Marunouchi Tokyo, daerah Chiyoda..
Suara bunyi ponsel terus terdengar memanggil dari atas meja, hingga akhirnya berhenti sesaat.. Lalu mulai berdering kembali meminta si pemilik untuk segera menyentuhnya. Pada akhirnya,
" Hmm " suara berat dan serak namun terdengar seksi saat menjawab panggilan itu. Tatapannya masih fokus kepada dokumen yang ada di hadapannya.
" Layani dengan baik dan awasi terus! " perintah pria tersebut dengan tegas.
Setelah menyelesaikan panggilan itu, ia menghubungi asisten pribadinya agar mengirim dokter Kenta ke rumahnya. Lalu mulai berkutat kembali dengan dokumen yang ada di hadapannya, Seolah panggilan telepon itu tidak ada.
Namun baru satu jam, terdengar ponsel berdering kembali. Saat Ritz memutuskan mengangkatnya, ia menjadi sangat kesal dan jengkel karena pekerjaannya terus tertunda. Dengan kasar ia membentak orang yang berada di ujung sana.
" Apa?!!"
" ... "
" Dalam 30 menit kau tidak datang untuk memeriksanya, akan kujual semua saham milikku dari rumah sakitmu!! Dan kupastikan rumah sakitmu bangkrut dalam 24 jam kedepan!!! " ancam Ritz sambil menutup teleponnya dengan emosi.
" Damn!! " maki Ritz sambil melempar ponselnya ke tembok hingga hancur berkeping - keping.
***
Sementara itu ditempat lain, dokter Kenta bersiap - siap meluncur ke Denenchofu.
" Shitt! Brengsek kau Ritz! " maki Kenta kesal,
" Sayang ? " panggil wanita berparas cantik yang melilitkan tubuhnya dengan selimut sedang duduk manis diatas ranjang dengan wajah cemberut.
Saat melihat tingkah wanitanya, Kenta tersenyum geli. Ia langsung menghampiri wanita kesayangannya sambil memakai kemeja yang ia ambil dari lantai, Kenta duduk di tepi kasur lalu meraih pinggang istrinya mesra dan memindahkan tubuh mungil itu keatas pangkuannya,
" Nanti kita lanjutkan lagi ya.. kamu kenal bagaimana Ritz! " bisik Kenta dengan lembut dan hangat.
" Tapi.. " baru saja mau protes Kenta langsung mencium bibir tipis istrinya yang mengerucut.
Baru seminggu lalu ia melangsungkan pernikahan dengan wanita yang ia cintai, dan kini ia harus terganggu oleh perintah sahabatnya Ritz.
Hingga akhirnya dia dan Yuki memutuskan menunda honeymoon mereka hanya karena perintah Ritz yang sulit ditolaknya. Karena ia tahu ancaman Ritz tidak pernah main - main.
Sebagai sahabat Ritz adalah pria yang low profile dan care tapi di dunia pekerjaan ia akan menjadi pribadi yang kejam dan ganas dalam menghadapi pesaing bisnisnya. Kenta sudah mulai curiga dengan Ritz tentang seorang wanita yang tinggal di rumah.
Wanita yang berhasil menarik minat Ritz yang tempo hari ia tangani. Tapi dia masih mencoba menghargai Ritz untuk tidak mencari tahu atau sekedar bertanya langsung kepada Ritz.
Ritz akan sangat dingin dan acuh tak acuh bila berurusan dengan wanita, ia tak segan - segan membunuh atau menyiksa mereka. Sangat aneh jika tiba - tiba dia mau merawat wanita asing tersebut dengan baik.
Setelah merayu istri cantiknya yang sedang merajuk, ia berhasil meninggalkan apartemennya menuju Denenchofu. Sesampainya disana Kenta disambut kepala pelayan yang mengantarnya ke kamar tempat gadis asing itu berada.
Dirasa cukup beramah tamah dengan pasiennya, ia langsung memeriksa keadaan Louis. Tidak lupa dia menyempatkan untuk menuliskan resep obat untuk gadis itu lalu cepat berlalu meninggalkan kamar itu dengan sedikit pesan agar Louis minum obat tepat waktu dan banyak istirahat.
Kenta tahu saat pertama kali melihat Louis, kalau gadis ini masih amat sangat belia. Jadi ia merasa tidak mungkin Ritz tertarik pada gadis dibawah umur. Walau ia mengakui bahwa Louis memiliki bentuk tubuh yang ideal seperti yang dimiliki wanita dewasa.
