Happy reading,
Seminggu kemudian, setelah Davi mendatangi Dylan di perusahaan miliknya, dan Dylan memutuskan untuk kembali ke rumahnya malam itu.
Semakin hari Dylan berubah semakin dingin terhadap keluarganya, dia bersikeras untuk tidak mempedulikan kesehatan sang istri yang menurun, keegoisannya membutakan mata, hati dan pikiran Dylan.
Davi sendiri tidak mau pusing lagi memikirkan kelakuan ayahnya. Saat ini Ia hanya fokus kepada kesehatan ibunya yang semakin menurun. Ia sadar bahwa ada sesuatu hal yang disembunyikan oleh ibunya.
" Nyonya ! " pekik Rea terkejut sambil menahan tubuh majikannya yang tiba - tiba limbung, Rea adalah pelayan pribadi nyonya besar di keluarga itu.
" Ah!! " keluh Nyonya Amira, wajahnya agak sedikit pucat walaupun kecantikannya tidak pernah luntur sedikit pun walau usianya kini tidak muda lagi.
" Anda tidak apa - apa? sebaiknya anda beristirahat di kamar Nyonya " seru Rea khawatir terhadap majikannya.
" Saya baik - baik saja Rea " jawab Nyonya Amira singkat, ia menolak tawaran Rea walau rasa pusing menyiksa kepalanya, dia tahu apa yang terjadi pada tubuhnya tapi ia tidak mau membuat putera kesayangan satu - satunya khawatir terhadapnya.
Nyonya Amira tidak peduli terhadap penyakit yang menyerangnya, yang beliau khawatirkan saat ini puteranya akan sedih dan tersakiti bila mengetahui kondisinya.
Ia teramat sangat mencintai suami dan putera semata wayangnya, andaikan suaminya mau sedikit saja membuka hati untuknya dan mencintainya, ia pasti sangat bahagia dan bangga menyandang gelar sebagai Nyonya besar keluarga Cross. Namun keinginannya tidaklah sesuai dengan kenyataan, Suami tercintanya sangat membenci dirinya.
***
Sementara itu, di tempat lain..
" Bagaimana hasil penyelidikan kali ini Uncle Max? " tanya Leo tajam yang saat itu berada di ruang kerja ayahnya.
" Cctv di tempat kejadian telah diretas oleh Ritz, seorang hacker profesional yang suka berpindah -pindah negara, kabar terbaru yang kami dengar dia sekarang berada di Jepang, hanya dia satu - satunya kunci siapa dalang dibalik semua ini " jelas Uncle Max tenang tidak terpengaruh oleh tatapan intimidasi milik Leo.
" Uncle tahu dari mana Ritz yang meretas cctv tersebut?" tanya Leo penasaran.
" Cara kerjanya mirip dengan Ritz, hanya orang itu yang mampu melakukannya tanpa meninggalkan jejak." jawab Uncle Max dengan yakin.
" Bagaimana dengan karyawan restoran tersebut? " tanya Leo dengan dingin.
" Mereka mengatakan bahwa ruang Vip tersebut dibooking atas nama Mr. Hansel, dan waiters yang menggantarkan makanan ke ruang Vip hari itu ditemukan tewas bunuh diri di sebuah apartemen tua yang tidak terpakai beberapa hari lalu." jelas Uncle Max.
" Terima kasih Uncle, untuk selanjutnya kasus ini saya yang mengurus, anda bisa melanjutkan tugas anda " seru Leo lagi.
" Baik, Tuan muda " jawab Uncle Max sambil menundukkan kepalanya pelan tanda ia memberikan hormat kepada Leo.
Setelah uncle Max meninggalkan Leo sendiri diruang kerjanya, Leo hanya menyeringai tajam. Ia cukup paham bahwa pelaku penembakan ayahnya cukup lihai sehingga membuat Leo semakin bersemangat menemukannya.
" Kei! Zic! Keluarlah! " perintah Leo dengan nada tegas, tatapan yang dingin serta tajam menusuk kearah kedua bawahan kepercayaannya.
Tak lama keluarlah keduanya dari balik kegelapan, mereka menghadap Leo tak lupa membungkukkan badan memberi hormat layaknya bawahan kepada atasan.
" Kami disini Tuan " sahut Zic salah satu dari mereka.
" Zic, Pilih anggota terbaikmu! pergilah ke Jepang! pastikan tidak ada yang tahu misi ini selain team kalian! selidiki dan temukan Ritz untukku! Bawa dia kehadapanku secepatnya!! " perintah Leo tegas.
" Baik tuan! " jawab Zic tak kalah tegas sambil membungkukkan badannya.
Setelah Zic pergi, Leo mengalihkan pandangannya kearah Kei, orang kepercayaannya yang tersisa di ruang kerja itu.
