membuat Angga bertanya-tanya apa yang ada di dalam pikiran Alana saat itu.
Melihat seseorang yang seharusnya tidak berada di ranjangnya, reaksi pertama Angga adalah harus segera memanggil Jessica. Tetapi saat akan bangkit dari ranjang, Alana berteriak, "Jangan pergi!"
Angga melihat gadis itu, yang hanya mengenakan kemben dan pakaian dalam berwarna merah muda, merangkak ke arahnya dengan gerakan menggoda.
Kedua matanya membentuk sebuah senyuman dan wajah kecilnya memerah karena karena efek mabuk. Badannya sedikit lebih berisi. Dimata Angga, gadis itu terlihat mempesona sekaligus imut.
Alana bergerak perlahan. Meskipun ranjangnya besar, gerakan yang dibuat Alana membuatnya tidak tahan, hingga dibawanya Alana ke dalam rengkuhan tangannya.
Kulit panas dan halus itu menimbulkan menimbulkan efek seperti sengatan listrik saat dia sentuh! Tanpa sadar, Angga melepaskan rengkuhannya, namun sesuatu kembali merengkuhnya. Alana mengusap-usapkan wajahnya manja di antara kakinya yang sensitif, hingga merangsang jiwa prianya.
"Siapa namamu?", tanya Angga pelan.
Angga menebak-nebak tipe gadis seperti apa Alana ini.
"Aku? Namaku Alana Kanigara! Boleh panggil Alana, Lana, terserah! Alana yang cantik dan imut, hehehe …"
Angga samar-samar mengingat bahwa Jessica pernah menyebutkan nama gadis ini. Ketika dia mencoba mengingatnya, dia menemukan bahwa Alana masih menggosok-gosok selangkangannya.
Bagaimanapun Angga adalah pria normal, apabila terus diperlakukan seperti itu, dirinya tidak yakin bisa menahan godaan ini.
Bahkan jika gadis imut ini terus menggodanya seperti ini, dia tidak yakin akan menolaknya. Akibatnya, saat belum memutuskan akan berbuat apa, Alana sudah membuka mulutnya ...
Mata Angga menggelap dalam gairah. Dia memegang dagu kecil itu dengan satu tangan besarnya, dan segera membuka resleting celananya, kemudian ...
"Paman, bagaimana menurutmu?"
Pertanyaan Jessica dan suara celotehan Alana membuat Angga sadar dari lamunan kotornya.
Angga menyesap kopinya untuk meredakan tenggorokannya yang kering dan berujar, "Mensponsori klub kalian? Apa keuntungannya?"
Jessica berkedip, tidak pernah berharap bahwa pertanyaan itu diajukan pamannya. Ia yakin pamannya yang baik pasti setuju.
Alana dan Jessica memiliki jabatan yang berbeda di klub, meskipun dengan jabatan yang berbeda mereka tidak pernah berpikir untuk memanfaatkan orang lain demi kepentingan dan keuntungan mereka semata. Pertanyaan Angga barusan membuat mereka sedikit jengkel.
Angga menatapnya, seolah menunggu jawaban. Tetapi Alana tidak suka cara dia memkaungnya, tatapan yang seolah-olah menembus dirinya.
Wajah muda khas dua puluhan itu di usianya yang sudah berkepala tiga dan aura mengerikan yang terpancar darinya! Alana tidak tahan!
"Um ... Paman, aku akan menjelaskan lebih dahulu dan paman bisa menilai tawaran kami nanti", ujarnya pelan.
Alana tersenyum padanya dan berkata perlahan, "Universitas Indonesia Merdeka adalah salah satu universitas top di Indonesia yang juga terkenal di Jakarta. Jika kau mensponsori acara kami, yakni 'Mentari Song and Dance Club', kami akan mempromosikan bisnis kau."
Agga terdiam, tetapi tersenyum dengan lembut yang membuat perasaan Alana semakin tidak karuan.
Jessicamenghela nafas. "Alana bodoh. Kau seperti tidak tahu pamanku saja! Jika dia ingin berpromosi di kampus kita, itu gampang sekali!"
"Paman, katakan saja padaku apa maumu!"
Jessicamelanjutkan dan berkata, "Alana merasa jika paman dan keponakannya tidak dapat dipercayai!"
"Promosi yang aku bicarakan bukanlah tentang menjual dan memperluas reputasi perusahaan kau!" Alana segera menyela.
"Oh?"
