Chereads / The 13th Fates / Chapter 50 - 50. HONESTY

Chapter 50 - 50. HONESTY

Semua pergi meninggalkan ruang simulasi yang porak poranda.

Ketika semua sibuk mempersiapkan diri mereka. Sementara Luhan teringat sesuatu.

"Tunggu dulu Kris! Bagaimana jika Irene memerintahkan sebagian prajuritnya untuk mencari Amber? Aku yakin hasratnya untuk mendapatkan jantung Chanyeol masih ia kait-kaitkan dengan sebuah jaminan. Tiba-tiba Luhan menginterupsi lewat telepatinya pada Chanyeol, Kris dan Kai. Tapi kata-kata Luhan seperti pukulan untuk Chanyeol, seperti membangunkannya dari mimpi buruk.

Sejenak suasana sunyi senyap. Luhan melontarkan pandangan was-was pada Kris sambil melirik ke Kai sesekali, kemudian Kris mengangguk. Luhan memberikan pandangannnya pada Kai dan Chanyeol secara bergilir. Seketika Chanyeol mengerutkan keningnya seperti tidak setuju terhadap sesuatu. Ia mendesah, kentara sekali merasa segan, ekspresinya kecewa dan posturnya memancarkan kegelisahan. Kai mengangguk sambil berpikir keras. Amber paling merasa frustasi bila para Forces berkomunikasi via telepati Luhan dan Amber masih belum mendengar alasan apa pun yang terlontar dari mereka dan menjelaskan mengapa mereka masih berdiri di sini.

Bicara apa sih mereka?

Belum sempat Amber menyuarakan pertanyaannya, Luhan sudah mengarahkan pandangannya menatap Amber dan menjawab-

"Hanya mendiskusikan strategi," Luhan menjawab pertanyaan di pikiran Amber.

"Kita harus mempertimbangkan setiap kemungkinan," sergah Kris tenang, melanjutkan pembicaraan yang tidak bisa Amber simak tadi.

"Aku tidak suka ini," Chanyeol berbicara hanya kepada Luhan dan Kris.

Luhan mendengus mendengarnya. Kau tidak bisa menyuarakan pendapat untuk saat ini Chanyeol.

Chanyeol merengut mendengar ucapan Luhan di pikirannya.

Ini ide Kai. Luhan melanjutkan, seketika Chanyeol berkilat ke arah Kai.

"Dia tidak bisa tetap berada si Seoul. Irene tau ke mana harus mencarinya" Kris menjelaskan.

"Apakah kau tidak mengerti kalimat 'Tidak - ada - pilihan - lain!'" sergah Kai menekankan tiap-tiap suku kata pada Chanyeol yang kini menatapnya penuh spekulasi negatif.

Chanyeol menggeleng cepat. "Tapi tidak harus bersamanya juga" Chanyeol menjawab dengan nada datar yang aneh dan tak acuh. Jelas itu sebagai penghinaan.

Kai meringis, mencoba mengabaikannya. "Aku tidak sebejat itu," Kai menjawab dengan enggan. "Simpan saja opinimu untuk dirimu sendiri"

"Lalu apa namanya laki-laki yang mencium pacar orang" Chanyeol menatap Kai rendah dengan ekspresi penuh celaan. Ternyata hal itu masih membakar memorinya dan menjadi alasan kenapa ia sulit memaafkan Kai begitu saja. Seharusnya Itu tidak perlu diungkit lagi, apa lagi didepan Amber.

Chanyeol dan Kai sama-sama meringis, alis meraka sama-sama bertaut. Sekujur kulit Chanyeol langsung panas.

HEY KIDS, TENANGLAH!. Bentak Luhan kedalam pikiran mereka berdua.

Chanyeol menarik napas dan mengembuskannya pelan-pelan, berkonsentrasi untuk menenangkan diri.

"Kita tak punya banyak waktu untuk terus mendiskusikan hal ini," sergah Kris tak sabar. "Apa pendapatmu, Chanyeol?"

Chanyeol mengangguk ragu-ragu seperti tidak punya pilihan lain. Disisi lain Chanyeol merasa bersalah, karena sebentar lagi bahaya, bahkan mungkin kematian mengintai mereka. Gara-gara eksistensinya sebagai Forces yang bukan pilihan jalan hidupnya.

