Chereads / The 13th Fates / Chapter 61 - 61. BEGIN AGAIN

Chapter 61 - 61. BEGIN AGAIN

"Amber," sapa Chanyeol lemah.

"Hei sayang ada apa?" sahut Amber "Kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja," kata Chanyeol, tapi keningnya berkerut. "Aku hanya ingin memberitahu sesuatu padamu,"

"Ada apa? Masuklah dulu!" Amber menarik lengan Chanyeol untuk masuk ke dalam.

"Tidak, disini saja,"

"Apa apa Chanyeol?"

Chanyeol ragu-ragu sejenak sebelum menjawab. "Aku harus pergi,"

Amber merasakan sekujur tubuhnya bergidik ketika Chanyeol mengucapkan itu.

"Aku ikut,"

"Tidak bisa,"

"Kenapa tidak?"

"Please, Amber untuk kali ini aku ingin kau tetap tinggal," Chanyeol menjaga suaranya tetap datar, walaupun ia tidak menyukai nada mendesak dalam suara Amber.

"Bisa berikan penjelasan yang singkat padaku kenapa aku tidak boleh ikut kali ini?"

"Tetaplah di sini." Chanyeol menyarankan, tapi ekspresinya tidak berharap begitu.

"Untuk kali ini aku tidak ingin kau ikut, ini acara khusus para Force," lanjutnya berdusta.

Jawaban Chanyeol membuat Amber bingung. Amber memandanginya menyerap semua perkataannya. Chanyeol balas menatapnya dingin.

"Acara khusus Force? Kau tidak akan berbuat yang aneh-aneh kan?"

"Tentu saja tidak," Chanyeol tersenyum masam "memangnya kami akan berbuat hal aneh apa?"

"Apakah ini semacam perayaan atas keberhasilan kalian atau...?"

"Ya bisa dibilang begitu" ujarnya kaku, tapi tidak seserius sebelumnya.

Lama sekali Amber menatap Chanyeol dengan tajam penuh tanya.

"Kau tidak membohongiku kan?" tukasnya blakblakan.

Chanyeol tidak suka bila Amber mulai meragukan kata-katanya, tapi memang kenyataanya ia memang sedang membohonginya, hal yang paling ia benci, karena harus membohonginya, lebih buruknya lagi ini semua akan berakhir tragis.

Chanyeol mendesah dan menggeleng-gelengkan kepala.

"Apa aku tampak sedang membohongimu?" Chanyeol berusaha menjaga agar nada suaranya tetap ringan. Chanyeol meyakinkan dirinya sendiri, bahwa ia harus sedikit lebih bersungguh-sungguh daripada seharusnya.

"Siapa saja yang ikut?"

"Semua penghuni Reservasi akan menyusul"

"Termasuk Kris?"

Chanyeol menyeringai "Ini idenya malahan"

"Well, aku bisa pergi bersamamu, dia pasti tidak akan keberatan" Amber hendak menyarankan namun entah bagaimana tetap saja terdengar seperti memohon-mohon

"Kau keras kepala sekali,"

"Aku hanya ingin bersamamu" sergahnya jengkel.

"Aku hanya pergi beberapa waktu," kata-katanya mulai mengalir tanpa dipikir. Setau Amber, beginilah cara Chanyeol bicara bila sedang gelisah,

"Berapa lama?"

"Tidak lama, kok,"

"Berapa lama?" Sergahnya agak kesal.

"Dua hari," ekspresi ganjil melintasi wajahnya.

"Bohong!" bentaknya "Ini tidak biasa, sebenarnya apa yang kau sembunyikan dariku?"

Amber mulai menatapnya curiga, dan Chanyeol berusaha menemukan kata-kata yang tepat. Yang akan membebaskan Amber dari terkaanya sendiri ini, yang membuatnya semakin sulit melakukan ini semua.

Tidak mudah mengutarakannya. Entah apakah ia bisa mengucapkannya tanpa menangis. Tapi ia harus mencoba melakukannya dengan benar. Ia tidak mau menjadi sumber perasaan bersalah dan kesedihan dalam hidupnya.

Seharusnya Amber bahagia, tak peduli bagaimana akibatnya nanti bagi Chanyeol. Chanyeol benar-benar berharap bisa menyelesaikan pembicaraan ini dengan benar. Yang ia inginkan hanyalah mengakhiri lebih cepat pertemuan kami. Tapi sepertinya sulit.

