Terdengar suara hujan mulai turun, bau khas yang ditimbulkannya makin membuat kami tenang. Karena suhunya yang tiba-tiba berubah kami berkumpul di kamarnya Lilith dan Jasmine, dan adikku ini tetap memelukku. Aku sengaja tidak memintanya untuk melepaskanku, karena aku tau hanya ini satu-satunya cara agar kami bisa segera melihat wajahnya yang ceria.
"Yo, aku bawakan kalian teh hangat."
"Terimakasih."
Kami menghabiskan sepanjang malam dengan keheningan, meskipun begitu suasananya masih nyaman. Pada akhirnya Lilith melepaskan pelukannya, dan mulai meminum teh hangat.
"Lilith, bagaimana perasaanmu sekarang?"
"Hm, sudah lebih baik. Terimakasih semuanya, maaf merepotkan."
"Tidak, sama sekali tidak merepotkan. Justru kami sangat senang karena kau sudah lebih baik sekarang, dan aku berjanji akan lebih hati-hati lagi saat bersama kakakmu."
"Tidak kak Jasmine, aku tidak masalah dengan sikap kalian sekarang..."
"Sst... sudahlah, lebih berhati-hati bukan berarti aku akan menjauhi kakakmu. Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir, karena aku tidak mau melihatmu seperti ini lagi."
"Kak Jasmine..."
"Kemarilah, sekarang giliranku yang akan memanjakanmu."
Lilith beralih memeluk Jasmine, sungguh adikku ini benar-benar manja.
***
Sekarang sudah tengah malam, hujan sudah berhenti dan meninggalkan kehangatan yang nyaman.
"Apa dia tertidur?"
"Ya, dia tertidur di pangkuanku."
"Syukurlah."
"Lilith mirip denganku dulu, waktu kakakku masih ada, aku sering dimanja olehnya. Bahkan aku tidak bisa tidur jika tidak dibacakan dongeng olehnya, itulah kenapa aku mengerti perasaan Lilith sekarang. Sungguh, adikmu ini sangat manis Snow."
Jasmine meminta kami kembali ke kamar, agar kami bisa segera beristirahat. Tapi aku dan Shin tidak langsung ke kamar, kami pergi ke teras penginapan untuk menjernihkan pikiran.
"Hei Shin."
"Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba memanggilku dengan namaku?"
"Ayolah, aku sedang serius."
"Hahaha maaf, jadi ada apa?"
"Bagaimana hasil dari penyidikan bayanganmu?"
"Masih belum, data yang kuterima masih belum cukup."
"Begitu, hei... apa kau suka dengan Lilith?"
"Kenapa tiba-tiba kau menanyakannya?"
"..."
"Baiklah baiklah akan kujawab, jujur saja aku suka dengannya."
"Syukurlah."
"Woi! Kau kenapa?! Kenapa tiba-tiba suasananya menjadi sangat berat seperti ini?!"
"Hahaha tidak ada apa-apa, hanya saja... aku lega... setidaknya jika aku gugur dalam misi ada seseorang yang bisa menyayanginya selain aku."
Shin langsung berdiri, dan menarik kerah leherku. Dia mendorongku ke tembok penginapan dan menampar keras wajahku.
"Jangan berani-beraninya kau mengatakan itu lagi!"
"Shin..."
"Kau tidak akan mati dalam misi apapun!"
"Tapi bukankah peluang kematian kita sangatlah besar? Bahkan jika saat ini ada penyergapan tiba-tiba, bisa saja aku langsung mati disini. Maka dari itu setidaknya aku ingin ada orang yang bisa menjaga..."
Kali ini dia memukul wajahku sampai aku terjatuh dilantai, jujur saja rasanya sangat sakit.
"Aku tidak akan pernah membiarkanmu mati!"
"Hah?! Biacara apa kau ini?"
"Jawab pertanyaanku, apa kau pernah membunuh orang sebelumnya?"
