Kayla buru-buru menghampiri Reynand. Secepatnya ia meletakkan piring sushi ke atas meja. Direbutnya remote televisi dari tangan Reynand dan mengganti salurannya. Air muka wanita itu tampak cemas.
Reynand mengernyit bingung melihat aksi tiba-tiba wanita itu. Pria itu menengakkan tubuhnya menjadi duduk di atas sofa, kemudian bertanya kepadanya, "Mengapa kau terlihat cemas dan bertingkah aneh?"
"Ti-tidak apa-apa." Kayla menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Kalau begitu, kembalikan remotenya. Aku sedang ingin melihat berita tentang kita di dunia entertainment," sahut Reynand mengulurkan tangan meminta.
"Hei, sejak kapan kau peduli dengan berita kita di luar sana?" Kayla mengangkat setengah wajahnya, tampak sedikit menantang.
"Sejak kau melibatkanku dalam urusan pribadimu." Tunjuk Reynand tepat di wajah Kayla. Sorot matanya tajam seakan ingin mengirisnya tanpa ampun.
Sejak Aina pernah berusaha menjodohkan mereka, Reynand tidak pernah memiliki privasi. Ia pengusaha tapi selalu masuk berita entertainment karena ia selalu dikait-kaitkan dengan kabar aktris yang sedang naik daun itu.
Kayla sontak mengatupkan mulutnya. Tatapan tajam Reynand tak mampu ia hadapi karena selain rasa cintanya, semua yang dikatakan pria itu benar adanya. Ia merasa sombong memiliki pria hebat di sampingnya hingga ingin memamerkannya ke seluruh penjuru negeri.
Kayla mengembalikan remote televisinya. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya duduk di samping Reynand. "Aku mencintaimu, Rey. Aku bangga sekaligus bahagia bisa memilikimu walau hanya dalam kepura-puraan. Suatu saat kau akan mengerti. Aku yakin Tuhan memiliki rencana indah untuk setiap manusia di bumi."
"Entah mengapa perkataanmu terdengar menyedihkan," Reynand menarik setengah senyumnya, membuat Kayla tidak mampu membalas. Wanita itu cukup malu mengutarakan apa yang ada dalam benaknya, tapi Reynand begitu tega hanya mampu menanggapinya seperti itu.
Pandangan Reynand lalu melirik ke atas meja. Kumpulan sushi itu menjadi sasaran empuk dalam hitungan detik. Kayla yang melihatnya hanya diam mengamati pria yang dicintainya itu menikmati sushi kesukaannya. Ia benar-benar mengenal Reynand. Dalam keadaan apapun, pria itu tidak akan menolak makanan kesukaannya.
Selama empat jam Kayla berada di apartemen Reynand. Mengajak pria itu makan dan mengobrol berbagai macam topik pembicaraan, termasuk rencana Reynand untuk datang ke pesta kecil-kecilan yang diselenggarakan oleh ayah dan istrinya demi menyambut anak dan menantu kesayangan mereka pulang berbulan madu.
Selang beberapa saat kemudian, Reynand mengantar Kayla ke pelataran parkir apartemennya. Ia akan pergi ke stasiun televisi untuk menghadiri sebuah acara talkshow. Walau hatinya belum ingin meninggalkan Reynand, ia tetap pergi. Ia tidak peduli kalau mereka akan membahas kejadian semalam saat gaunnya melorot dan robek.
"Kau yakin datang sendiri ke rumah ayahmu sendirian saja? Tidak perlu kutemani?" tanya Kayla.
"Tidak. Mama menyuruhku datang sendirian saja."
"Baiklah." Kayla menarik napas sejenak, lalu mengembuskannya. "Sayang sekali, padahal aku sangat ingin bertemu dengan Sheryl. Aku sangat penasaran, apa Baruna bisa menghamilinya dengan cepat," sahut Kayla menyindir. Ia tahu kalau Reynand pun pernah berharap wanita itu hamil benihnya, tapi itu hanya angan-angannya belaka.
Mendengar hal itu, Reynand mengukir seringai miring di depan Kayla. "Kau sedang mengejekku, huh?"
"Tidak. Aku hanya berusaha menyadarkanmu sekali lagi kalau wanita itu bukan takdirmu, Rey," timpal Kayla, lalu memeluk singkat Reynand. "Aku pulang dulu. Jangan merindukanku." Kayla menarik kenop pintu mobil duduk di kursi kemudi. Dia mulai menyalakan mesinnya.
Reynand yang masih berdiri di tempat itu tiba-tiba saja mengetuk pintu kemudi Kayla hingga wanita itu terpaksa menurunkan kaca mobilnya.