Chanyeol tertawa kecil. "Kau berlebihan," ujarnya tenang sambil menyunggingkan senyum kesukaan Amber.

"Kau tidak berencana untuk meninggalkanku kan?" Nada suaranya terdengar lebih tinggi daripada yang sebenarnya ia maksudkan.

Chanyeol tertawa canggung melihat responnya.

"Amber" mulainya dengan nada biasa-biasa saja. "Aku tidak akan meninggalkanmu. Apa ucapanku selama ini tidak berarti apa-apa untukmu?"

Amber tidak mengatakan apa-apa, dan Chanyeol sepertinya bisa mendengar nada skeptis dalam diamnya. Chanyeol menatapnya lekat-lekat.

"Aku tidak akan pergi ke mana-mana. Tidak tanpa kau. Apa yang kuinginkan adalah bersamamu, dan kau tahu aku tidak akan pernah cukup kuat meninggalkanmu lagi." ia menambahkan dengan nada lebih serius. Agar lebih meyakinkan ia membelai bibir bawah Amber dengan ujung ibu jarinya yang panas.

Maafkan aku telah mendustaimu.

Menjanjikan janji-janji palsu padanya sangat menyakitkan dan tidak bertanggung jawab, tapi ia harus melakukan ini untuk meyakinkannya. Chanyeol tidak tega harus menipunya hanya agar dia bahagia, lalu ikut berlagak riang. Padahal ia sangat tersiksa.

"Ngomong-ngomong aku haus juga," ujarnya buru-buru, berharap Amber tidak tahu ia berusaha mengalihkan perhatiannya.

"Kalau begitu kenapa tidak masuk saja dari tadi" Amber nyaris tampak marah.

Chanyeol merangkulnya, sementara Amber menatapnya kecut "Gara-gara kau sih membuatku menjadi bertele-tele,"

Chanyeol menurunkan tangannya dari bahu Amber dan melepaskan diri dengan sikap

kasual lalu ia duduk bersandar di sofa. Tapi Amber masih ragu dengan sikapnya. Mendadak Amber merasa sangat ketakutan melihat perubahan Chanyeol yang tidak biasa.

Sejenak Amber hanya bisa melamun diambang pintu. Tak yakin Amber bisa merasakan sesuatu, mungkin kepanikan yang bertumpuk di dadanya.

Amber pergi ke dapur dan kembali dengan membawa sekaleng bir. Amber duduk disebelah Chanyeol, melipat lutut,dan memeluk kedua kakinya. Amber mencium ada yang tidak beres, mungkin lebih parah daripada yang ia sadari. Tapi ia buang jauh-jauh perasaan itu.

Amber meletakkan pipinya ke lutut, memandanginya sebelum bertanya.

"Jadi kapan kau akan pergi?"

"Sepertinya besok,"

"Boleh aku tau, kemana kalian akan pergi?" tanyanya was-was.

Chanyeol tau Amber belum sepenuhnya percaya.

Bagaimana caranya aku menjelaskan supaya ia mau percaya padaku?

Chanyeol berusaha mengendalikan diri. Memberi penjelasan masuk akal pada Amber, dengan mengandalkan latihan ekspres sebelum kemari untuk berusaha bersikap normal di hadapannya. Chanyeol memasang ekspresi datar sebaik mungkin.

"Oke akan kuberi tahu," Chanyeol pura-pura tersenyum sesaat. "tapi ini rahasia lho"

Amber memerhatikan, bersiap-siap menyerap semua ceritanya.

"Begini, Kris mengajakku bertemu dengan beberapa petinggi Klan, tapi aku tidak percaya diri, karena ini pertama kali untukku. Kau tau aku kan orang baru, aku khawatir dengan kekuatanku yang berlebihan ini membuat Force lain nantinya tidak suka padaku"

Amber menggenggam tangan hangat Chanyeol "Jadilah dirimu sendiri, Chanyeol, kau pasti bisa melakukannya," Amber meyakininya.

Chanyeol menatapnya ragu beberapa saat sebelum melanjutkan ketika melihat respon Amber yang mulai percaya.