"Pada musim kelulusan sebelumnya, meskipun kampus kami tidak lebih baik dari universitas top lainnya, sudah ada 500 mahasiswa yang lulus bekerja di perusahan-perusahan besar. Promosi ini dapat menguntungkan kau. Adu bakat antar mahasiswa yang menjadi target utama kami! Semakin besar perusahaannya, semakin kecil kesempatan untuk masuk ke perusahaan itu, bukan?"
Angga menatap Alana dengan senyuman tipis yang terukir di wajahnya.
"Paman, tidakkah kau harus memikirkan penawaran besar ini?", ujar Jessicadengan penuh harap.
Alana telah memikirkan ini dengan baik, saat berpikir tentang kualitas dan reputasi sekelas Grup Baskoro, dirinya mengkhawatirkan banyak kampus elit lain yang tertarik menjalin kerjasama dengan Grup Baskoro.
"Aku khawatir hanya ada sedikit mahasiswa yang benar-benar menarik perhatianku," kata Angga terus terang.
Alana mengerutkan bibirnya dan mengangkat alisnya tinggi, "Sedikit ... Lalu ada tujuan lain mungkin?!"
Angga merasa bahwa Alana cukup pintar, dan berkata terus terang, "Ya. Ada."
"Paman ... Bukankah ada seseorang yang membuatmu tertarik? Reynaldi Putra Wijaya?"
Alana memperhatikan ekspresi Angga dengan hati-hati, dan Jessicatercengang ketika mendengar kata-kata dari Angga selanjutnya.
Angga menyipitkan matanya dan berujar, "Aku medengar dia, Reynaldi, sangat terkenal."
"Tentu saja! Dia adalah Ketua Persatuan Mahasiswa Universitas, Jurusan Manajemen Bisnis, Jurusan Komputer dan Fisika, juga juara pertama Kompetisi Inovasi Sains dan Teknologi Nasional tahun lalu, dan Kompetisi Kewirausahaan Nasional tahun lalu, terus ..."
Angga mengangkat tangannya sedikit dan memberi isyarat Jessicauntuk berhenti. "Aku tahu semuanya."
Sebenarnya Angga memang tertarik dengan Reynaldi Putra Wijaya ini.
Reynaldi Putra Wijaya...
Pemuda itu memiliki otak, kecerdasan, dan kreativitas kelas satu. Berusia awal dua puluhan, berpenampilan menarik dan memiliki kontrol emosi yang baik. Angga sangat terkesan dengan Reynaldi saat dia magang di anak perusahaan Baskoro.
Biasanya orang-orang seperti Reynaldi, terutama anak muda seusianya, memiliki beberapa masalah dalam hal mengontrol emosi. Salah satunya adalah berego tinggi alias sombong. Tetapi Reynaldi berbeda. Dia sangat rendah hati. Orang yang rendah hati biasanya pemalu dan ragu-ragu, tetapi Reynaldi berbeda. Dia merupakan pemuda yang sangat hati-hati, berani, dan tegas.
Sudut mulut Alana terangkat membentuk senyuman. "Paman, jika kau mensponsori kami, aku membantumu berjuang untuk mendapatkan Reynaldi!"
Jessica menelan ludah karena gugup, matanya menatap lurus ke Alana.
Alana... apakah kau berencana untuk menjual Reynaldi? ujarnya tanpa bersuara menatap ke arah Alana di sebelahnya.
Angga mengetuk pelan meja dengan telunjuk jarinya. Dia menimbang-nimbang tawaran itu. Mereka akan membantunya mendapatkan Reynaldi?, batinnya.
"Apa hubungan antara kau, Alana, dengan Reynaldi ini?"
"Hei! Kau tidak perlu khawatir tentang itu, Paman! Tidak ada apa-apa di antara mereka berdua."
Angga memandang Jessica, dan Jessica hanya mengangkat bahunya. Apa hubungan antara Alana dan Reynaldi? Tentu saja tidak ada apa-apa di antara mereka. Jessicamembatin.
"Itu bagus. Jika kau berhasil membantuku mendapatkan Reynaldi, maka aku pasti sangat beruntung, dan aku mendapatkan banyak uang dari kalian."
"Paman, percayalah padaku. Aku akan membuatmu menghasilkan banyak uang!", ujar Alana semangat.
Angga mengambil kopinya dengan gerakan elegan dan berkata, "Kalau begitu aku menantikan hasilnya."