"Ada apa lagi?"
"Selamat atas pencapaian karirmu. Penghargaan itu menjadi bukti kalau kau cukup serius dalam dunia entertainment hingga Ayahmu tidak perlu lagi memaksa anak semata wayangnya berkecimpung dalam dunia bisnis," ucap Reynand terlihat tulus.
Kayla memang baru saja mendapatkan penghargaan pertamanya sebagai pemeran utama wanita terbaik tahun ini. Kayla menatap Reynand sedikit berkaca-kaca.
"Terima kasih, Rey. Kau adalah pria yang baik."
Tidak ada tanggapan dari mulut Reynand setelahnya. Hanya senyum dingin yang terukir pada permukaan wajahnya. Wanita itu membalas dengan cara yang sama, lalu menginjak gas melajukan mobilnya pergi.
***
Ini pertama kalinya sejak Reynand menapakkan kaki terakhir kali di kediaman keluarga Asyraf pada malam sebelum hari pernikahaannya. Datang untuk mengembalikan sebuah kartu kredit unlimited Baruna yang pernah ia berikan kepada Sheryl. Saat itu, Reynand sendiri yang menawarkan untuk mengembalikannya. Bagaimanapun ia menyangka itu adalah hari terakhir hubungan sang adik tiri dengan wanita yang dicintainya. Namun prediksinya meleset. Hati Reynand cukup tulus untuk tahu bagaimana perasaan mereka berdua dan bagaimana ia merasa sangat kejam telah memisahkan kedua pasangan itu dengan insiden yang terjadi karena ulahnya.
Matanya melihat ke sekeliling. Tidak ada yang berubah. Ruang tamu itu masih sama. Bahkan lukisan dan foto yang terpajang di ruangan itu. Tidak ada yang berubah sama sekali. Baruna tetaplah anak semata wayang sang ayah dan istrinya saat ini.
"Mau minum apa, Mas Rey?" tanya Rindang—pembantu paling setia di kediaman mewah itu.
"Americano dingin, Bi," jawabnya. Pria itu memang masih sangat mengantuk sejak dua orang tamu datang menggangu di apartemennya sejak pagi hingga ia tidak bisa menghabiskan waktu cutinya untuk tidur lebih lama.
Rindang hanya mengangguk, lalu membalik tubuhnya hendak pergi membuat minuman. Namun langkahnya harus terhenti saat Reynand memanggilnya.
"Bi Rin!"
Wanita tua itu membalik badannya. "Ya, Mas Rey?"
"Mengapa sepi sekali? Bukankah akan ada pesta? Ayah dan Tante Meri ke mana, ya?" tanya Reynand heran.
"Pestanya di halaman belakang, Mas. Orang EO-nya juga sedang mempersiapkan semuanya di sana. Tuan dan Nyonya baru saja pergi menjemput Mas Baruna dan istrinya di bandara," jawab Rindang.
Reynand hanya mengangguk pelan. "Nanti antarkan minuman saya ke sana saja ya, Bi."
"Iya, Mas." Rindang lalu meminta izin untuk pergi dari tempat itu.
Keluarga Pradipta lain belum juga datang. Wajar saja, Reynand memang datang lebih cepat dari waktu yang disepakati. Baginya dengan datang cepat, ia bisa pulang dengan lebih cepat pula hingga tidak perlu berlama-lama di tempat iru.
Sambil menunggu Rindang, Reynand bangkit dari duduknya, berjalan menuju halaman belakang. Rumah mewah kebanggaan keluarga Asyraf itu begitu besar. Wajar bila ada halaman luas yang mengelilingi rumah itu di belakangnya.
Suasana halaman belakang kediaman Asyraf begitu sejuk dan tenang walau tampak beberapa orang pekerja EO sedang bekerja mengatur segala keperluan pesta. Mulai dari tenda, bunga, dan makanan. Reynand berdiri mengamatinya sembari memegang gelas americano dingin yang baru saja diberikan oleh Rindang. Ia menyesap beberapa kali untuk memberinya kekuatan agar tetap terjaga.
Reynand begitu menghayati suasana hingga tidak mendengar suara deru dua mesin mobil yang tiba di halaman depan rumah. Pria itu cukup tenang duduk di salah satu kursi beralaskan kain satin berwarna putih sambil menonton para pekerja EO melakukan sentuhan terakhir.
"Rey, kau sudah datang?" Suara halus seorang wanita tiba-tiba terdengar. Reynand menoleh ke sumber suara. Matanya sontak melebar melihat wanita paling cantik berdiri di hadapannya.