Sudah cukup buruk, mengerikan, untuk menerima kenyataan bahwa seluruh Forces akan bertempur untuknya. Itu saja rasanya lebih dari pada yang bisa ia tanggung, ditambah lagi hal ini akan melibatkan orang yang ia cintai.

Pikiran Amber mulai bekerja mencerna kata-kata mereka yang terlewatkan olehnya.

Amber langsung terkesiap, ia sadar siapa yang sedang dibicarakan.

"Tunggu... Tunggu! Kalian membicarakan aku ya?" Amber memandangi mereka dengan sikap curiga dan tegang

"Ya!" seru Luhan.

"Membicarakan apa?"

"Kai mendapat ide yang mungkin bisa membuatmu aman" kata Luhan.

Dalam hati sebenarnya Kai tak ingin Luhan membawa-bawa namanya. Karena Kai tidak merasa mengusulkan rencana itu, hanya saja hal itu tercetus olehnya; mungkin aku bisa membawanya ke suatu tempat' dalam hatinya. Tapi Luhan yang mendengar itu langsung menyetujui bahwa itu ide bagus dan memberitahu hal yang tidak terkoordinasi itu ke Kris lalu minta persetujuan Chanyeol melalui telepati Luhan.

Tatapannya tertuju pada Kai sekilas. "Jadi kalian berencana agar aku menjauh dari negara ini?" tanyanya, Amber mendesah saat tubuhnya mulai rileks kembali.

"Hanya untuk berhati-hati, Amber. Hanya sementara waktu. Agar kau tetap aman dari jangkauan Irene" Kris menjelaskan dengan menekankan tiap-tiap kata. Seolah-olah tak ada harapan sama sekali. Tidak ada sedikit atau secercah harapan pun yang bisa meyakinkan Amber bahwa ia tidak memiliki peluang untuk selamat bila ia tetap berada di negara ini.

Amber mencoba menelan ludah karena tegang kembali begitu nama itu disebut. Nama itu bagaikan mimpi buruk untuk saat ini.

Kai melirik Amber sekilas sebelum mengemukakan pendapatnya.

"Bagaimana kalau Aku membawanya ke Amerika Selatan, bukankah itu teritori Klan Scorpion yang tertua" Kai memberi usul.

Wajahnya menyiratkan campuran berbagai emosi. Kentara sekali ia bersemangat dengan rencana yang di usulkan, tapi juga gelisah karena sahabat yang ia cintai ikut di intai bahaya.

"Ide bagus" sembur Kris.

"Amerika Selatan?" seru Amber terkejut.

"Kita ke Argentina, setidaknya kau bisa berbahasa Spanyol kan?"

Kening Amber berkerut. "Tidak. Aku tidak mau pergi. Maksudku Amerika Selatan itu terlalu jauh. Kau bisa membawaku ke suatu tempat, yang masih di negara ini, aku bisa menjaga diri kok," Bantahnya.

"Lagipula kalau memang itu yang Irene inginkan dengan cara menjadikanku jaminan aku rela, yang penting Chanyeol aman"

Serta merta ekspresi Chanyeol berubah. Amber cukup mengenali ekspresi itu, ekspresi untuk menunjukkan ada sesuatu yang mulai bergolak di balik ketenangan sikapnya. Ia ingat bagaimana Irene tidak segan-segan melukainya dihadapannya sendiri beberapa hari yang lalu. Gambaran itu sangat tajam, sangat menyakitkan, seolah-olah gambaran itu telah terpatri kuat dalam sel-sel otaknya.

Mendengar kata-kata kekasihnya itu seperti menghancurkan tekad Chanyeol. Sedangkan Kai yang mendengar itu ia langsung membusungkan dadanya sebagai sikap sangat tidak setuju dan tidak akan menolelir Amber bila harus menyerahkan diri begitu.

"Kau piki dia tidak memiliki cara lain bila dia gagal mendapatkan Chanyeol setelah membunuhmu." Sergah Luhan tanpa kompromi, baru kali ini Luhan terlihat segalak itu dan langsung membuat Amber ciut.