"Kami juga akan mengantarkan Sehun untuk mengganti identitasnya untuk pertama kalinya. Karena seharusnya dia sudah lebih tua dari pada kelihatannya, apalagi ia mengaku berusia 19 tahun setelah tiga puluh tahun yang lalu. Jadi sudah saatnya ia mengganti identitas barunya"

"Jadi Sehun tidak tinggal disini lagi?" tanyanya terkejut bercampur perasaan lega.

Sesaat Chanyeol senang karena Amber memberikan reaksi lain yang dimana membuat skenarionya terlihat mudah.

"Kemungkinan begitu kalau ia bersikeras dan Kris hanya bisa mengabulkan keinginannya"

"Seperti apa latar barunya nanti?"

"Ya, kau mau dengar semuanya?"

Amber mengangguk semangat.

"Dia akan menggunakan nama Kevin Cho, nama internasional seperti Kris. Dengan latar belakang keturuan Austria, memiliki penyakit asma. Sehun juga tidak ingin memulai identitas barunya menjadi remaja lagi dengan menjalani rutinitas perguruan negeri, aku rasa bidang akademis bukan kesukaannya. Dia ingin menjadi pria dewasa yang memiliki peternakan sapi, domba dan sebagainya. Maka dari itu, Sehun berkeinginan untuk tinggal sendiri di wilayah Austria. Kurasa, dia juga ingin berlagak menjadi duda yang ditanggal istrinya pergi dengan penari striptis"

Amber terkekeh dan Chanyeol sengaja tertawa keras-keras untuk menghilangkan perasaan frustrasinya.

"Aku tidak pernah tau, yang kami lakukan menjadi sesuatu yang menyenangkan. Bahkan Sehun yang biasanya tidak suka membaca buku, dia jadi suka membaca hanya untuk mencari karakter yang baru untuknya" Lanjut Chanyeol terkekeh, berusaha menghibur hati kekasihnya. Dan ia berhasil

Amber tersenyum, berspekulasi. Chanyeol membalas senyumannya, senyumnya tenang.

"Ketika hal itu datang padamu aku mau membantumu mencarikan karakter yang pas untukmu," usulnya sambil menyandarkan kepalanya di dada hangat Chanyeol.

Tiba-tiba hati Chanyeol terasa nyeri dan sesak, ketika kenyataan itu menohoknya bahwa ini adalah pertemuan terakhirnya, dan tidak akan mencapai waktu itu. Tapi ia tetap memasang senyum terbaiknya untuk meyakinkan Amber

"Kau ingin menyumbang nama apa untukku?"

"Patrick Jo,"

Chanyeol memaksakan dirinya untuk tertawa. "Jangan bilang kau terinspirasi dari Patrick Star,"

Amber terkekeh "Memang. Bagaimana kalau Jeremy Song,"

"Aku tidak suka nama itu, kebanyak karakter novel yang memiliki nama Jeremy pasti ceroboh"

"Umm.. Peter, Freedy, Mario... tapi aku suka Johnny,"

Chanyeol mengangkat sebelah alisnya yang sempurna itu. "Kenapa?"

"Mengingatkanku pada Johnny Blaze dan Johnny Storm mereka berdua karakter yang dapat mengendalkan api dan sama-sama keren"

Chanyeol terdiam sejenak, seakan berpikir kemudian tersenyum kecil "Kita memiliki banyak waktu untuk memilih nama," katanya dengan nada nyaris putus asa saat ia meletakkan tangannya di bawah dagu Amber untuk menengadahkan wajahnya.

"Ya kau benar,". Amber sependapat. Amber mengubur wajahnya di dada Chanyeol kembali, memelukanya dengan erat.

"Jadi kau mulai melakukan aktifitas-aktifitas baru ya?" Amber mendongakan wajahnya.

"Sudah waktunya begitu, sayang" sorot mata Chanyeol melembut, sementara mulutnya mengeras.

"Kau semakin terlihat keren dimataku"

Chanyeol mendengus.

"Chanyeol,

"Hmm,"

"Kau mau menghabisakn malam ini denganku,"tanya Amber ragu-ragu pada Chanyeol sambil melihat ekspresi dari wajanya. Chanyeol tau ini hanya sebagai upaya Amber untuk membuatnya mengurungkan niat.

Chanyeol memandangi kaleng bir ditangannya-memalingkan tatapan Amber, diremas-remasnya pelan kaleng itu sebelum menjawab. Chanyeol menarik napas dalam-dalam.

