Apartemen Royal Elty
Di sebuah kamar dengan ranjang besar terlihat, ada seorang pemuda yang sedang berdiri melihat pemandangan matahari senja dari jendela kamarnya.
Lamunannya berhenti, saat merasakan getaran pada handphonenya.
Melihat nama si pemanggil, Gavriel si pemuda itu melihat nama si pemanggil dengan datar, sebelum menekan tombol merah dan menyimpan lagi handphone si saku celananya.
Melirik dengan ekor matanya yang tajam, Gavriel menatap benda atau juga boneka kecil di tengah-tengan tempat tidurnya dengan senyum samar.
Berjalan mendekati tempat tidurnya, Gavriel tiba-tiba diselimuti peraasaan menyesal, saat mengingat jika selama ini ia memang salah, tidak meluangkan waktu untuk sahabatnya, meskipun hanya sekedar sapaan hai dan sedang apa melalui pesan singkat.
Tapi kan ia sudah mengirim pesan dengan adiknya juga sepupunya untuk menyampaikan rasa rindunya.
Sebenernya ia juga melakukan ini bukan hanya karena tidak ada waktu lebih, tapi juga kerana ia takut jika sudah mendengar suaranya, ia tidak akan mempu berkonstrasi dengan pekerjaannya.
Mengangkat boneka itu untuk dilihatnya lebih teliti, Gavriel masih ingat jika ini adalah hadiah yang ia terima melalui sang adik, saat keluarganya sedang menghadiri acara wisudanya.
Selyn bilang, jika ini adalah buatan asli sahabatnya, membuatnya seketika tersenyum dengan menahan perasaan sedih saat menerima boneka yang diulurkan adiknya untuknya.
"Queene, maaf, aku hanya terlalu takut tidak bisa mencegah diriku sendiri untuk tidak pergi saat itu juga," gumam Gavriel dengan perasaan menyesal.
Melihat dari reaksi sahabatnya, sepertinya benar jika sahabatnya sudah sangat kecewa dengannya.
Meskipun ia menampik kenyataan di setiap tanggapan yang ia dengar dari sepupu dan adiknya, nyatanya kini hatinya mulai risau jika memang itu sampai terjadi.
Menurut sepupunya, yang beberapa kali pernah menemuinya karena ada perjalanan bisnis ke negaranya, Queeneira memang tidak memperlihatkan, tapi dia menyimpannya dalam hati tanpa ada satupun yang tahu.
Queeneira juga tidak menerima pendekatan dari laki-laki lain, tapi bukan berarti jika Queeneira juga tidak menerima pertemanan dari mereka.
Huft ...
Helaan napas keluar dari belah bibirnya, saat mengetahui kenyataan jika sepertinya akan sedikit sulit baginya untuk mendapatkan Queeneira kembali.
Ia kira semakin ia berkonsentrasi dengan apa yang di kejarnya, membuatnya bisa semakin mempercepat waktu kepulangannya, dengan begiru Queeneira akan senang dan menyambutnya dengan senyuman,
Tapi nyatanya tidak, justru raut wajah marah yang di terimanya.
Duduk dengan hadiah Queeneira di gengaman tangannya, Gavriel menelpon sepupunya, berniat menemuinya.
Tuut! Tuut! Tu- klik
"Ya?"
"Hn.Dimana?" tanya Gavriel tapi sepertinya Gavriel tahu sedang dimana sepupunya, saat mendengar suara menghentak yang ikut masuk di pendengarannya.
"Bar."
"Aku ke sana," ujar Gavriel kemudian menutup telepon saat mendengar kata oke dari sepupunya.
Di perjalanan. Gavriel sesekali melihat jalanan, yang ramai dengan segala aktivitasnya. Lalu tidak lama kemudian, ia pun sampai di pelataran parkir Bar yang di kelola oleh sepupunya.
Bar yang sebenarnya milik Daddy dsn juga Unkel Faro, yang artinya suatu saat nanti Bar ini akan menjadi miliknya dan Queeneira juga.
Ah! Lagi-lagi nama Queeneira diucapkan di hatinya.
Sepertinya ia memang tidak bisa jauh-jauh dengan si empunya nama.
Turun dari mobil, Gavriel disambut dengan dua orang penjaga berbadan kekar dan juga tampang menyeramkan.
Dua penjaga itu menunduk hormat kepadanya, dengan ia yang hanya mengangguk.
Penjagaan yang sangat ketat, mengingat jika Bar adalah tempat berkumpulnya sesuatu yang negatif.