"Aku tidak akan membiarkannya menyentuhmu apa lagi menyakitimu. Aku akan membunuhnya!" Geram Chanyeol garang.

Amber lemas mendengar Chanyeol menggunakan kata 'membunuh', -tidak menggunakan kata kiasan untuk mengganti kata kerja tersebut. Chanyeol membunuh. Walaupun itu seseorang yang jahat dan brutal-kasarnya memang harus dimusnahkan-, tapi tetap saja kata membunuh terdengar menakutkan di kupingnya. Bukankah dulu ia bahkan takut menonton film pembunuhan.

Jelas menjadi Force telah merubah hidupnya, bukan hanya dia tapi juga Kai. Mungkin semua memang mengalami fase tersebut. Amber mendadak ngeri membayangkan Chanyeol melakukan hal sekeji itu.

Chanyeol mengehela nafas. "Kau harus pergi, kau harus menjauh dari negara ini, Amber" Chanyeol memerintahakn. Suaranya masih pekat karena bimbang, tapi Amber bisa merasakan perasaan tidak suka dibaliknya tentang rencana ini.

"Lagi pula Irene bukan Tracker kan jadi tidak ada gunanya aku pergi jauh-jauh ia tidak akan menemukanku, mungkin mereka akan tetap datang kesini tapi setelah mereka tidak menemukanku aku yakin mereka akan menjauh..." Amber mengoceh tidak karuan dengan sekali tarikan nafas, yang lain menunggu orasinya dengan ketegangan yang sama.

Hingga ruangan itu mendadak sepertinya semakin dingin dan sesak. Akhirnya, suaranya semakin lama semakin mengecil dan lenyap dengan sendirinya karena kehabisan nafas. Seketika mereka membisu menunggu Amber yang mungkin ingin melanjutkan pemikirannya lagi.

"Amber tidak ada salahnya kita mempersiapkan berbagai kemungkinan, aku yakin ia akan mengirim prajurit khusus untuk mencarimu, karena ia masih membutuhkanmu sebagai jaminannya" ujar Luhan lembut dan menenangkan. Setelah memastikan tidak ada lagi yang ingin Amber katakan walau bibir Amber membuka dan menutup ingin melanjutkan kata-katanya namun tidak bisa, karena pikirannya kusut kembali.

"Dia benar. Setidaknya kau aman disana, Amber. Ada aku, kau akan aman bila..." ujar Kai mengingatkan sambil menggengam tangannya.

Chanyeol langsung menginterupsi sebelum Kai selesai bicara, seakan-akan ia tak ada di sana-setelah mengutarakan idenya dengan cara menyerobot, menarik tangan Amber digenggamannya.

Kai tak punya alasan untuk memprotes, ia tau apa yang Chanyeol maksud. Kai terpaksa menyingkir, menyisakan jarak yang lebar di antara mereka.

"Dengar, Aku hanya ingin kau menjauh dari sini, kalau bisa pergi dari negara ini untuk sementara waktu, keselamatanmu adalah segala-galanya untukku. Aku mau kau menururti kata-kataku, ku mohon". Chanyeol meremas jemari Amber kuat-kuat.

Kemudian dalam sekejap ekspresi Chanyeol berganti menjadi ekspresi yang sangat aneh melintas diwajahnya. Bibirnya tertarik kebelakang dan matanya berkilat-kilat, memancarkan binar aneh, semacam harapan liar dan kegarangang.

"Bila ia berniat menyakitimu. Aku harap punya kesempatan mengakhiri hidupnya. Menuntaskannya dengan tanganku sendiri. Aku tidak akan membirakannya menyakitimu. Aku jamin Irene takkan pernah bisa menyentuhmu lagi. Ini rencana bagus, kau harus ikut dengan..." Suaranya menghilang dalam kebimbangan.

"Kau tidak suka dengan rencana ini karena aku akan berdua saja dengan Kai, kan? Katakan bila aku salah" tebaknya

"Aku percaya padamu" bisik Chanyeol lembut.

"Ya. Kau memang harus mempercayaiku__dan Kai."Amber mengoreksi.

Chanyeol terdiam lama sekali. "Kau mencintainya kan?" Tanyanya membuka suara.

