Bar Galaxay
Gavriel saat ini masih di Bar Galaxy, masih menikmati kesenggangan waktunya yang baru ini ia punya. Pekerjaanya juga tidak terlalu padat, seperti awal saat ia baru saja hendak memindahkan kantor miliknya di negaranya sendiri.
Tiga orang di depannya masih menikmati minuman masing-masing, terkadang juga ada beberapa wanita yang menemani dengan Gavriel yang memasang wajah setan, saat ada salah satu di antara wanita itu yang ingin duduk disebelahnya.
Gavriel tidak sudi, jika harus duduk dengan wanita luar dan liar, untuk menemani waktu santainya seperti saat ini.
Namun beda lagi, kalau wanita yang sangat diinginkannya yang menemani waktu santainya, meskipun liar ia akan menerimanya dengan suka cita.
Fak, ketularan si alex sepertinya.
Gavriel akhir-akhir ini sering mengumpat, semenjak ia berubah menjadi Gavriel yang seperti ini, bahkan ia yang dulunya tidak minum pun menjadi minum.
Alex dan rayuan setannya, emang sialan.
Meskipun Gavriel mengumpat dengan segala sumpah serapahnya, nyatanya ia tetap meminum minuman hingga gelas yang entah keberapa.
Ia diizinkan sang Daddy mengkonsumsi minuman beralkohol sejak ia mulai di ajak menghadiri pesta bisnis, karena rata-rata pesta kalangan atas memang menyajikam minuman ini.
Saat sedang asik dengan minumannya, Gavriel merasakan handphonenya bergetar dengan nama Aksa sebagai pemanggil. Ia pun segera menekan tombol hijau, kemudian panggilan pun terhubung di headset bluetooth yang selalu terpasang apik di telinga kanannya.
Gavriel pun berdiri dari duduknya dan mencari tempat yang sekiranya tidak terlalu bising.
"Hn?" gumamnnya, saat menerima panggilan di tempat yang menurutnya sunyi.
"Bos, di mana?"
"Hn. Bar Galaxy," jawab Gavriel singkat
"Laporan tentan-
"Hn. Kamu kirim saja lewat E-mail," sela Gavriel yang mengerti arah tujuan pembicaraan tangan kanannya.
"Baik, Bos."
"Kamu sudah pastikan semuanya sesuai dengan yang aku mau?" lanjut Gavriel bertanya.
"Sudah, Bos."
"Hn. Bagus, aku tutup panggilannya," ujar Gavriel kemudian memutuskan panggilan, setelah mendengar kata baik dari Aksa.
Gavriel sejenak menghela napas, menenangkan pikiran baru kemudian kembali berkumpul dengan sepupu dan juga tiga teman barunya.
Melangkah dengan santai, Gavriel merasa jika ia sedang seperti di lihat dari kajauhan, tapi ia berusaha tetap tenang dan akhirnya ia pun sampai juga di tempat duduknya dan dengan segera menghempaskan bokongnya di sana.
"Dari mana?" tanya Ezra penasaran, namun Gavriel hanya memberikan gelengan kepala, yang di mengerti cepat oleh sepupunya.
"Pulang pukul berapa?" lanjut Ezra bertanya, karena Ezra sendiri sudah mulai menempati kamar sang Pipi yang ada di lantai atas Bar ini, sedangkan kamar milk dua unkelnya dibiarkan kosong dengan barang-barang pribadi masih lengkap.
"Hn. Sebentar lagi." balas Gavriel sambil melihat arloji di pergelangan tangannya.
"Oh."
Mereka melanjutkan obrolan, membahas apa saja dengan tema ngalor-ngidul, efek minuman juga kesenangan saat biasanya mereka sibuk dengan rutinitas masing-masing.
Hingga tak terasa waktu pun cepat berlalu dan Gavriel yang menjadi orang pertama yang pulang, mengingat jika ia besok harus pergi memeriksa proyek pembangunan di luar daerahnya.
"Sorry, aku duluan. Thank you udah diizinin gabung, next aku teraktir minum," ujar Gavriel menyalami satu per satu teman barunya, yang menyalaminya dengan senyum welcome.
"Santai shob, ketemu lagi di pesta," sahut Theo yang ingat jika ia mendapat undangan di meja kerjanya.
Gavriel tersentak kecil, mengumpat saat ia ingat jika benar keluarganya memang akan menyelenggarakan pesta, dengan mengundang hampi seluruh mitra kerja.
Aku lupa mengajak Queeneira ke pestaku sendiri, bodoh.
