Apapun yang kita lakukan hari ini, baik ataupun buruk
Semuanya akan kembali pada diri kita suatu hari nanti
Lakukanlah hal yang berguna untuk dirimu
Yang mana orang lain pun bisa mendapat hasil
_Zanuba_
••••••
Zanuba dibesarkan di keluarga yang sederhana. Ayahnya seorang Guru honorer yang merangkap menjadi seorang pedagang perlengkapan muslim dan ibunya seorang Ibu Rumah Tangga. Ayah Zanuba Pagi mengajar di Sekolah Menengah Pertama, sore pun mengajar anak² TPA dirumah hingga malam. Tak jarang Ibu Zanuba menggantikan Ayahnya menjaga dagangan demi bisa memberikan kehidupan yang terbaik untuk keluarganya. Zanuba adalah anak kedua dari tiga bersaudara dan Ia satu-satunya anak perempuan di keluarganya. Meskipun Ayah dan Ibunya menginginkan empat anak yakni dua putra dan dua putri, Allah berkehendak lain. Takdir hanya menghendaki putra-putri tiga bersaudara. Ibunya mengalami dua kali keguguran dan itu pasti sangat menyayat hati. Jadilah sekarang Zanuba menjadi putri tunggal, orang tuanya mengatakan
"Ini anak saya yang paling cantik". Kesannya seperti pamer dan membandingkan dengan yang lain, padahal ucapannya belum rampung.
"Iya, karena yang lain cowok semua, hehe".
Zanuba baru menyadari satu hal ketika menginjak bangku pendidikan Sekolah Dasar, ternyata teman-teman bermainnya sedari kecil rata-rata adalah laki-laki. Bagaimana tidak, tetangga di sekeliling rumah semuanya memiliki anak laki-laki. Alhasil setiap hari Zanuba bermain dengan mereka, dan ternyata mereka semua adalah sepupu dari pihak Ayahnya. Jadi tak heran jika Zanuba tumbuh menjadi anak yang tomboy, senang memanjat pohon, bermain bola dan jago lari.
Semenjak Zanuba menginjakkan pendidikan di Taman Kanak-kanak tahun 1999, Ibunya sudah mengajarkan Zanuba untuk menutup auratnya. Ia satu-satunya siswi yang mengenakan jilbab pada saat itu hingga beranjak ke Sekolah Dasar Negeri. Bahkan gurunya pun belum ada yang berjilbab, hingga perlahan dimulai dari guru TK Zanuba pun mulai mengenakan jilbab. Menginjak kelas 1 SD, wali kelasnya pun bertransformasi mengenakan jilbab. Begitu sampai Ia menginjak kelas 6 SD. Pada akhirnya seluruh Guru wanita di TK dan SD tempat Ia belajar kini sudah berjilbab semua.
Merupakan sebuah kesyukuran yang wajib dipanjatkan, karena seorang anak yang bahkan belum baligh bisa memotivasi banyak orang untuk berjilbab.
Namun ada Satu hal yang ironis yaitu kenyataan bahwa Ayah Zanuba seorang Guru di Sekolah Menengah Pertama, sedangkan tingkat kecerdasan Zanuba bisa dibilang kurang mumpuni. Sehingga nilai merah sering menghiasi buku raportnya. Seiring berjalannya waktu, Zanuba mulai merasakan apa itu malu ketika nilainya dibawah rata-rata. Ia berusaha untuk belajar lebih giat, tapi hasilnya nihil. Terkadang Ia heran melihat teman-temannya yang selalu mendapat nilai sempurna.
"Mereka belajarnya gimana sih? Kok bisa jawab pertanyaan-pertanyaan dari guru seolah sudah diluar kepala". Gerutu Zanuba sembari mendongak keatas langit-langit rumahnya yang terbuat dari anyaman bambu, melamunkan nasib malangnya.
••••••
Hingga akhir masa kelulusan sekolahnya pun tidak ada peningkatan sama sekali dalam prestasi akademiknya. Dalam hati Zanuba merasakan malu, karena jika ia melanjutkan sekolah pasti akan masuk di sekolah tempat Ayahnya mengajar sebagai Guru PAI, sedangkan prestasinya sangat buruk.Maka dengan tekadnya yang kuat, Zanuba memutuskan untuk pergi dari rumah. Bukan kabur dari rumah, tapi mondok. Ia pikir dengan mondok Ayahnya tidak akan malu jika nanti nilainya jelek dan mungkin bisa memperbaiki semuanya. Akhirnya Zanuba memberanikan diri untuk meminta izin kepada Ibunya yang sedang menanak nasi di tungku kayu bakar.
"Bu... Zanuba mau masuk pondok boleh?" Tanya zanuba sembari mengotak-atik kayu bakar
"Ya boleh. Kok tiba-tiba pengen mondok kenapa?" Jawab Ibunya balik bertanya
"Ya pengen belajar mandiri aja gitu..."
"Terus pengen mondok dimana?"
"Dimana aja terserah. Ayah sama Ibu aja carikan, dekat atau jauh nggak masalah"
Orang tua mana yang tidak bahagia anaknya meminta sendiri untuk menimba ilmu di pesantren? Senyum Ibunya begitu tulus. Lalu Ibunya bercerita banyak tentang pengalaman Sang Ibu ketika di pesantren untuk menambah semangat Zanuba dalam menuntut ilmu.
"Yang penting kalau udah tinggal di pondok itu dekati Bu Nyai, yang sumeh jangan acuh. Tanggap kalau ada apa-apa di pesantren. Banyak syukur, jangan banyak mengeluh. Insyaa Allah nanti pasti cepat betah dan bisa jadi kekasihnya Bu Nyai" Pesan Ibu Zanuba sembari mengangkat nasi yang sudah masak dan siap di santap.
Mendengar wejangan dari Ibunya, Zanuba semakin semangat untuk mondok. Setiap kali Ibunya memasak, Zanuba pasti membantu dan bertanya perihal masakan yang sedang diracik oleh ibunya.
"Aku harus belajar masak nih, kan nanti di pondok masak sendiri juga" Gumam Zanuba dalam hati.
"Bu, ini lagi masak apa?"
"Ini namanya Opor Ayam"
"Oh, bumbunya apa aja? Aku ulek ya..."
Senyum Ibunya kian merekah melihat putrinya bersemangat menantikan hari keberangkatannya ke pesantren.
_________
Hmm jadi penasaran gimana kisah Zanuba. Katanya ini kisah hijrah Zanuba? Ngapain hijrah kan udah lahir dari keluarga yang baik?
Upss, penasaran ya...? Tunggu part selanjutnya kalian akan nemuin kisah baru yang Insyaallah bisa memotivasi kalian.
Hiks, yang nunggu part bapernya sabar ya...
Tunggu Ghazi Turun Ke Bumi...
Happy Reading Guys...