Wijaya Tbk
Gedung dengan tinggi 30 lantai ini terlihat kokoh, dengan papan nama Wijaya tercetak besar, perusahaan dengan jumlah karyawan hampir 1000 orang ini semakin tahun semakin berkembang.
Belum lagi cabangnya pun sudah menjamur, baik di dalam maupun luar negeri.
Baru-baru ini juga sudah tebangun gedung baru cabang kota S, yang rencananya akan jadi kantor dengan sang pewaris si pemegang dan penanggung jawab.
Terlihat di parkiran luas kantor Wijaya, dua buah mobil dengan keunggulannya masing-masing berhenti bersisihan.
Dari masing-masing mobil yang pintunya terbuka, terlihat sepatu pantofel dengan warna hitam mengkilap, sedangkan satunya memakai sepatu kats putih. Lalu jika yang satunya memakai baju formal lengkap dengan armani rapih andalannya, yang satunya justru memakai pakaian semi formal yang pas di tubuhnya.
Mereka berdua adalah sepasang Daddy-Son, yang berjalan dengan aura dominant masing-masing. sma-sama tidak tersentuh, dingin juga absolut.
Dirga yang dikenal dingin sudah tidak diragukan lagi, pembawaannya yang arogan sudah terkenal seantereo sejak zamannya muda.
Lalu sang anak, Gavriel, yang dulu di kenal polos dan pembawaan kalem kini sudah berubah.
bukan hanya karena pergaulan dan juga faktor lingkungan.
Tapi karena pengalaman dan banyaknya kejadian yang di laluinya, menjadikannya seperti sekarang ini.
Kejamnya dunia yang dihadapi olenya selama hampr 10 tahun juga turut andil membuatnya menjadi sosok Gavriel yang sekarang.
Kepolosan hanya akan membawanya dalam bahaya, itulah yang selama 6 tahun ini diingat baik-baik olehnya.
Langkahnya lebih tegas dari Dirga muda dulu, bahkan pakaian santainya tidak mengubah pembawaanya, yang dari lahir sudah ditakdirkan menjadi pemimpin perusahaan besar.
Berdiri dan berjalan bersisihan dengan sang Daddy, Gavriel bangga karena akhirnya bisa ada di posisi seperti ini.
Perjuangannya selama lebih dari empat tahun belajar di negeri orang, juga enam tahun belajar mandiri mengelola perusahaan cabang keluarga, ternyata tidak sia-sia dan telah membawanya kedepan gerbang kesuksesan.
Seperti yang di katakan olehnya tidak lama ini, disebuah wawancara dengan majalah terkenal di Amerika sana, jika siapa pun yang berusaha akan mendapatkan yang diinginkannya.
Setiap langkahnya membuat karyawan yang melihatnya menunduk hormat, terlebih untuk karyawan dengan jenis kelamin perempuan, tidak ada yang tidak menatap memuja dengan pekikan tertahan karena paras rupawannya.
Semua tentu sudah tahu, bahkan ketampanan sudah di akui di berbagai media di seluruh negara.
Gavriel the most handsome guy, Gavriel the alpha men.
Oh ... Tidak akan habisnya jika membicarakan nilai plus dari keturunan Wijaya yang satu ini.
"Selamat pagi, Tuan Wijaya!"
Seluruh karyawan mengucapkan selamat pagi untuk keduanya, yang sama-sama dijawab dengan anggukan kepala oleh keduanya, meski sang Daddy akan sekali-kali bergumam.
Di depan mereka saat ini ada pintu lift khusus untuk direksi, mereka berdiri menunggu dengan sikap tenang dan juga mata memandang datar, benar-benar pasangan yang kompak.
Ting!
Pintu terbuka, Gavriel mempersilakan sang Daddy untuk lebih dulu masuk, baru kemudian dirinya dengan jari tangan panjang menekan tombol angka lantai paling atas, ruangan sang Daddy yang letaknya memang paling tinggi di gedung ini.
"Setelah ini kamu mau kemana?" tanya Dirga saat ia baru sempat bertanya, Dirga baru ini melihat sang anak, saat kemarin anak bungsunya lebih dulu menyeret sulungnya pergi.
Oh! Untuk informasi, jika Gavriel tidak tinggal dengan Daddy-Mommy, ia memilih tinggal di apartemen yang dibelinya, apartemen dekat kantor yang nantinya akan jadi tempatnya bekerja dan sebagai pemimpin.
Kantor miliknya sendiri,
Seperti sang Daddy Gavriel ternyata juga tertarik di bidang investasi, sehingga ia memilih membangun usaha kecil sambil menjalani perusahaan kontruksi keluarga, lalu bisa menjadi besar seperti ini.
"Hn. Hanya menemui seseorang dan kemudian kembali ke kantor," jelas Gavriel.
"Kemarin ke mana?" lanjut Dirga bertanya.
Ting!
Keduanya berjalan keluar dari lift, menuju ruangan Dirga berada dengan Dani dan Aksa yang telah berdiri di depan pintu.
"Hn. Ke suatu tempat," sahut Gavriel enggan memberitahu, membuat Dirga mendengkus saat ia merasakan karma lebih cepat.
Ia seketika ingat Zaman ia muda dulu, bengkeng dengan sang papa.
"Lord, anak gue ngikutin jejak kurang asem gue," batin Dirga kesal.
"Hn."
Keduanya pun sampai di depan masing-masing asisten, pasangan ayah-ayah dan anak-anak sungguh serasi.
Serasi dalam kerja sama, bukan yang lainnya.
"Selamat pagi,Tuan Wijaya."
"Hn, Selamat pagi,"
Dengan sigap Aksa membuka pintu ruangan, mempersilakan dua Bos masing-masing perusahaan masuk, baru kemudian sang Papa dan terakhir dirinya sambil menutup pintu.
