Rintik hujan sore itu menambah dalam duka di hati Arina. Arina duduk di kursi panjang teras rumah sakit. Ia membiarkan dua adiknya menunggu kabar dari Dokter dan perawat di depan ruang operasi sebab, tak kuasa kalau harus ia yang mendengar lebih dulu.
Arina menyentuh letak jantungnya dengan meremas kuat kemeja yang ia kenakan. Lusuh selusuh-lusuhnya kondisi Arina sore itu.
"Kalau ayah kenapa-napa, aku harus apa? apa aku terlalu sibuk makanya ayah sendirian dan stres karena ku?" batin Arina merutuki dirinya. Merasa salahnya makanya ayahnya drop lagi.
"Arina?" seru Ane yang sedang berdiri di belakang Arina.
Menoleh ke arah suara, Arina memicingkan mata menatap Ane. Arina pun dengan sigap menghapus air mata di wajahnya.