Pertanyaan itu. Pertanyaan yang seratus persen ia tahu jawabannya: selama ini aku telah membohongi perasaanku sendiri__membohongi Chanyeol. Amber berusaha berpikir di sela-sela kepanikan yang melandanya dan ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakannya hal itu sampai tuntas.

Tubuhnya bergidik, bukan karena kedinginan tapi karena gugup dengan pertanyaan Chanyeol. Setiap sel dalam tubuh Amber benar-benar ingin menyangkalnya, tapi ia merasa sepertinya hal itu tidak perlu ditutup - tutupi lagi. Sudah saatnya membuka ruang dalam diri Amber yang menyimpan hal tentang perasaanya pada Kai, Chanyeol harus tau- Perasaan itu ada-. Tapi bisakah Amber mengatakannya? Mampukah ia mengkhianatinya?

Aku mencintainya, Chanyeol. Tapi cukup untukku telah melukai hatinya karena aku tidak cukup adil bagianya, karena hanya puas bisa memiliki cintaku tapi tidak cintanya. Tapi melukai hatimu, itu sepuluh kali lebih parah dari pada bersikap tidak adil pada Kai.

Chanyeol menunggu matanya tak pernah lepas dari wajah Amber.

Amber mengerang dan berbisik "Aku lebih mencintaimu, Chanyeol." Hanya itu yang bisa ia katakan.

Amber tak tahan untuk tidak melirik Kai ketika mengatakan itu. Tapi Kai tidak melihatnya, karena Luhan sedang mengalihkan perhatiannya ke hal lain agar pikirannya terbagi melalui percakapan tanpa suara. Tapi tetap saja bila di lihat dari bahasa tubuhnya Kai ingin sekali menoleh, ke arah Amber dan Chanyeol yang sedang bicara serius.

Chanyeol membelai-belai rambut Amber penuh kasih sayang. Amber bergidik penuh rasa bersalah saat Chanyeol menyentuhnya seperti itu "Aku tau itu".

Seperti yang sudah-sudah, tampaknya Chanyeol bisa memahami jalan pikirannya sekarang.

Alis Amber berkerut bingung. "Kau tidak marah?" tanya Amber dengan sikap tak percaya.

Amber terperangah ketika mendengar Chanyeol tertawa, walau terdengar enggan.

"Memangnya kau mau aku bereaksi seperti apa?" jari-jarinya yang panas membelai pipinya.

"Ya mungkin kau akan memaki-makiku dengan sebutan 'Pacar tukang selingkuh'. Kau__boleh memakiku dengan setiap kata yang kau tau, atau mungkin kau kecewa denganku. Lalu kau akan meninggalkanku sampai aku memohon-mohon dan menyembah-nyembah memintamu untuk jangan tinggalkan aku" ujar Amber tertunduk.

"Itukah yang kau inginkan? Memakimu, melukai hatimu?" Chanyeol menghela nafasnya yang berat "Maafkan aku, aku tidak bisa melakukan itu, aku tidak akan marah padamu, sayang"

"Itu tidak akan melukaiku, karena aku pantas mendapatkan itu. Setidaknya__kau tidak perlu bunuh diri di pertempuran setelah kau tau hal ini" ujar Amber datar.

Tawa lirih Chanyeol berderai. Bahkan Amber nyaris tidak percaya di saat seperti ini Chanyeol masih bisa tertawa. Semudah inikah mengungkapkan kejujuran padanya?

Beberapa saat Chanyeol terdiam kembali. Ia mengangguk dan menghela napas dalam-dalam, berusaha menabahkan hati. "Kurasa aku harus terbiasa dengan itu, aku memahaminya kok" jawab Chanyeol dengan nada enteng dan ringan.

Amber memejamkan mata sesaat untuk mencerna kata-kata Chanyeol.

"Aku paham, pasti ada lubang-lubang dalam hidupmu yang tidak bisa ku isi, dan hanya Kai yang bisa mengisi lubang itu, aku mengerti itu" Suaranya terdengar pahit.

"Tidak ada lubang apapun dalam hidupku" ujar Amber tercekat.