Ia tidak takut, karena di belakangnya pun ada beberapa orang bayangan yang setia mengikuti langkahnya.
"Selamat malam, Tuan muda," sapa kedua penjaga itu dengan nada suara dalam, mampu membuat bocah bau kencur yang mencoba masuk, mundur dan mengurungkan niat untuk masuk.
"Hn."
Gavriel hanya bergumam dan menganguk, kemudian masuk lalu seketika indra pendengarannya pun di penuhi dengan suara musik yang menghentak, juga lampu temaram dengan kerlap-kerlipnya.
Ia tidak asing lagi dengan tempat yang saat ini sedang ia tapaki, karena semenjak ia lulus dari kuliahnya, ia sudah mulai berlatih dengan gemerlapnya dunia malam seperti ini.
Jalan dengan langkah tegapnya, Gavriel hanya melihat dengan raut wajah datar, saat mendapat tatapan penasaran juga kagum dari pelanggan di sekitarnya.
Peduli amat, batin Gavriel masa bodo.
Dari tempatnya berjalan saat ini, Gavriel bisa melihat sepupunya yang sedang bergabung dengan beberapa orang yang terlihat asing di netranya.
Gavriel semakin mendekat ke arah sepupunya berada, kemudian mengangkat tangannya saat sang sepupu melihat ke arahnya.
"Yo! Tumben sekali," sindir Ezra, saat sepupunya datang ke tempatnya kerja jika malam hari seperti ini.
"Hn. Sudah free," sahut Gavriel santai, sama sekali tidak merasa tersinggung, karena nyatanya seperti itulah kenyataannya.
"Mau minum?" tawar Ezra dengan Gavriel yang mengangguk pelan.
Ezra pun menoleh ke arah teman-temannya, kemudian memasang wajah bersalah saat harus menemani sepupunya, karena jarang sekali sepupunya berkunjung seperti ini.
"Sorry guys, tinggal sebentar yah, aku ada tamu spesial," ucap Ezra dengan nada tidak enak yang kentara, menuai angguka kepala dan acungan jempol sebagai tanda mereka baik-baik saja.
"Santai shob, kit-
"Aku boleh join?"
Seketika, Ezra juga tiga temannya yang lain melihat ke arah Gavriel dengan raut wajah kaget, membuat Gavriel mendengkus dan mengangkat bahu tidak peduli, jika permintaan gabungnya diabaikan.
Gavriel bosan, jika harus minum hanya ditemani oleh sepupunya.
"Kamu serius, Gav?" tanya Ezra memastikan, ia sungguh kaget saat mrndengarnya, tapi saat melihat eskpresi wajah sepupunya yang serius, ia pun akhirnya menolehkan kembali wajahnya ke arah temannya yang lain, meminta persetujuan.
"Guys?"
"Welcome shob, kita asik aja," sahut salah satu dari ketiganya dan diangguki kepala oleh yang lainnya.
Akhirnya Gavriel pun duduk bergabung dengan teman dari sepupunya, berbincang mengenai apapun dengan Gavriel yang sekali-kali akan menyahuti.
Di meja tersedia berbagai macam jenis minuman, dengan masing-masing selera dan juga tak lupa kacang kulit sebagai teman dari minuman mereka.
Gavriel punya teman minum juga di Jepang, teman sekelompoknya tepatnya teman hitamnya, bukan orangnya yang hitam tapi statusnya.
Di antara obrolan yang mereka bahas, Gavriel hanya menyimak saat mereka membiicarakan masalah perusahaan dan wanita.
Oh ... Gavriel tidak butuh lagi ilmu tentang bisnis, karena ilmu yang dimlilkinya lebih dari cukup dan tentunya mumpuni, tapi Gavriel sangat tertarik saat mereka membicarakan masalah wanita dan kenikmatannya.
Entah, maksudnya nikmat yang mana, ia pun tidak mengingat hal yang terlalu vulgar. Ia hanya mengingat saat mereka bilang, jika wanita marah dan galak lebih membuat mereka merasa tertantang.
Dan ini membuatnya semakin merasa penasaran, sepertinya benar apa kata mereka jika wanita yang marah dan galak lebih hot dan lucu, dibandingkan dengan wanita yang pasrah begitu saja dengan kekuasaan laki-laki.
"Jadi, menurut kalian, apa yang harus dilakukan, agar wanita takhluk dengan kita?" tanya Gavriel tiba-tiba, membuat Ezra menatap penasaran ke arah Gavriel, beda dengan tiga lainya yang ngekek saat Gavriel bertanya seperti itu.