"Tidak, aku tidak pernah."
Dia lalu kembali duduk, sambil memegang kepala dia menghembuskan nafas yang sangat berat. Aku juga ikut berdiri dan kembali duduk.
"Ada apa?"
"Tidak, tidak ada apa-apa. Berarti, apa kau sudah siap meninggalkannya sendiri? Dan apa kau sudah siap membiarkannya melihatmu tiada?"
Aku tidak berpikir sampai sana, perkataannya memang benar. Aku tidak siap untuk meninggalkannya sendiri. Kenapa bisa aku memiliki pemikiran yang sangat pendek, aku sangat bodoh.
"Terimakasih Shin."
"Sama-sama, aku mau tidur dulu, selamat malam Snow."
"Selamat malam."
***
Tepat pukul 8 pagi kami berangkat menyebrangi pulau, tubuhku sudah jauh lebih segar setelah bangun pagi tadi.
"Kak Shin! Kembalikan!"
"Hahaha, ayo ambil kalau bisa."
Adikku sudah kembali ceria, bahkan tadi pagi dia yang membangunkan kami.
"Sepertinya dia sudah kembali ceria ya Snow."
"Ya, syukurlah."
"Kak Shin! Kembalikan! Atau aku akan..."
"Kau akan apa?"
Lilith melompat dan menggelitiku seluruh tubuhnya Shin, melihat tingkah mereka membuat kami berdua tertawa.
"Hahaha! Tolong aku Snow!"
"Tidak mau, kau harus berusaha sendiri."
"Sialan kau Snow! Hahaha! Tolong!"
Sepertinya perjalan kami akan terasa lama.
***
Hanya butuh waktu selama 30 menit untuk menyebrang, dan kami akhirnya sampai di district H. Tempat ini jauh lebih sepi dari yang kubayangkan, aku menanyakan ke orang-orang tentang ciri-ciri rumah kami dulu, tapi tidak ada satupun yang tau.
"Apa kau lupa Snow?"
"Bukannya lupa, hanya saja ingatanku tentang jalan kesana samar, tapi ingatan tentang bentuk bangunannya masih tersimpan dikepalaku."
Karena hari sudah semakin siang dan kami sama sekali belum makan dari pagi, kami memutuskan untuk mampir sebentar ke kedai makanan di pinggir jalan. Tempatnya kecil tapi sangat nyaman, penjualnya juga sangat ramah.
"Anu... permisi pak, apa bapak tau tempat dimana kami bisa menemukan sebuah rumah yang terbuat dari kayu?"
"Kayu? Hem, sepertinya aku tau orang yang tinggal disana."
"Benarkah?!"
"Ya, hanya dia yang tinggal di rumah kayu yang agak jauh dari pusat kota. Kebetulan sekali dia bekerja disini, saya panggilkan dulu ya."
Syukurlah, masih ada harapan. Tapi, bukannya rumah itu seharusnya sudah tidak dihuni? Tak lama kemudian pemilik kedai kembali dengan membawa seorang wanita dewasa bersamanya, wajahnya sangat familar.
"Nah ini dia orangnya."
"Anu... sebenarnya ada apa ini boss?"
"Anak-anak ini tadi menanyakan rumah kayu di kawasan sini, dan dari yang kutahu hanya kau yang tinggal di rumah kayu."
Dia menatap tajam wajahku, bahkan dia mendekatkan wajahnya. Setelah memperhatikan wajahku dia beralih ke Lilith, dan saat melihatnya dia sangat terkejut.
"Yuno! Kau Yuno kan!"
"Eh? Nama saya..."
Aku langsung menyela Lilith, dan mulai mengatakan nama asli kami.
"Ya, dia adalah Yuno dan saya adalah Yama. Seingatku memang itulah nama kami sebelum ibu meninggal."
"Tidak mungkin! Kalian masih hidup! Syukurlah! Syukurlah..."