"Kau pasti ingat, ketika aku tidak berada disisimu, meninggalkanmu hingga terluka. Kai lah yang menjahit lukamu dan memulihkannya. Dan itu pasti akan meninggalkan bekas-bekas di diri kalian berdua. Aku tidak yakin bekas jahitan semacam itu bisa hilang sendirinya. Sungguh aku tidak bisa menyalahkan kalian berdua dalam hal itu, dan aku berhitang budi padanya" ucapan Chanyeol membuat Amber bingung.

Perlahan-lahan Amber mengangkat kepalanya untuk menatap matanya. Ekspresinya lembut;sorot matanya penuh pengertian dan__sabar, bukan jijik seperti yang terlintas dikepalanya. Amber menatap matanya dan Chanyeol balas menatapnya tanpa ampun. Amber terus memandanginya, tak mengerti, berusaha memahami maksudnya. Amber membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, kemudian menutupnya lagi. Chanyeol menunggu dengan sabar. Amber coba sekali lagi.

"Chanyeol," kata Amber tercekat, "Aku...aku..."

Entah apa yang dilihatnya di wajah Amber, karena sesuatu berkelebat di wajahnya sebagai respons.

Tapi sebelum Amber sempat meneruskannya, Chanyeol telah mengubah ekspresinya menjadi ekspresi mengerti.

"Sssst," Chanyeol mendiamkan. "Aku paham kok, aku tidak keberatan kau membagi-bagi cintamu dengan cara seperti itu. Walau aku melarangmu__dia akan tetap mencintaimu" Itu pembelaan paling menyedihkan yang pernah Amber dengar dari Chanyeol.

Lagi-lagi Chanyeol tertawa lirih. "Sekarang aku tak punya alasan apapun untuk membakar habis tubuhnya. Padahal aku pasti akan sangat menikmatinya"

Chanyeol terdiam sejenak. Amber menunggu. Waktu akhirnya Chanyeol berbicara lagi, ia berbisik.

"Jangan tipu dirimu sendiri, Amber. Aku tau Kai tergila-gila padamu. Kau bisa bersikap adil Amber. Dan aku tidak akan memintamu memilih diantara kami. Aku hanya ingin kau berbahagia"

Amber memejamkan mata dan menggeleng-geleng sedih.

"Maafkan aku," suaranya jauh lebih parau. Kepalanya nyaris tertunduk ketika bicara, suaranya terdengar terluka. "Maafkan aku. Aku hanya tidak mau membawamu ke dalam bahaya terus menerus." Chanyeol mengucapkan kata-kata itu lambat-lambat dan jelas, tatapannya tajam menatap Amber.

Sementara itu Amber menyerap semua perkataannya. Suasaan sunyi sejenak saat Amber memikirkan kata-kata itu dalam pikirannya untuk mendapatkan maksud sesungguhnya.

Apa arti dari ucapannya itu? Apa Chanyeol akan menyerah? Mengalah dengan perasaanya-merelakan Amber pergi juga- Karena ia akan terluka cepat atau lambat karena ketidaksengajaanya lagi.

"Tidak. Brengsek. Kumohon, hentikan!" pekik Amber, membuat Kai dan Kris menoleh pada mereka. "Kau tidak perlu minta maaf, ini bukan salahmu. Aku menyukai keadaan dimana aku sekarang, dimanapun di dunia ini yang ada Chanyeol-nya" erangnya

Sambil tersenyum pahit Chanyeol menangkup wajah Amber dalam genggamannya yang panas. Seolah-olah tidak menyadari yang lain memerhatikan saat ia meraih wajah Amber, ia mencondongkan tubuhnya, mendekatkannya ke wajahnya.

Chanyeol menempelkan bibirnya yang panas dan lembut ke bibir Amber. Amber berjingkat sedikit untuk mencium bibirnya lebih dalam. Kemudian semuanya selesai. Amber merasakan matanya mulai berkaca-kaca menatap Chanyeol.

"Aku harus pergi, ada tugas yang harus aku bereskan segera" gumamnya lirih di pipi Amber.

"Aku mencintaimu, Chanyeol" ujar Amber terluka.

"Sekarang apa? Kau mau mengucapkan salam perpisahaan? Jangan katakan itu. Belum waktunya," Ujarnya menenangkan.

Amber mengangguk, air mata mulai merebak disudut matanya.