"Aku tidak tau," Chanyeol menatapnya kembali "aku harus kambali membantu Kris membereskan rumah,"

Yang Amber lihat entah mengapa hari ini Chanyeol tidak sejalan dengan ekspresinya; ia tampak gelisah, tidak nyaman.

Kenapa firasat ketakutan yang tak mendasar ini tidak mau enyah dari hatiku?

"Please,"

Chanyeol menatap matanya dalam-dalam dengan tatapannya yang tulus dan bersungguh sungguh. "Oke"

Tidak ada salahnya toh menghabiskan malam terakhirnya dengan Amber, lagipula Chanyeol tidak ingin Amber curiga apa lagi terluka karena penolakannya.

Amber bergegas masuk ke kamar mandi dengan membawa baju tidurnya sebagai persiapan untuk tidur. Ia memakai kaos tipis dan celana katun pendek yang biasa ia pakai tidur. Amber mencuci muka, menyikat gigi buru-buru, lalu cepat-cepat masuk ke kamar. Chanyeol duduk bersandar di tengah-tengah tempat tidur, sambil menggenggam salah satu kadonya.

"Kita belum sempat membuka kado-kadomu,"

"Ya, aku belum sempat membuka dan bersenang-senang mendapatkan kado-kado itu,"

"Apakah kau akan membukanya sekarang?"

Amber melompat ke tempat tidurnya, meraih kado-kadonya.

"Ya aku ingin membuka kado darimu," sahutya antusias.

Chanyeol senang melihat keantusiasan Amber, namun dalam hati kecilnya ia meringis melihat itu.

"Eits, ini belakangan saja, lebih baik kau buka hadiah pemberian dari Kris dulu" Chanyeol menyodorkan amplop biru panjang dengan pita perak itu pada Amber.

Amber mengintip ke dalam ampol itu dan mengambil isinya.

Amplop itu berisi dua kertas panjang dan tebal, penuh berisi tulisan. Butuh waktu setengah menit baru Amber bisa mencerna informasi yang tertulis di sana.

"Kita akan pergi ke Venice?" Amber girang bukan main. Kadonya berupa dua voucher tiket pesawat.

"Oh My God! Dia baik sekali, terima kasih Kris" serunya pada tiket-tiket itu.

"Aku akan mengatakan pada Kris bahwa kau girang setengah mati mendapatkan kado darinya,"

"Ya, benar. Aku tidak pernah kesana, pernah sih" koreksinya buru - buru "maksudku bukan denganmu, dan kita akan menghabiskan waktu berdua saja disana?"

Amber sesaat meringis ketika mengingat Kai pernah mengajaknya kesana. Venice, kota magis untunya, karena dari aroma, suasana, pemandangan yang hampir membuat mereka terbawa suasana pada saat itu karena begitu romantis.

Chanyeol mengerucutkan bibirnya ketika ia menyadari maksud Amber bahwa Kai bisa membawanya pergi kemanapun.

"Well, sebenarnya kado ini berlebihan."

"Tidak Chanyeol, dia hanya terlalu baik,"

Amber menyingkirkan kado-kado dipangkuan Chanyeol dan digenggamannya itu, lalu naik ke pangkuannya seraya menghibur dirinya yang terlihat cemburu.

"Itu akan mengasyikan," Amber meringkuk di dadanya yang hangat dan menyenangkan itu.

Amber mendekatkan wajahnya pada Chanyeol dan menempelkan bibirnya ke bibir Chanyeol. Ciuman kali ini tidak sehati-hati ciuman lain yang bisa ia ingat, seolah-olah suhu tubuh Chanyeol itu bukan lagi masalah untuknya. Maka Chanyeol pun membalas ciumannya dengan ganas, Chanyeol mengikuti irama ciumannya. Tapi berciuman dengan keadaan seperti ini sangat menyakitkan. Bukan karena menahan suhu tubuhnya, tapi perasaan nyeri yang seperti mengiris-iris hatinya.

Tiba-tiba dering ponsel Amber menyelamatkan mereka berdua-Chanyeol terutama. Amber meraih ponselnya malas-malasan. Tapi nama yang muncul dalam layar ponselnya membuatnya mengejang. Buru-buru Amber menjawab telepon dari Ayahnya dan berlari keluar kamar. Diam-diam Chanyeol menguping pembicaraan Amber yang terdengar hingga ke kamar.