Dia langsung berlari dan memeluk kami berdua.
"Syukurlah..."
Untuk sementara kami membiarkannya, walaupun terlihat jelas kebingungan di wajah Lilith.
***
Kami akhirnya ditempatkan di ruang istirahat karyawan kedai, aku sengaja memintanya kepada pemilik kedai supaya kami bisa bicara tanpa takut ada informasi penting yang bocor. Terlebih lagi kami ini bukan manusia biasa, sebelumnya aku sudah meminta Shin mengajak Jasmine menunggu diluar, karena mau bagaimanapun dia tidak boleh sampai tau pekerjaan kami yang sebenarnya.
"Jadi, untuk memperjelas saja. Kami memang bernama Yama dan Yuno sewaktu kami masih kecil, lebih tepatnya sebelum kami dibawa oleh laboratorium. Setelah dari laboratorium ingatan kami dihapus, itulah kenapa kami sama sekali tidak mengingat anda ini siapa. Kami mohon maaf."
"Tidak, kalian tidak perlu meminta maaf. Lagi pula kejadian itu bukanlah salah kalian, tapi jika ingatan kalian dihapus kenapa kalian masih ingat dengan nama kalian? Ibu kalian? Bahkan tempat kelahiran kalian?"
"Ini terjadi beberapa minggu yang lalu, ada sebuah kejadian yang tidak bisa saya ceritakan detailnya. Tapi karena kejadian tersebut saya bisa mengingat semua itu, walaupun imbalan untuk mendapatkannya adalah keanehan di mata saya ini."
"Kau benar, matamu berbeda warna."
"Jadi, kalau boleh... kami ingin tau siapa anda sebenarnya?"
"Kau tidak perlu formal begitu, namaku adalah Hana dan aku adalah adik dari ibu kalian, Yuki."
"Jadi anda ini..."
"Ya, aku adalah bibi kalian. Tapi kalian sewaktu kecil selalu memanggilku dengan panggilan Kak Hana."
"Kalau begitu... Kak Hana apakah bisa kakak mengantar kami ke rumah? Dan apakah kakak tau dimana makam ibu?"
"Aku ingin sekali mengantar kalian kesana sekarang, tapi aku masih bekerja."
Tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu kami, saat kubuka ada Shin dan pemilik kedai membawakan beberapa minuman.
"Ini ada beberapa minuman, silahkan diminum dulu sebelum pergi."
"Pergi?"
"Kalian mau pulang kan? Tidak apa-apa kalau Hana pulang sekarang, lagipula dia jarang dapat tamu seperti kalian."
"Terimkasih boss, aku janji akan mengganti waktu kerjaku sekarang dilain hari."
"Ayolah Hana, tidak perlu sampai segitunya. Anggap saja ini hadiah karena kerja keras dan kesetiaanmu pada kedai kecil ini, lebih baik kalian cepat berangkat sebelum sore."
"Terimakasih!"
***
Kami akhirnya berangkat, tempatnya agak jauh dari kota. Kami harus melewati sebuah desa yang terletak di pinggiran kota, setelah itu kami harus sedikit naik bukit. Kak Hana bercerita kalau rumah kami adalah rumah terpojok di desa tersebut, jadi sangat jarang ada tetangga disekitarnya.
"Nah, kita sudah sampai."
Rumahnya terlihat sedikit berbeda, tapi bentuk utama dari bangunannya masih sama.
"Agak sedikit berbeda dengan ingatanku."
"Ya, aku menambahkan beberapa bunga didepannya agar lebih bagus dan beberapa perubahan lainnya. Tapi di dalam rumah masih sama seperti dulu, ayo masuk."
Kak Hana benar, ornamen bagian dalamnya masih sama. Saat yang lain pergi melihat-lihat, aku pergi menuju kamar yang kugunakan saat mangalami time paradox waktu itu. Dan benar saja, tidak ada perubahan sama sekali tapi masih terlihat bagus. Aku sedikit meneteskan air mata karena teringat kejadian waktu itu, sungguh aku benar-benar merindukannya.