"Semuanya pasti beres, Amber," ia berjanji. "Kau akan aman dan kita akan bersama-sama lagi setelah semua ini selesai. Aku akan selalu mencintaimu, tak peduli apa yang terjadi sekarang atau nanti, kau mengerti?"

Amber kembali mengangguk lemah tak berdaya.

Kemudian Kai menghampiri dengan rasa cemburu yang berusaha ia lawan. Sebenarnya Kai tidak sanggup menanggung sakit hatinya melihat itu, tapi ia tidak punya pilihan lain selain terbebas dari perasaan sakit hatinya itu.

"Ayo! Kita tidak punya banyak waktu, kita harus bergegas, Amber" Kai menginterupsi.

"Jaga dia baik-baik, Kai" ujar Chanyeol parau, tangannya masih memegangi wajah Amber.

"Selalu" balas Kai.

Kemudian untuk terakhir kalinya mata gelapnya membara menatap mata Amber. Force lain memalingkan pandangan mereka dari situasi cinta segitiga diantara mereka dengan gelisah. Air mata Amber mulai menetes kepipinya.

"Jangan macam-macam!" Chanyeol memperingatkan Kai dengan suara datar sekaligus mengerikan. Kai hanya meliriknya sekilas.

"Jaga dirimu." Bisikannya sambil mengusap air mata di pipinya dengan ibu jarinya.

Amber melihat Sorot mata Chanyeol berubah hampa, ketika ia menyingkir berpaling darinya. Kemudian Amber dan Kai menghilang dan tiba dikamar Amber.

"Ambil dompetmu-kurasa kau tidak perlu membawa paspor, sesekali berbuat ilegal tidak masalah kan?" perintah Kai cepat-cepat.

Amber mengangguk pelan. Lututnya terlalu lemas oleh perasaan takut. Ia memandangi kamarnya linglung bercampur kantuk ditambah lagi efek samping teleport Kai yang membuat kepalanya sakit dan otaknya tidak bekerja dengan baik. Amber nyaris ambruk bila tubuh Kai tidak menahannya.

Kai menggiringnya ke ranjang untuk duduk dan menghambur mengambil tas Amber dari dalam lemari. Ia meraup asal-asalan pakaian milik Amber; T-shirt bersih, dan celana panjang dan memasukkannya ke dalam ransel, ia jejalkan semua ke dalam tas hingga tasnya lumayan penuh. Kemudian dengan cepat Kai lakukan pemesanan Hotel yang pernah ia inapi secara online.

"Dimana kau menaruh dompetmu?" tanya Kai buru-buru sambil membuka laci mencari-cari dompet milik Amber.

Amber berusaha merespon dengan mengumpulkan pikirannya yang sekarang berantakan. Akhirnya Kai menemukan dompet milik Amber di laci meja belajarnya sebelum Amber membuka mulutnya. Kai sampirkan sebelah tali ransel ke bahunya.

"Ayo, Amber!"

Amber menatap kosong ke lantai, dan Kai melihat kehampaan di matanya.

"Amber, are you okay?"

Perasaan Amber nyaris terasa tercekik saat ini. Ketika ia harus melarikan diri agar lolos dari kejaran para prajurit Irene dan Irene masih mengincar Chanyeol, semua Force telibat didalamnya untuk melindungi Chanyeol dan keamanan dunia ini dari tangan Irene. Amber bergidik ngeri, air mata menggenangi matanya memikirkan apa yang akan terjadi.

"Tell me is not real"

"Percayalah padaku. Semuanya akan baik-baik saja, selama kau disisiku. Ayo Amber!". Kai membantu Amber berdiri dalam sekejap mereka langsung sampai di bagian belakang sebuah hotel megah.

Kepalanya serasa berputar-putar dan serasa berat karena efek dari teleport Kai ditambah beban dikepalanya membuat kepalanya pusing; sulit rasanya berkonsentrasi.

Ia benar-benar tidak bisa mengendalikan pikirannya yang terus berputar-putar liar dibenaknya. Ia terus bertanya dalam benaknya apakah semua ini nyata? Dan bahaya ini? Amber perlu berkonsentrasi, mencari jalan keluar dari mimpi buruk ini. Lalu mengapa sinar matahari sore yang cemerlang mendadak terasa lebih gelap, seolah-olah secara fisik jadi semakin gelap akibat kepanikannya.