Daniel tidak tau Chanyeol sering masuk bahkan menginap di kamarnya selama kepergiannya. Bisa-bisa ia terserang stroke bila Amber memberi tahunya. Tapi toh Amber tidak merasa terlalu bersalah telah memperdaya ayahnya. Soalnya, mereka tidak melakukan apa-apa yang dilarang olehnya. Chanyeol selalu tau batasanya.

"Ayahmu?" tanya Chanyeol lembut ketika Amber kembali dan menutup pintu kamarnya.

"Yeah, dia hanya kawatir," Amber meletakkan ponselnya di meja belajar "ia menanyakan kabarku mengapa ponselku tidak aktif dari kemarin, dia bilang ia nyaris saja terbang kemari,"

Chanyeol tersenyum kecil.

"Jadi, sampai mana kita tadi?" Amber naik kembali ke ranjangnya, menyandarkan kepalanya di pundak Chanyeol.

"Kau tidak mengantuk?"

"Aku terlalu bahagia,"

Amber melirik kado pipih ditangan Chanyeol, rasa ingin tahu Amber muncul. Ia menyingkirkan tiket-tiket dan hadiah-hadiah itu dan meraih kado dari Chanyeol,

"Berikan itu padaku,"

Amber merebutnya dari tangan Chanyeol dan membuka bungkusnya. Isinya persis seperti dugaanya. Kotak CD bening, dengan kepingan CD di dalamnya.

"Awesome Mix?" tanya Amber, heran melihat judul covernya.

Chanyeol tidak berkata apa-apa; diambilnya CD itu lalu memasukannya ke multiplayer -kado ulang tahun darinya tahun lalu- yang berada di atas meja dan menekan tombol play. Mereka menunggu dalam kesunyian. Lalu irama intro pada gitar mulai mengalun.

Amber mendengarkan, tak mampu berkata apa-apa, matanya terbelalak lebar. Amber tahu Chanyeol menunggu reaksinya, tapi ia tak sanggup bicara.

"Ini kado terbaik yang pernah kau berikan padaku. Tak ada kado lain yang bisa kauberikan yang lebih kusukai daripada ini. Kau membuatku terharu." Lalu ia diam, supaya bisa mendengarkan.

CD itu berisi rekaman musiknya. Kompilasi dari beberapa lagu yang Amber sukai yang Chanyeol nyanyikan dan beberapa lagu yang ia komposisikan sendiri. Track pertama di CD itu adalah lagu dari Bright Eyes yang berjudul First Day of My Life yang Chanyeol bawakan dengan gitarnya.

"Tadinya aku ingin menyanyikannya langsung secara live, tapi ternyata pestanya hancur berantakan karena aku" Chanyeol menyesalinya.

"Tidak sayang, pesta itu dan semua hadiah-hadiah ini tidak ada apa-apanya dibandigkan hadiahmu, aku selalu suka semua pemberianmu"

"Benarkah? Aku pikir, yang bisa aku lakukan hanya menghancurkan hidupmu perlahan," ucap Chanyeol muram.

"Jangan konyol," Amber ingin terdengar marah, tapi kedengarannya malah seperti memohon. "Kau hal terbaik dalam hidupku."

Lalu mereka terdiam, supaya bisa mendengarkan. Lagu terus mengalun, lembut dan lirih. Suara Chanyeol ketika menyanyikan lagu Falling Slowly bagaikan ninabobo, membuat Amber mulai mengantuk. Chanyeol melirik jam ditangannya sudah pukul sebelas malam.

"Sudah malam, tidurlah," kata Chanyeol.

"Hmmm, benar - benar awesome mix, seperti mesin pembuat tidur"

Chanyeol tersenyum mendengar Amber bergumam dengan mata terpejam. Lalu ia membaringkannya dengan posisi kepala di atas bantal, kemudian menarik selimut untuk menyelimutinya. Chanyeol berbaring di sebelahnya, Amber memiringkan tubuhnya, menyandarkan kepala di bahunya dan meletakkan sebelah lengannya di atas tubuh Chanyeol.