"Yama? Ada apa?"
"Tidak, aku hanya merindukan ibu saja. Saat melihat kamar ini, aku jadi merasa sedikit... sedih."
Kak Hana sedikit mengelus kepalaku, perasaan ini... sama seperti ibu.
"Sudahlah, kita tidak bisa melawan takdir."
"Ya."
Kami kembali ke ruangan utama, dan disambut oleh Lilith dan Jasmine.
"Dimana Shin?"
"Kak Shin ada di depan pintu, dia bilang ada sesuatu yang harus ia periksa."
Aku datang menghampiri Shin, dia terlihat sedang memperhatikan lantai kayu rumah ini.
"Ada apa Shin?"
"Oh Snow, kebetulan sekali. Coba kau perhatikan lantai ini, ada bercak darah dan sepertinya sudah lama sekali."
"Darah? Oh ini darahku."
"Darahmu?"
"Ya, sewaktu mengalami time paradox leher, tangan, dan kakiku ditusuk oleh profesor tepat didepan pintu."
"Tapi, bukankah ini aneh. Seharusnya darahmu ikut lenyap saat time paradox selesai, tidak mungkin darahnya bisa seawet ini."
Shin benar, bahkan air mataku saja saat mencapai tanah langsung menghilang tapi kenapa darah ini tidak bisa hilang. Karena penasaran, kami kembali masuk dan menyakannya kepada Kak Hana.
"Maafkan atas ketidaksopanan saya, tapi ada hal penting yang ingin saya tanyakan."
"Eh, kamu temannya Yama ya?"
"Ya, dan pertanyaannya adalah darah siapa yang mengering lantai depan?"
"Ah... kamu melihatnya ya."
"Bisa anda jelaskan?"
"Ya, itu adalah darahnya Kak Yuki."
"Darah ibu?"
"Ya, waktu itu aku ingin berkunjung setelah sekian lama tidak kemari. Tapi saat sampai aku mendapati rumah ini berantakan, pintunya hancur, perabotannya banyak yang rusak. Aku sempat khawatir dengan apa yang terjadi pada kalian, sudah kucari keseliling bukit tapi tidak ada satupun petunjuk yang kutemukan. Lalu ada seorang pria datang dengan membawa benda besar yang tertutup kain putih, dia bilang kalau itu adalah mayat Kak Yuki. Awalnya aku tidak percaya, tapi saat dia membukanya... aku sangat terkejut sekaligus sangat sedih."
"Pria itu bernama Light, saya benar kan?"
"Ya, itu namanya. Dia juga menjelaskan kalau yang melakukannya hal kejam pada Kak Yuki adalah dia sendiri, jujur saja saat itu aku sangat syok. Dan dengan santai dia menggali tanah disebelah rumah dan memakamkannya, aku yang masih sangat syok hanya bisa duduk lemas dengan kaki yang gemetaran. Setelah memakamkannya dia berpesan kalau itu adalah permintaan dari Kak Yuki sendiri, dan dia juga memintaku untuk tinggal disini karena katanya suatu saat akan ada 2 orang muda-mudi datang untuk melihat makamnya, sampai sekarang aku masih tidak percaya kalau semua yang ia ucapkan itu benar."
Professor menepati janjinya, baguslah. Dengan begini aku tidak punya hutang lagi, dan aku bisa membunuhnya dengan perasaan lega. Yah, itu urusan nanti, sekarang yang terpenting adalah...
"Kak Hana, bisa antar kami ke makan ibu."
"Ya, ayo ikuti aku."
Tepat disebelah rumah, makamnya ibu berada dan disekitarnya ada banyak sekali bunga-bunga yang sangat indah, sudah bisa kutebak pasti Kak Hana yang menanamnya. Berkat bunga-bunga ini makam ibu terlihat sangat indah, dan sangat sesuai dengannya sewaktu hidup.