" Kau! Selidiki setiap kejanggalan kematian karyawan restoran itu, saya rasa dia dibunuh! cari dan bawa pembunuh itu serta berikan bukti -buktinya padaku! " seru Leo
" Siap tuan! " jawab Kei sambil memberi hormat untuk meninggalkan ruang kerja Leo.
Sepeninggalnya kedua bawahannya, Leo menghampiri meja bar di ruangan tersebut untuk menikmati wine.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu dibuka perlahan. Tanpa menoleh ia tahu siapa yang masuk dan menganggu ketenangannya.
" Leo.. " ucap Livi pelan, sambil berjalan dengan ragu - ragu melangkah kearah bar tempat Leo berada.
" Hm.. "
" Bolehkan aku ikut bergabung dengan Zic atau Kei? " tanya Livi hati -hati.
" Kamu mendengar semuanya? " ungkap Leo tanpa menjawab pertanyaan Livi. Ia memutarkan posisi badannya untuk melihat Livi.
" Maaf.. Aku hanya.. ingin membantu " jawab Livi gugup. Ia benar -benar takut Leo marah kepadanya.
" Tidak!! Cukup diam dirumah! Kamu atau Louis tidak ada yang boleh menjalankan misi atau tugas apapun!" sentak Leo tegas, ia memandang Livi dengan tajam.
" Tapi Leo.. Ngga mungkin aku diam saja, melihat pelakunya masih berkeliaran diluar sana. " sanggah Livi cepat.
" Cukup!! Misimu hanya mengawasi dan perketat keamanan untuk Daddy! " seru Leo dengan dingin.
Tanpa mengatakan apapun, Livi pergi meninggalkan Leo dengan kesal. Setelah Livi benar - benar pergi dari ruangan tersebut.
" Sudah cukup puas Lou? Sampai kapan mau bersembunyi disana terus?! " ejek Leo dengan santai.
" Shitt!! "
Dengan kesal Louisa keluar dari tempat persembunyiannya sambil mengumpat dengan kasar.
" Sejak kapan kakak sadar aku ada disini? " tanya Louisa penasaran sambil menghampiri Leo.
" Apa itu sangat penting ? " tanya Leo acuh tak acuh sambil menaikkan salah satu alisnya.
" Sangat penting! Sepertinya aku harus banyak berlatih lagi, agar keberadaan ku tidak mudah terungkap " jawab Louise dengan polos.
Leo hanya tersenyum mendengar jawaban Louisa. Leo berdiri dan menghampiri Louise lalu dengan lembut ia menarik tangan Louis, mengajaknya keluar dari ruangan tersebut menuju ke ruang makan, karena ia sangat yakin Livi sudah menunggu mereka di meja makan.
Sesampainya disana ia langsung menghampiri Livi yang sudah duduk dikursi, Leo langsung mencium kening Livi dan berbisik pelan.
" Love u hun.. "
Tak lupa ia mengusap lembut rambut Livi dengan sayang. Livi hanya menganggukkan kepalanya, kemudian Leo maupun Louis menempati kursinya masing - masing.
Louisa sendiri asyik menikmati makanannya, ia sama sekali tidak ambil pusing dengan kelakuan kedua kakaknya yang bagaikan romeo dan juliet.
***
" Mom! " panggil Davi cemas sambil masuk kesebuah ruangan yang berbau obat - obatan. Setelah mendengar berita dari salah satu pelayan, ia langsung meluncur ke rumah sakit.
Di dalam ruangan tersebut terbaring seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik, walau wajahnya pucat tapi kecantikannya tidak berubah sedikit pun.
Dengan lembut Davi menggenggam tangan ibunya.
" Mommy cepatlah sadar! Davi disini Mom.. " gumam Davi frustrasi.
Tanpa Mommynya memberitahukan keadaannya. Ia sudah lama tahu tentang penyakit yang dialami Nyonya Cross. Diam - diam ia menyelidiki apa yang disembunyikan ibunya, Awalnya ia shock, terpukul, marah kepada Mommynya yang berpura -pura bahwa semua baik -baik saja.
Akhirnya belakangan ia mengerti maksud dari tindakan yang dilakukan oleh ibunya. Itu juga alasan ia memberanikan diri menegur sang ayah agar mau memberikan sedikit saja perhatian dan rasa sayang kepada ibu tercintanya.
Kenyataannya ia sangat lelah terhadap kelakuan sang ayah. Ia merasa percuma saja karena itu ia sangat membenci ayahnya.
" Mom.. Cepatlah bangun.. Davi sayang Mommy.. " keluh Davi tanpa sadar meneteskan air matanya.
Jangan lupa tinggalkan jejaknya, dengan komentar sarannya, power stone atau menyimpan di pustaka kalian..