"Hn, benar. See you on party, dude," timpal Gavriel dengan nada bersahabat.
"Kalian juga kan?' lanjut Gavriel bertanya, untuk memastikan jika teman barunya masuk dalam jajaran tamu undangan.
Anggukan kepala Gavriel terima, dengan ia yang ikut mengangguk mengerti dan kemudian pamit, berjalan dengan langkah cepat saat melihat jarum pendek di arlojinya sudah menunjukan pukul 1 din hari.
Gavriel berjalan ke arah parkiran dan masuk ke dalam mobil segera, kemudian mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata, dengan beberapa mobil penjaga yang mengikutinya dari belakang, serta mobil lainya yang juga ikut mengekor tanpa di curigai.
Tiba di parkiran apartemannya,Gavriel memarkirkan mobilnya di basement dan kemudian naik dengan lift menuju lantai tempatnya tinggal.
Sesampainya ia di kamarnya, Gavriel masih menyempatkan diri memeriksa e-mail yang dikirim oleh Aksa dan kemudian senyum miring pun terbit di bibir kissablenya.
Devil smile or angel smile, who knows.
"Aku hanya ingin kamu tahu, jika tidak selamanya lidah tajam bagus untuk kelangsungan hidup seseorang, sayang," gumam Gavriel kemudian menutup e-mail dan membuka kontak panggilan di handphonenya.
Di situ tertulis puluhan kali ia memanggil, namun orang yang di telepon sama sekal tidak menelponnya kembali, jangankan menelpon balik, menerima panggilanya pun tidak dan itu membuatnya kembali kesal saat mengingatnya.
Sialan.
Jarum jam sudah menunjukan 2 dini hari, tapi ia penasaran dengan apa yang di lakukan wanitanya saat ini, jika di terima ia akan bersyukur, tapi kalau tidak ia memaklumi. Karena ia sadar jika pukul segini adalah waktunya manusia normal istirahat, tidak sepertinya yang hanya tidur 4-5 jam di setiap harinya.
Menekan dial nomor 1, Gavriel menungu dengan bibir digigit gugup, jika sampai panggilannya diterima oleh sahabat perempuannya, tepatnya calon wanitanya.
Tut-tuut-tuut
Gavriel mengernyit dan hampir memutuskan panggilan, tapi saat tiba-tiba suara serak khas seseorang bangun dari tidur terdengar di telinganya, seketika itu juga senyumnya muncul dengan perasaan senang membuncah.
"Haloo, siapa?"
Astaga!
Gavriel baru ini mendengar suara Queeneira bangun tidur, ia berfantasi membayangkan jika ia bisa melihat langsung wajah bantal sahabatnya, wajah yang dulu juga sebenarnya sering ia lihat.
Bagaimana tidak sering ia lihat, jika sahabatnya sering menghabiskan waktu dengannya di kesaharian mereka dulu.
Gavriel diam tanpa bermaksud menyahuti pertanyaan sahabatnya, bahkan ia juga sedikit terkekeh dalam hati, saat mendengar dengkuran halus dari seberang telepon sana dan ia sekali lagi membiarkannya.
Ia hanya menikmati suara helaan napas halus yang terdengar di sambungan telepon mereka saat ini. Bahkan ia pun melakukan aktivitasnya, mencuci muka dan menyikat giginya sebelum berisitirahat, masih dengan mode panggil dengan nama My Queene terhubung.
Sampai ia selesai dengan aktivitasnya dan rebahan di ranjangnya pun, ternyata panggilan masih terhubung dengan suara dengkuran halus masih terdengar.
Gavriel tersenyum geli, berpikir jika apa yang ia lakukan adalah hal yang paling aneh, dari sekian banyak hal yang telah ia lalui di masa hidupnya.
Mendengarkan suara dengkuran sambil melakukan aktivitas, apakah ini yang disebut tanda-tanda virus cinta mulai menebar.
Oh ... Benar-benar virus yang sangat bahaya.
Akhirnya ia pun memejamkan mata, kemudian ikut menyusul wanitanya ke alam mimpi, tanpa peduli baterai ataupun tagihan prabayarnya membengkak.
Yah anggap saja jika saat ini ia sedang menemani wanitanya tidur dengan jarak aman, sekalian menyumbang pendapatan untuk perusahaan kartu telepon yang di gunakan olehnya.
"Have a nive sleep, my Queene," gumam Gavriel kemudian dengkuran halus pun terdengar setelahnya.