"Jadi ini makamnya ibu, meskipun aku sama sekali tidak bisa mengingatnya tapi aku merasa sangat rindu dengannya. Terimakasih Kak Hana, karenamu aku dan Kak Snow bisa bertemu dengan ibu sekali lagi."
Kak Hana menangis mendengar ucapan adikku ini, dia memeluk perlahan Lilith dan terus-menerus terisak.
"Maafkan aku ya Yuno... seandainya saja aku... datang lebih cepat pasti Kak Yuki akan selamat... dan aku tidak akan kehilangan kalian... maafkan aku."
Lilith yang mendengar permintaan maaf tulus darinya langsung ikut menangis dan memeluk balik Kak Hana.
"Tidak... ini bukan salahmu kak... semua ini adalah takdir... dan kita manusia tidak bisa melawannya..."
***
Setelah berdoa, kami diminta untuk istirahat. Lilith tidur dikamar, sedangkan Kak Hana dan Jasmine memasak di dapur. Aku dan Shin membereskan barang-barang kami, suasana ramai seperti ini tidak buruk sama sekali.
"Ini yang terakhir."
Setelah selesai, kami pergi ke teras rumah untuk bersantai.
"Apa dia benar-benar bibiku?"
"Ya, dia bibimu."
"Tau dari mana kau?"
"Aku memeriksa DNA kalian dengan bayanganku tadi, dan hasilnya cocok."
"Hei Shin, lagi-lagi kau memasukkan bayanganmu tanpa izin."
"Ayolah, ini demi keamanan. Kalau ternyata dia hanya seorang penipu, bisa habis kita ditangannya."
"Hahaha, ya terimakasih."
Hari semakin sore, matahari semakin turun. Banyak suara hewan-hewan malam mulai menghiasi sekitar pekarangan rumah, perlahan mataharipun tenggelam. Dan tepat saat itu juga, aku dan Shin merasakan tekanan energi negatif menuju kemari.
"Oi Shin, bukankah District H minim kriminalitas?"
"Ya, menurut data memang seperti itu, tapi yang namanya minim belum tentu tidak ada kejahatan bukan?"
"Hahaha... sepertinya ini akan sedikit merepotkan."
Perlahan tapi pasti, kami mulai melihat sosok yang muncul diantara bayangan pepohonan.
"Heh... sepertinya aku sedikit terlambat ya."
"Siapa disana?!"
"Tidak mungkin kau tidak mengenalku, kita pernah bertemu sebelumnya."
Aku benar-benar tidak tau siapa itu, dia hanya menunjukkan badannya saja sedangkan wajahnya tertutup bayangan malam.
"Ayolah, apa kau memiliki pendengaran buruk anak baru?"
"Suara ini, jangan-jangan kau ini..."
Secara perlahan wajahnya terlihat karena sinar rembulan, dan benar saja dia adalah...
"Aku adalah Rocka, lama tidak bertemu anak baru."
"Hahaha... sial sekali aku, apa yang kau lakukan disini?"
"Hem... aku mendapat perintah dari Light untuk menjemput seseorang disini."
Seseorang? Apa yang dia maksud? Apa jangan-jangan yang dia incar itu adalah aku?
"Aku tidak tau pasti, tapi aku harus menghentikanmu disini. Ayo Shin!"
Aku dan Shin langsung menyerangnya, gerakan kami sangat cepat. Shin melakukan teleport bayangan tepat di belakangnya dan mengunci tubuhnya, aku langsung mengeluarkan Y-MIRai dan mengarahkannya tepat di lehernya.
"Skakmat! Kau tidak bisa bergerak sekarang."
"Hah... dasar orang-orang bodoh."
Tiba-tiba saja ada tonjolan tanah menujam tubuhku dan membuatku terlempar jauh.
"Snow!"