Pembicaraan di mulai, Dirga memerintahkan ketiganya untuk duduk sedangkan ia sendiri berjalan ke arah meja kerjanya dan mengambil beberapa dokumen untuk dibahasnya.
Sementara Gavriel dengan kegiatannya, di tempat lainya tepatnya di sebuah apartemen, ada seorang wanita muda yang saat ini sedang bersiap dengan kunci mobil di tangannya.
Celana dan juga baju berwarna hitam pres body membuatnya tampak menggoda, tampilan feminim dengan khasnya, saat dulu ia lebih suka memakai celana panjang dan kaos kebesaran.
Hari ini rambutnya yang kemarin lurus ia keriting, bibirnya pun ia poles dengan sapuan merah, membuatnya jauh lebih dari kata menggoda.
Siapa pun tidak mampu menolak pesonanya, tapi sayang hatinya sudah terkunci dengan kuncian yang membuatnya sakit. Sehingga ia sendiri tidak yakin,jika suatu saat nanti bisa atau tidak menerima kembali si pemilik kunci hatinya.
Melihat lagi penampilannya di depan cermin kamarnya, Queeneira si wanita muda itu berjalan ke arah pintu kamarnya dan membuka pintu pelan, namun seketika ia terkejut saat melihat seseorang atau pria duduk di sofa dengan santai.
"Good morning, baby," sapa si pria sebelum lemparan bantal melayang mengenai kepalanya telak.
"Good morning, jidatmu lebar," sewot si pelempar bantal, Andine.
Lah, bagaimana bisa ada Andine yang notabenenya adalah asisten Queeneira bisa ada di tempat Queeneira?
Jadi ... Seperti yang kita tahu, jika Andine adalah teman Queeneira.
Dan Queeneira saat ini tinggal di apartemen bersama Andine, syarat dari sang Baba yang mengizinkan Queeneira tinggal mandiri, dengan catatan dua hari di satu minggu menginap di kediaman Wardhana.
Dan pria yang tadi menyapa Queeneira adalah fans atau pria yang dari zaman Queeneira kuliah sudah menyukai Queeneira, namun sayang Queeneira tidak meladeni.
Bagaimana mau meladeni, jika Queeneira sudah lebih dulu menutup diri dengan tembok tebal bernama ....
"Isk ... Jangan ingatkan aku dengan orang itu," batin Queeneira sebal.
"Mau apa dia kemari?" tanya Queeneira, menatap ke arah Andine yang hanya menatapnya dengan wajah tanpa dosa.
"Katanya ada yang mau dibicarakan," jawab Andine dengan bahu terangkat tak acuh.
"Apa sih, kan bisa di omongin di kantor," tandas Queeneira judes.
Sepertinya Queeneira sedang dalam mood tidak bagus dan ini di mulai sejak kemari, tepatnya sejak pertemuannya dengan sahabatnya.
"Ck ... My Queen, aku juga kan sekalian mau ketemu kamu. Masa nggak boleh," dengkus si pria ini pura-pura kesal.
"Ok, cepat katakan, apa mau kamu," ucap Queeneira akhirnya mengalah.
Si pria tersenyum bahagia. kemudian menepuk-nepuk sofa kosong sebagai kode dan mau tidak mau Queeneira pun mengikuti, duduk dengan segera namun bukan di samping si pria.
"Yah elah Queene, masa jauhan sih," sewot si pria.
"Inget kamu sudah punya istri oy," sahut Andine cepat, membuat si pria lebih sewot saat mengetahui kenyatan.
"Tapi aku kan sukanya Queen," dumelnya bercanda.
"Oh ayolah Doni, aku ada meeting. Bisa nggak kalian ini nggak ngabisin waktu aku, kamu lagi And, bukannya kamu harus nyiapin bahan materi?" tukas Queeneira semakin kesal, membuat keduanya mengkerut takut dan akhirnya tidak main-main lagi.
" Bagus! Jadi bisa jelaskan, apa maksud kedatangan kamu, Doni," lanjut Queeneira setelah mendapat anggukan takut dari keduanya.
"Jadi, beberapa hari lagi akan diadakan sebuah pesta, yang diselenggarakan oleh keluarga konglomerat dan kita juga dapat undangannya. Berita baiknya, disana di hadiri banyak sekali pengusaha yang bisa membuat peluang bisnis kita semakin maju, ," jelas Doni, sebagai kepala pemasaran di butik dan studio shootnya.
"Maksudnya, kita cari perusahaan yang mau memakai jasa kita di pesta itu, begitu?" tanya Queeneira memastikan dengan Doni yang mengangguk mengiyakan,
"Oke, kamu atur saja," lanjut Queeneira.
Queeneira pun berdiri dari duduknya, berjalan ke arah pintu apartemennya dan meninggalkan keduanya, dengan Doni yang baru saja akan mengatakan nama si penyelenggara pesta.
"Kamu harus ikut loh hadir di acara nantii!" seru Doni, yang dibalas lambaian tangan sebelum
menutup pintu.
Blam!
"Apalagi penyeleng- aishh ... Malah kabur," dumel Doni, kemudian Andine pun keluar dari kamar dengan wajah heran, saat tidak mendapati Bosnya.
"Loh ...Mana Queeneira?"
"Sudah Kabur," dengkus Doni kesal.
"Terus, ngapain kamu masih disini?"
"Ck ... Ngusir?"
"Emang."
"Ick."
Akhirnya keduanya pun meninggalkan apartemen, sama-sama pergi ke kantor milik Queeneiraa, dengan Doni yang memberi tumpangan kepada Andine.
Bersambung