Skip
Kediamanan Wardhana
Pagi datang dengan cepat, Queeneira merasakan kalau tidurnya kali ini ia merasa di temani seseotrang, tapi ia tidak tahu apakah itu hanya mimpi atau benar adanya.
Ia melirik ke arah handphone yang tergeletak di sampingnya. Di sana dalam keadaan low baterai dengan tulisan 1%.
Padahal seingatnya, tadi malam sebelum ia tidur ia sudah mengisi penuh baterai handphonenya. Tapi kenapa pagi ini tidak ada daya sama sekali, membuatnya mengernyit heran namun dengan segera di lupakannya.
Ia pun bangkit dari rebahannya, berjalan menuju kamar mandi dan melaksanakan ritual paginya, sebelum pergi ke kantor untuk mengadakan rapat dengan rekannya, tentang konsep perusahaan yang kemarin bekerja sama dengan mereka.
Tiga puluh kemudian, Queeneira sudah selesai dengan acara mandinya. Ia juga sudah rapih dengan blazer biru keabu-abuannya dan rambut tergerai sempurna.
Sepasang anting terpasang cantik di telinganya dan tidak lupa ia juga menyapu bibirnya dengan polesan warna alami, kemudian menyemprotkan parfum aroma cherry blossom kesukaanya.
Setelah dirasa cukup dengan penampilannya, Queeneira pun keluar dari kamarnya dengan kedua tangan penuh dengan barang bawaanya, bahkan paper bag dari Gavriel pun turut ia bawa, padahal semalam jelas sekali kotak itu ia simpan di lemari penyimpanan.
Menuruni anak tangga satu per satu, Queeneira meletakkan barang bawaannya di sofa dan meminta tolong kepada asisten rumah tangganya untuk memasukan barang-barangnya di kursi belakang mobilnya. Sedangkan ia sendiri kembali melangkahkan kakinya berjalan menuju ruang makan, di mana sudah ada sang Baba serta Mamahnya yang menunggunya untuk sarapan bersama.
"Cou san, (Selamat pagi) Baba, Mama," sapa Queeneira yang dibalas dengan senyum hangat kedua orang tuanya.
"Cou san, amuy."
Dan seperti keluarga harmonis lainnya, mereka pun melaksankan ritual makan pagi mereka dengan diselingi obrolan ringan, mengingat jika sang putri hanya 2 kali ada di rumah dan sisanya hanya pasangan orang tua ini saja, yang akan sarapan bersama di rumah besar keluarga Wardhana.
Setelah selesai dengan acara sarapannya, Queeneira berpamitan dan berangkat ke kantor. Ia tidak memperdulikan handphonenya yang mati dan ia juga tidak tahu jika berita mengejutkan akan di terimanya saat ia sampai di kantornya nanti.
Aparteman Sky Elty
Aparteman dengan lantai 25 ini adalah proyek Wijaya beberapa tahun lalu, dengan Gavriel yang menerima limpahan tanggung jawab dari sang Daddy.
Apartemen ini milik seorang pengusaha dari Jerman, yang juga sudah membangun banyak apartemen seperti ini di berbagai kota.
Gavriel membelinya dengan potongan harga, saat ia juga dulu masih sekolah di bangku SMA.
Ia tidak menyangka juga, jika sang Daddy membangunkan sebuah gedung perusahaan yang dekat dengan properti miliknya, sehingga ia tidak perlu membeli hunian lain untuknya.
Di depan cermin setinggi tubuhnya yang ada di dalam ruangan walkin closetnya, Gavriel mematut lagi penampilannya saat ini.
Antingnya juga sudah terpasang di telinga kanannya seperti biasa, lengkap dengan headset bluetooth yang setia menemaninya di mana pun.
Pagi ini ia merasa akan mendapatkan pertunjukan menyenangkan, belum lagi tadi malam ia tidur nyanyak dengan ditemani suara dengkuran halus sahabatnya, membuatnya semakin semangat untuk memulai aktivitasnya hari ini.
Entah berasal dari mana sesuatu yang ada dipikirannya. Tapi menurut feelingnya yang tidak pernah meleset, ia merasa jika hidup monotonnya akan segera terganti dengan kesenangan tanpa batas.
Dan karena pemikirannya itu, bibirnya tidak bisa untuk tidak menampilkan senyum konyol dari awal ia bangun tidur.
"Hum ... Aku harap meskipun akan ada awalan yang tidak mengenakan, tetapi tetap ada akhir bahagia di kisah hidup kami, amin" pinta Gavriel tulus.
Bersambung