"Sekarang giliranmu assassin."
Dia menusuk tubuhnya Shin dengan tanah yang sangat tajam, Shin langsung tergeletak ditanah.
"Shin!"
"Hei, tidak perlu berteriak. Aku masih hidup, lihat kebelakang."
Secara tiba-tiba Shin sudah berada di belakangku, dan ditubuhnya sama sekali tidak ada bekas luka.
"Wow... kau hebat juga assassin."
"Terimakasih."
Tunggu kalau ini adalah Shin, lalu tubuh yang ada disana itu siapa?
"Kau hebat juga assassin, bisa memanipulasi Gen.Xmu sampai segila itu."
"Apa maksudnya?"
"Terimakasih pujiannya, tapi itu hanya hal sepele. Aku hanya membuat tiruan dengan bayanganku dengan waktu singkat, sehingga aku bisa terhindar dari kejadian seperti tadi."
Keren! Dia benar-benar bisa mengubah bayangannya sesuka hati.
"Snow! Aku tadi mendengar suara yang sangat keras dari luar, ada apa ini?!"
"Jasmine! Jangan keluar, cepat masuk kedalam."
"Akhirnya keluar juga."
Rocka langsung bisa berada di tengah-tengah kami, dan memukulku dengan sangat keras sampai tersungkur di tanah.
"Snow! Kurang ajar kau!"
"Cara yang sama tidak berlaku untukku assassin."
Dia juga memukul keras Shin, dengan santai dia berjalan melewati kami dan berdiri tepat didepan Jasmine.
"Heh, jadi kau ya orangnya. Aku bisa merasakan sedikit energi dalam tubuhmu, benar-benar tubuh yang sempurna untuk ibu."
Jasmine terlihat ketakutan, dia tidak bisa bergerak sama sekali. Sial pukulannya tadi membuat kepalaku sangat pusing, aku tidak bisa mengendalikan keseimbangan tubuhku.
"Cukup sampai disini! Lepaskan keponakanku dan teman-temannya, jika kau tidak menurut aku tidak akan ragu menekan pelatuknya."
Kak Hana yang entah muncul dari mana dengan senapan laras panjang yang berada tepat di depan dahinya Rocka, dia terlihat sangat santai dengan tatapan serius Kak Hana yang lumayan menyeramkan.
"Oh, ada senjata seperti ini juga disini. Kukira perempuan yang tinggal disini hanyalan seorang pelayan biasa, tapi ternyata bukan ya."
"Benar sekali, aku adalah mantan perwira. Jadi mudah saja bagiku mengendalikan berbagai senjata, dan aku bisa saja membunuhmu sekarang juga."
"Oi oi nona, benda yang kau pegang ini cukup mengerikan untuk wanita secantik dirimu. Jadilah pacarku, dan kita tinggalkan tempat kumuh ini."
"Ah, aku dipanggil cantik. Senangnya, kalau saja kau bukan orang jahat aku sudah langsung menerima tawaranmu. Tapi sayang sekali, sepertinya tidak mungkin."
"Jahatnya... ini pertama kalinya aku ditolak wanita, jadi kenapa kau menolakku?"
"Karena kau akan mati disini."
Dengan senyuman manis diwajahnya Kak Hana melancarkan tembakan tebat dikepalanya, tapi rocka sama sekali tidak tumbang dibuatnya.
"Hahaha, sayang sekali padahal kau sangat cantik, tapi yang namanya perkerjaan tetap harus dijalankan."
Dia mendorong dan membanting Kak Hana, bahkan dengan mudahnya dia mematahkan senjata itu dengan satu tangan.
"Kak Hana!"
"Aku tidak mau berlama-lama berada di sini, langsung saja kubawa."
Rocka langsung menangkap Jasmine, dan membawanya pergi.
"Snow! Tolong aku!"
"Jasmine!"
Aku dan Shin berlari mengejarnya tapi dia dengan mudahnya menendang kami mundur, Sial! Sial! Sial!