Saat mencapai ruang tamu, Kenta melihat Ritz yang sedang duduk di sofa sambil fokus pada laptopnya. Kenta langsung duduk di seberang Ritz tanpa berbicara.
Tak lama seorang pelayan menyapanya menanyakan apa yang ingin dia minum, setelah itu pelayan mengundurkan diri dengan sopan dari ruangan tersebut, tidak lupa sebelum pergi mereka menganggukkan kepala mereka sedikit sebagai tanda menghormati Ritz maupun dokter Kenta.
" Bagaimana keadaannya? " tanya Ritz tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop miliknya.
" lukanya tidak ada masalah akan menghilang dengan perlahan, dan 1 bulan lagi kondisinya akan kembali normal. Ia mengalami trauma, hingga membuatnya mimpi buruk " jawab Kenta dengan jelas.
" Tangannya? " tanya Ritz yang kali ini mulai mengalihkan pandangannya kearah Kenta.
" 7 bulan! asalkan ia rutin menjalani terapi yang aku sarankan " sahut Kenta tegas.
Ritz hanya menganggukkan kepalanya pelan, tak lama pelayan mengantarkan minuman serta cemilan ringan untuk Ritz dan Kenta.
Setelah menyesap minumannya, Kenta langsung bangkit berdiri
" Huft! lain kali jangan merusak hari liburku! Yuki pasti menungguku untuk melanjutkan aktivitas ranjang kami yang tertunda " keluh Kenta sambil berjalan meninggalkan Ritz.
" Kau tahu pintu keluarnya! Jangan manja! " seru Ritz sambil menyeringai.
" Brengsek kau Ritz! " umpat Kenta saat sudah berada diluar.
Saat mendengarnya Ritz hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya.
" Bersenang - senanglah " gumam Ritz pelan.
Akhirnya ia pun beranjak dari sofa menuju kamar Louis, tidak lupa meminta asisten pribadinya membawa laptop berserta surat - surat penting ke ruang kerjanya.
Klek
Ritz membuka pintu kamar Louise, dengan perlahan ia melangkah mendekati ranjang, matanya menatap dengan dingin kearah gadis yang terlelap diatas ranjang itu.
Bayangan kematian orang tuanya melintas dipikirannya. Bayangan kematian ibu dan kepergian saudari perempuannya terus melintas dalam ingatannya.
Dalam sekejap kedua mata Ritz makin menggelap, rahangnya mengeras sedangkan kedua tangannya mengepal erat hingga pucat.
Awalnya ia ingin menyiksa gadis ini hingga mati karena berani menyerangnya di club malam. Tapi setelah ia mengetahui informasi tentang latar belakang gadis ini, dan alasan Louise menyerangnya, ia berpikir dengan membiarkannya hidup lebih lama akan membuat segala sesuatunya semakin menarik.
" Jonathan Hansel! Kau terlalu beruntung! Dapatkan kau tidur dengan tenang bila aku memusnahkan semua keturunanmu!" gumam Ritz sambil menyeringai sinis.
Setelah itu Ritz memutuskan untuk meninggalkan ruangan tersebut. Saat pintu telah tertutup rapat, Louise membuka kedua matanya perlahan dan menatap kearah pintu kamar itu. Ia mendengar dengan jelas perkataan Ritz saat berdiri di samping ranjang tempat ia berbaring.
Walaupun banyak pertanyaan memenuhi benaknya. Ia hanya bisa menghembus nafas dengan kasar, tanpa menyadari air mata mengalir membasahi kedua pipinya.
" Aku kuat! Benarkan daddy?! " bisik Louis sambil memejamkan kedua matanya kembali.
Sedangkan Ritz memilih melampiaskan amarahnya yang memuncak di ruang kerjanya.
" arghhhhhh!!! "
Brukk!!
prang !!!
Dalam sekejap ruang kerjanya berubah berantakan, pecahan kaca dan patahan kursi berserakkan. Tinjunya masih mengepal erat tidak memperdulikan darah yang mengalir deras di kedua punggung tangannya. Kini ia berdiri tegap di balik jendela sambil terengah - engah berusaha meredam emosinya yang masih tersisa.
" Tidurlah dengan tenang.. dia pasti sudah bersamamu kak! " seru Ritz sambil menyeringai sinis.