Amber mengembuskan napas bahagia walau hal lain masih terasa mengganjal untuknya. Seakan-akan ada hal lain yang lebih buruk bakal terjadi besok. Firasat konyolnya-kejadian yang lebih buruk.

Suasana kembali sunyi sementara Amber semakin terbawa dalam tidurnya ketika musik piano mengalun mengiringi suara Chanyeol, lagu itu tidak pernah ia dengar sebelumnya, Amber menebak itu pasti lagu yang ia komposisikan sendiri. Perlahan-lahan Amber terpejam ketika track terakhir dalam lagi ini sedang bermain. Chanyeol menyanyikan lagu favoritnya, Tears and Rain oleh James Blunt.

"Terima kasih untuk segalanya, aku mencintaimu" bisik Amber sambil terpejam.

Lagi-lagi Chanyeol dilanda nyeri, seandainya ia dibolehkan menangis saat ini ia pasti sudah menangis dari tadi, melihat kebahagiaan Amber membuatnya semakin sesak.

"Aku belum pernah mengatakan ini sebelumnya, terima kasih telah mencintaiku apa adanya. Kau hal terbaik yang kumiliki.." balasnya dengan suara bergetar, namun Amber sudah mendengkur pelan. Ia sudah terlelap dalam kebahagiaan.

"Selamanya" lajutnya nyaris tercekat.

Malam itu menjadi malam terakhir bagi Chanyeol untuk memeluk erat kekasihnya untuk terakhir kalinya, kecupan ringan di keningnya, usapan terakhir ke wajah pulasnya. Amber pasti sedang mimpi indah dipelukannya kini.

Setelah memastikan Amber tertidur pulas. Pelan-pelan Chanyeol bangkit dari tempat tidur agar tidak membangunkanya. Chanyeol diam-diam pergi meninggaklan Amber yang tertidur sambil memeluk selimut. Memandangnya sesaat diambang pintu.

Aku harus pergi secepatnya, tidak baik bila terlalu lama menghabiskan waktu bersamanya, karena itu hanya akan meninggalkan luka menganga dihatiku, luka yang mungkin akan Amber dapatkan juga. Tapi Amber akan lebih cepat pulih, karena orang lain menunggunya, menyembuhkan lukanya kembali, Kai, dia adalah obat penawar terbaik yang dimiliki Amber. Cepat atau lambat Amber akan melupakanku perlahan. Tak terasa, baru aku mendapatkannya lagi dan kini aku harus mengucapkan selamat tinggal lagi.

Di pekarangan Kai sudah menunggu Chanyeol.

"Kau pembohong yang hebat," tukas Kai pada Chanyeol ketika ia berjalan menghampirinya.

Chanyeol tak menggubris celotehan Kai, ia menghela napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Chanyeol mengeluarkan sesuatu dari saku celananya dan memberikannya pada Kai.

"Jaga dia, cintai dia," Chanyeol berbicara dengan leher tercekat kerena berusah menahan tangis.

Kai menerima kertas yang terlipat itu dengan perasaan tertegun karena Chanyeol mengatakan itu, rasanya ia ikut merasakan perasaan Chanyeol yang terluka.

Kai tidak dapat mengatakan apa-apa lagi, ia pernah berada diposisi Chanyeol. Tapi yang berbeda adalah, Kai tidak pernah benar-benar meninggalkan Amber. Sedangkan Chanyeol tidak ada sedikitpun kesempatan untuknya agar dapat bersanding dengan Amber lebih dari yang ia inginkan. Kai menjadi teringat kembali ucapan Chanyeol ketika mereka berbincang-bincang berapa bulan yang lalu.

Chanyeol masuk ke mobilnya dan menyalakan mesin. Kai mengetuk jendela mobil untuk mengatakan sesuatu. Chanyeol menurunkan kaca mobilnya.

Kai meletakkan tangannya di jendela mobil "Aku tau ini sulit untukmu, tapi aku harap kau dapat menjalani hidupmu dengan baik dan..."

"Aku tidak butuh simpatimu, kau seharusnya senang, karena pada akhirnya aku harus menyingkir dari takdir ini," Chanyeol menutup kaca mobilnya tanpa menoleh. Kai buru-buru menyingkirkan tangannya.

"Umm.. Hati-hati...hm" gumam Kai canggung ketika jendela mobil nyaris tertutup rapat. Chanyeol langsung melajukan mobilnya.