"Membosankan sekali, kalau begitu sampai jumpa."
Dia membuka portal dan masuk kedalamnya, aku ingin mengejarnya tapi kepalaku terlalu sakit untuk menjaga keseimbangan tubuhku.
Sial! Aku tidak bisa menahannya, bahkan setelah berhasil melewati time paradox tapi aku masih saja lemah. Sial!
***
Kami berdua berakhir pingsan, dan bangun di pagi harinya. Tubuh kami dipenuhi luka memar, dan suasana rumah menjadi sangat berat. Sedari bangun sampai sekarang aku hanya menunjukkan wajah kesal, bisa-bisanya aku membiarkannya pergi. Sial!
"Kak... tenanglah sedikit, kalau kakak tidak bisa tenang luka-luka kakak tidak akan sembuh."
"Yuno benar, kau harus tenang dulu."
"Mana bisa aku tenang saat temanku dengan mudah diculik seseorang!"
Semua orang yang ada di rumah ini langsung terkejut dengan ucapanku barusan, ah sial aku terbawa emosi.
"Maafkan aku semua..."
"Tidak apa-apa, yang lebih penting lagi kita harus menyusun rencana untuk membawanya pulang..."
"Maaf karena menyela, tapi bagaimana anda bisa setenang itu setelah melihat beberapa hal tidak wajar semalam? Siapa anda sebenarnya?!"
"Kak Shin..."
"Ya, aku memaklumi rasa penasaranmu itu. Aku sebenarnya adalah mantan perwira di kemiliteran pusat, setelah laboratorium itu resmi didirikan di wilayah sini aku mendapat misi untuk mengawasi perkembangannya, jadi waktu itu aku berfikir untuk mampir ke rumah kakakku yang kebetulan juga ada di district ini, tapi saat aku datang kak Yuki malah sudah pergi jauh, dan sejak saat itu aku keluar dari kemiliteran dan menghuni rumah ini. Beberapa tahun setelahnya atasanku datang dan memberitau kalau laboratorium sudah dibubarkan dan anak-anak dengan kemapuan aneh disebar di seluruh negeri, dan dia memberikan banyak sekali data tentang pengguna Gen.X seperti kalian. Itulah kenapa sejak awal aku tidak kaget dengan perubahan yang ada di matamu Yama, aku juga sudah terbiasa dengan kekuatan diluar akal kalian."
"Terimakasih, dengan begini semua sudah jelas. Sekarang, ayo kita bersiap Snow. Kita akan membawa Jasmine kembali dengan selamat."
Kami mempersiapkan segalanya, mulai dari senjata, makanan kecil, dan beberapa peralatan pertolongan pertama. Tapi saat kami ingin melacak keberadaanya ada hal aneh yang mengejutkan kami.
"Tidak mungkin!"
"Ada apa?!"
"Aku melacaknya dengan bayangan yang kutinggalkan di tubuh Jasmine, tapi mereka tidak berada di district ini."
"Mereka ada di district mana?"
"Tidak di district manapun, mereka..."
"Kalau begitu mereka ada di negara mana?"
"Tidak bukan itu, mereka ada di... dimensi lain."
"Apa?! Bagaimana bisa?"
Tidak mungkin bisa berada di dimensi lain, bagaimana mereka melakukannya.
"Ah sial, kalau sudah begini aku terpaksa menggunakannya."
"Shin?"
Dia mulai mengumpulkan energi disekitar tubuhnya, dan muncul lingkaran portal yang sangat besar di bawah kakinya.
"With my blood, I call you the Darkness of Night, show your form, show your fangs, rise up my loyal servant, Kuro!"
Dari dalam portal keluar seekor serigala hitam dengan tanda aneh di kepalanya, serigala itu langsung menundukkan kepalanya.
"Saya datang memenuhi panggilan anda, Master."
"Dia bicara!"
