Chereads / My promise / Chapter 8 - chapter 7

Chapter 8 - chapter 7

Happy reading,

Maaf jika ada typo bertebaran dimana-mana.

Louisa pov,

" Arghh!!! Shit! Kenapa jadi kepikiran gini sih?!! " Teriak Louis frustasi.

Dari tadi matanya sulit terpejam, kejadian tadi siang terus terulang-ulang di pikirannya bagaikan kaset rusak. Ciuman pertamanya telah terenggut oleh pria yang sama sekali tidak ia kenal.

" Dasar brengsek!! Lihat aja pembalasanku kalau ketemu lagi! Aish! Kok aku jadi berharap gini seh!! l" Umpat Louis dalam hati.

" Emang sih, tuh cowok ganteng banget! Tapi mau di taruh dimana nie muka??!" Omel Louis kesal sendiri.

Memikirkan pria itu membuat kedua pipi Louis merona. Untung saja saat ini dia berada di dalam kamarnya, jadi tidak ada yang tahu kegalauan hatinya.

Sudah seminggu ini Louis berangkat sendiri, menghindari Leo maupun Livia. Akan tetapi mau tidak mau bertemu saat makan malam dan sarapan itu pun jika didepan Daddy, ia berusaha bersikap sewajarnya.

Ia masih marah dan kecewa karena merasa dibohongi, terkadang Leo ataupun Livia berusaha mendekat atau sekedar menyapa. Namun tidak sedikitpun digubris olehnya.

Siang ini, seperti biasa aku mendengarkan penjelasan mata pelajaran matematika di kelasku. Sangat membosankan dan membuatku mengantuk hingga harus menguap berkali-kali.

Tok..tok..tok..

Terdengar suara pintu membuatku mengalihkan pandanganku ke arah pintu. Kulihat seorang mahasiswa berdiri di depan pintu menunggu intruksi dari dalam ruang kelasku.

" Masuk! " Perintah Mr. Charles.

Tak lama siswa itu masuk dan menghampiri Mr. Charles selaku dosenku. Mahasiswa itu seperti membicarakan sesuatu. Wajah keduanya terlihat serius.

" Maaf mengganggu sebentar.. Miss Hansel ditunggu kedatangannya sekarang di ruang Mr.Arka " seru siswa itu,

Aku bangkit dari kursiku dan berjalan menghampiri mahasiswa tersebut yang sekarang mengucapkan terima kasih kepada Mr. Charles.

Livia ikut berdiri dan berjalan mengikutiku karena ia juga memiliki nama belakang yang sama denganku.

" Permisi Mister " Ucapku sebelum meninggalkan ruang kelas. Hanya dijawab anggukkan kepala oleh Mr. Charles.

Saat di koridor kampus Livia berusaha mensejajarkan langkah kakinya denganku. Aku masih tidak mau ambil pusing dan terus melangkah kakiku ke ruangan Mr. Arka.

Di ruang kepala sekolah..

Disinilah aku, Livia dan Leo bertemu. Di ruang Mr.Arka kami berada mendengar berita menyakitkan ini.

Bagaikan tertimpa ribuan batu karang itu yang kurasakan saat ini. Shock, cemas, khawatir menjadi satu. Kalut menggambar perasaan kami saat ini.

" Tidak! Tidak mungkin Mr !" Teriak ku histeris mendengar berita yang disampaikan Mr. Arka.

" Shit!! Saya harap anda tidak bercanda! " Pekik Leo menahan amarahnya, menatap Mr. Arka dengan tajam.

" Maaf, itulah berita yang saya dengar barusan.. saya turut prihatin atas kejadian ini " ucap Mr. Arka sendu.

" Lebih baik kita kesana sekarang untuk memastikan kebenarannya " usul Livia pelan.

Tanpa banyak bicara, setelah mendapatkan izin mereka bertiga keluar tergesa-gesa dari ruangan Mr. Arka dan berlari menuju parkiran. Memasuki mobil lamborghini berwarna silver milik Leo.

Dengan kecepatan tinggi mobil itu melaju. 30 menit kemudian mobil itu terparkir sempurna di sebuah tempat parkir yang cukup luas.

Kami bertiga melangkahkan kaki dengan cepat memasuki sebuah gedung yang menjulang tinggi tersebut.

The Maltida Hospital!

Kami telusuri koridor rumah sakit ini setelah Leo menanyakan langsung ke resepsionis rumah sakit ini.

" Dad! "

Hatiku Menjerit memanggilnya. Ketakutan mendera hatiku, takut kehilangan orang yang aku sayangi.

Akhirnya langkah kaki kak Leo terhenti ketika melihat uncle Max berdiri tidak jauh dari ruang operasi, uncle Max adalah orang kepercayaan daddy.

" Bagaimana keadaan daddy, uncle? " Tanya Leo sambil mengatur nafasnya yang tersengal- sengal.

" Daddy kalian sedang ditangani dokter jadi kita masih harus menunggu " jawab uncle Max terlihat berusaha tegar.