Kai menatap Amber dengan kening berkerut. "Kau baik-baik saja? Atau kau mau aku gendong?"

Amber menggeleng "Tidak perlu." Akhirnya ia bisa merespon juga.

Dalam hati Amber memerintahkan kakinya yang terasa berat untuk melangkah dan berjalan sesantai yang bisa ia lakukan saat ini.

Kai berjalan santai sambil menggandeng tangan Amber memasuki loby hotel yang super mewah. Kai menyuruh Amber menunggu di sofa panjang dibawah lampu kristal yang menjuntai. Sementara itu Kai check in.

Setelah selesai mengurus penginapan, Kai menghampiri Amber bersama seorang pelayan hotel yang mengenakan setelan jas hitam rapi dengan dasi tuxedo dan sarung tangan putih. Name tag di bagian kiri dadanya menandakan namanya Ramón Alvarez.

Si pelayan menawarkan diri untuk membawakan tas Amber dengan bahasa Inggrisnya yang kental dengan logat Spanyol. Kai memberikan tas milik Amber kepada pelayan itu.

Mereka menggunakan lift untuk naik ke lantai sembilan menuju kamar nomer 1014. Pelayan hotel membukakan pintu suite dan meletakkan ransel di sofa ruang tamu. Kai memberikan tips selembar 500 Peso yang ia miliki dan menyuruh sang pelayan segera meninggalkan mereka karena sudah tidak memerlukan bantuannya lagi.

Seketika si pelayan menatap dengan tatapan kritis, mungkin ia menilai mereka adalah pasangan yang sedang bergairah atau yang lain.

Kai meraih tangan Amber dan membimbingnya melewati pintu menuju ruang tamu suite yang mereka tempati.

Kai menyalakan televisi; siaran berita dengan bahasa Spanyol terdengar cukup keras, meski tak ada yang menonton. Kai bergerak ke dapur untuk mengambilkan air putih untuk Amber.

"Ini minum dulu" Kai menyodorkan segelas air mineral pada Amber.

Amber memandang ruangan itu. Ruangan ini terlalu mewah untuk ditempati, apalagi untuk menghindar dari bahaya, bukankah seharusnya ia pergi dan disembunyikan ditempat terpencil, atau tidak di bunker sekalian agar tidak ada yang menemukannya dan aman. Ya kurang lebih seperti itu di film-film laga.

Wallpaper ruangan itu berpola bergaris-garis, cokelat, krem, emas kusam, gorden panjang warna merah gelap yang terbuat dan bahan sutra yang diikat dengan tali emas, dan sofanya berwana cokelat bercorak krem. Cetakan motifnya seperti corak pada kulit macan.

"Kenapa kau membawaku ke hotel?"

"Ummm... setidaknya aku tidak begitu khawatir meninggalkanmu sendirian, karena hotel ini aman dan ramai. Dan kota ini terlalu sibuk untuk Irene datangi"

"Kau tidak takut meninggalkanku sendirian di salah satu kota terbesar dan tersibuk di dunia?"

"Kau tidak ada niatan nyasar kan? Lagi pula ini untungnya kau aku bawa ke Argentina, kau kan bisa berbahasa Spanyol dengan baik . Ya, Setidaknya kau bisa bertanya dengan orang disekitarmu bila kau ingin sesuatu."

Amber mendesah dengan perlakuan eksklusif yang Kai berikan sambil terus menatap enggan ruangan itu.

"Aku akan memesan makanan untukmu, kau belum makan dari semalam, kan?"

Amber mengangguk lemah. Kai menelepon front office untuk memesan beberapa makanan yang olahannya Amber sukai.

Amber beralih ke kamarnya, ia duduk di lantai bersandar di kaki ranjang dengan memeluk kakinya, seolah-olah ia akan hancur berkeping-keling karena ketegangan ini.

Kemudian matanya tertumpu pada jam digital di meja sisi tempat tidur yang menunjukkan pukul 04:10 sore waktu Argentina. Melihat jam itu membuat Amber ngeri, jam itu seperti bom waktu yang siap meledak dan menewaskannya.