Aku dan Lilith terheran-heran dengan apa yang ada dihadapan kami, tidak bsia dipercaya ada serigala yang bisa bicara.
"Dia adalah soulku, namanya Kuro. Dia seekor werewolf, saat bertarung melawannya dulu dia kalah dan memintaku untuk menjadikannya pelayanku."
"Tunggu, kalau dia seorang werewolf berarti dia juga bisa berwujud manusia."
"Tepat sekali, tapi dia lebih nyaman dengan wujud serigalanya."
"Anda pasti teman master saya, terimakasih karena telah mau menjaga master."
Serigala ini menunduk didepanku, untuk ukuran seekor soul dia terlewat sopan.
"Kuro, carilah ada di dimensi mana mereka sekarang."
"Ya master!"
Serigala ini mulai bediam dan mengeluarkan energi yang sangat luas, tanda aneh di dahinya bercahaya. Setelah beberapa detik terdiam, energinya kembali normal.
"Master, saya berhasil menemukan dimana mereka."
"Bagus, sekarang aku akan memasang titik hubung disini supaya kita bisa kembali dengan mudah. Kuro, bukakan gerbang menuju kesana."
"Baik! Awoo!"
Serigala itu melolong, dari lolongannya keluar sebuah portal yang sangat besar membentuk sebuah pintu. Tapi... bentuknya agak...
"Wah... bentuknya cukup keren juga ya, hahaha..."
"Yah, bagaimana lagi. Kuro seekor werewolf, awalnya aku juga ngeri sendiri melihat gerbangnya, tapi aku sudah mulai terbiasa. Baiklah, ayo kita berangkat."
"Ya master!"
"Kuro, kau tetap disini. Jagalah Lilith dan Hana, dan jika kau ikut dan kau terluka maka kami tidak akan bisa kembali kesini lagi. Kau mengerti?"
"Tapi... master, akan lebih mudah melawan orang sepertinya dengan wujud sejati saya."
"Itu memang benar, tapi jika kalah kita akan terjabak didalam sana untuk selamanya. Sudahlah, kami pasti kembali."
Wah, serigala ini jika dipikir lagi lebih seperti anjing yang tidak ingin ditinggal oleh tuannya. Sungguh, bisa seberapa jauh kemampuannya ini.
"Kakak berharti-hatilah, dan cepatlah kembali."
"Ya, aku pasti kembali dan membawa Jasmine kembali dengan selamat."
"Tunggu sebentar Yama, aku ada sesuatu untukmu."
Sesuatu? Apa itu?
"Bisakah kau kemari sebentar?"
Kak Hana memintaku masuk kembali ke dalam rumah, sebenarnya apa yang ingin dia berikan padaku?
"Ada apa kak?"
"Ini terimalah."
Dia memberikan sebuah kotak kecil, didalamnya ada 3 buah suntikan kecil dengan cairan biru didalamnya. Apa ini?
"Kalau boleh tau, apa ini kak?"
"Ini adalah serum pemulih."
"Tunggu! Serum! Kenapa benda seperti ini bisa berada di tangan..."
"Sst.. jangan terlalu keras, ini berbeda dengan serum X. Serum ini untuk memulihkan tubuhmu dalam sekejab, bisa juga berguna sebagai dopping. Tapi penggunaannya hanya boleh 1 saja dalam 24 jam, jika lebih dari itu bisa merusak tubuhmu. Aku sengaja memberimu 3 buah, karena untuk jaga-jaga jika kalian bertiga terluka, kau mengerti kan?"
"Ya, terimakasih."
Kak Hana mulai membelai wajahku dan mulai merapikan bajuku.
"Pulanglah dengan selamat, Yama."
"Ya aku janji."
***
"Kau siap Snow?"
"Ya, ayo kita selamatkan Jasmine!"
"Kuro, buka gerbangnya!"
"Awooo!"
***
"Kami pasti akan membawamu pulang."