Sedangkan aku dan Livia hanya menangis berpelukan, melupakan sekejap pertengkaran diantara kita. Mendengar jawaban uncle Max, Leo sangat frustasi terlihat dari caranya menjambak rambutnya berulang-ulang.

" Bagaimana ini bisa terjadi uncle? " Tanyaku sambil terisak.

" Tadi Daddy kalian hanya bilang ingin bertemu seseorang sebentar.. tidak menjelaskan ingin bertemu siapa? Dan tidak memberitahukan dimana tempat pertemuannya? " Jawab uncle Max jujur.

" Kenapa uncle tidak menemaninya??!! " Teriak Louise dengan kesal tidak peduli pada etika kesopanan lagi.

" Louis! Tenanglah.. " pinta Livia lembut sambil mengusap pelan punggung Louis.

" BAGAIMANA AKU BISA TENANG??!! Dad sedang merenggang nyawa!! Arrgh!!" Seru Louis dengan emosi yang tersulut. Livia hanya diam dan menangis pilu, sedangkan uncle Max tertunduk penuh penyesalan.

Leo langsung menghampiri Louis dan memeluknya erat, berusaha menenangkan Louis yang terlihat tidak bisa mengendalikan emosinya.

" Kak! " Panggil Louis lirih.

" Tenangkan dirimu! Kita berdoa yang terbaik untuk Daddy! Bukan kau saja yang takut dan cemas.. kau lupa?? Aku dan Livia juga menyayangi Daddy! " Ucap Leo parau. Louis hanya menganggukkan kepalanya.

" Aku bersumpah! Aku akan mencari sendiri siapa orang itu dan membalas perbuatannya! " Seru Louis dengan lantang, membuat tubuh Leo menegang sesaat.

" Louis! " Gumam Livia lirih.

Livia terbelalak mendengar perkataan Louis, ia cukup merinding ngeri melihat kilatan kemarahan di mata Louis.

4 jam kemudian..

Seorang dokter keluar dari ruang operasi, dokter itu menghampiri uncle Max.

" Apakah anda keluarga Tuan Hansel? " Tanya dokter tersebut.

" Benar dok! Kami semua disini keluarga Tuan Hansel dan mereka adalah putra dan putri Tuan Hansel " jawab uncle Max.

" Kami berhasil mengeluarkan seluruh peluru yang bersarang di badan serta kepalanya, tapi operasi kami belum bisa dikatakan berhasil karena pasien masih belum melewati masa kritisnya dan dinyatakan koma, kami masih menunggu perkembangan selanjutnya " jelas dokter tersebut.

Shock.. jelas! Kami membeku mendengar pernyataan dokter Anderson.

" Sampai berapa lama Dok? " Tanya Leo lemas.

" Kami belum dapat memastikan sampai berapa lama.. kami akan berusaha semaksimal mungkin dan tolong dibantu dengan doa. " Jawab dokter Anderson bijak.

" Bisakah kita berbicara diruangan saya? " Tawar dokter kepada uncle Max.

" Tapi kami boleh melihatnya dok? " Tanya Livia.

" Boleh! Tapi hanya 1 orang saja! " Jawab dokter tersebut.

Lalu Dokter Anderson pergi menuju ruang pribadinya. Diikuti oleh uncle Max dan Leo tentunya ketika ia mengajukan diri ingin mengetahui lebih detailnya tentang keadaan daddy.

Setelah dioperasi Daddy dipindahkan keruang ICU dan masih dengan perawatan intensif. Hanya ada Louis dan Livia yang masih berdiri mematung di depan pintu.

" Masuklah! Aku akan menunggu disini " seru Livia sambil tersenyum. Louis hanya mengangguk lalu melangkah pelan memasuki ruang tersebut.

***

Di dalam ruang ICU..

" Dad! " Panggil Louis lirih sambil menggenggam erat tangan Daddynya. Airmata mengalir deras, ia tak kuasa melihat Daddynya terbaring lemah tidak berdaya.

" Cepatlah bangun Dad! Aku sangat menyayangimu! Aku berjanji akan memenuhi semua keinginanmu.. bangunlah Dad! " seru Louis sambil terisak.

Louis langsung memeluk tubuh daddynya berharap daddynya mau membuka mata.

"Jangan tinggalkan aku Dad! " Ucap Louis dengan pilu.

" Daddy! bangun Dad! Aku takut! Aku tidak mau sendirian lagi Dad! Oh.. my GOD.. help me! Kembalikan Daddyku! " Rintih Louis dalam hati.

Tidak lama Louis keluar dari ruang tersebut dengan langkah gontai dan matanya terlihat sembab sehabis menangis. Livia langsung berlari merangkul tubuh Louis. Membuat pertahanan Louis runtuh dan membuatnya menangis lagi.

Kemudian Leo dan uncle Max datang dengan wajah tegangnya. Mencoba tersenyum menutupi sesuatu yang menakutkan. Dan berharap semua baik-baik saja.

Apa yang sebenarnya terjadi ??

Apa yang disembunyikan oleh Leo dan uncle Max?