Masalahnya yang bertanya itu Gavriel, laki-laki yang tidak perlu menebar pesona, karena tanpa menebar pun wanita akan rela membuka kedua kakinya lebar.
"Ha-ha-ha ... Gavriel, please deh, kalau kamu sih nggak perlu melakukan hal yang merepotkan. Kamu hanya perlu mengirim mereka senyum dan kedipan mata, dijamin deh mereka langsung klepek-klepek. Iya nggak tuh, Shob?" tukas Bryan Hadi Utama, anak dari seorang pengusaha dan sekarang menjadi penerus perusahaan Pt. Utama.
"Yoi tuh, kalau kamu sih kita yakin, nggak perlu usaha keras untuk dapetin satu wanita di satu malam. Bahkan aku yakin, sepuluh dalam semalam juga kamu pasti bisa," sahut Vasco dan yang lainnya pun mengangguk mengiyakan.
Berbeda dengan Ezra yang diam-diam terkekeh saat mengerti, siapa yang sedang sepupunya bahas saat ini.
Gavriel mendengkus saat teman semejanya malah mengiranya ingin belajar tebar pesona.
"Enak saja, kalau aku mau sudah puluhan wanita yang aku bawa ke ranjang. Tapi sorry aja, hanya dialah selamanya yang aku inginkan dalam hidupku" gerutu Gavriel dalam hati.
Puk!
Gavriel menoleh ke arah bahunya, yang saat ini sedang ada sebuah tangan bertengger dengan indah di sana dan menemukan tangan sepupunya lah, yang juga sedang melihatnya dengan tatapan mengejek.
Sialan.
"Sabar yah, ini bukan cobaan hidup," ucap Ezra dengan nada manis, beda dengan Gavriel yang mendengarnya sebagai sindiran.
"Hn."
"Emang, siapa wanita yang lagi kamu incar, Gavriel?" tanya Theo alias Theo Putra Laksmana.
"Hn. Seseorang yang pastinya sangat cantik," sahut Gavriel dengan senyum miring terpasang tiba-tiba, saat ingat
wajah marah seksi sahabatnya tadi siang.
"Sial, jadi mau nelpon lagi, tapi nggak diterima-terima,double sialan" batin Gavriel marah.
"Wow! Bikin penasaran saja, karena setahuku, tidak ada yang mampu menolak pesonamu, iya nggak sih?" tukas Vasco dengan perasaan tidak percaya.
"Yoi, bener banget," sahut lainya bersamaan.
"Ck … Masalahnya, ini laki-laki sejagat raya songongnya kebablasan shob, selama tinggal di Amerika sana jar- ah! Bukan jarang, tapi nggak pernah menghubungi wanitanya, malah minta orang lain buat salamin rasa rindunya. Bagaimana nggak putar haluan si wanita ini. Hayo," ceplos Ezra masa bodo, saat sepupunya mendelik galak ke arahnya.
"Apa? Emang gitu kok kenyataanya," lanjut Ezra tidak peduli.
Ketiganya tidak bisa komentar, karena jujur saja saat ini mereka sedang menahan tawa dan mereka tidak berani
ngekek seperti tadi, karena takut dengan raut wajah angker dari pewaris perusahaan raksasa Wijaya.
"Kalian kalau mau ngekek nggak apa-apa kok, tenang saja kalau dia berani macam-macam, kalian hanya perlu bocorkan berita kalau Gavriel Wijaya di tolak wanita yang bentar lagi jadi bucinnya," seloroh Ezra dengan seenaknya dan alhasil ketiga teman baru Gavriel ini pun ngekek, dengan Gavriel yang kembali mengumpat lebih terang-terangan.
"Fuck, sialan kamu, Ez."
Wa-ha-ha-ha
Dan malam ini pun, untuk pertama kalinya seorang Gavriel mati kutu, saat sepupunya dengan santai mentertawainya dengan ketiga lainnya ikut serta.
Tidak cukup dengan gelak tawa yang membuat Gavriel dongkol, ternyata Ezra, Bryan, Theo dan Vasco bahkan memukul-mukul meja sebagai pelampiasan rasa tidak kuasa mereka , saat tahu jika tidak selamanya orang sempurna memang benar-benar sempurna.
Karena memang sejatinya, tidak ada mahluk hidup yang sempurna dan kesempurnaan itu hanya milik Tuhan, sekalipun itu adalah Gavriel yang dielu-elukan kesempurnaanya.
Bersambung.