Alih-alih terus memperhatikan Kayla yang terdiam, Indira mengalihkan pandangan ke arah tiga anggota keluarganya. "Kak Rey, Tante Nova, Mishel, aku dan Daniel pamit, ya!"
"Kau mau pergi ke mana?" Kening Reynand mengerut.
"Apa Mama tidak bilang?"
"Rumah sakit?" Reynand balik bertanya.
"He-em," timpal Indira lalu menoleh sebentar kepada Kayla. Mendekatkan bibirnya ke telinga Reynand. "Ayah Daniel sakit. Saat aku dan Daniel bersiap pergi, Kayla datang. Kami tidak enak meninggalkannya sendiri, jadi kami menemaninya dulu. Ia bilang ingin bertemu Mama," lanjut Indira berbisik di telinga Reynand.
"Oh." Reynand manggut-manggut. Mengarahkan pandangannya pada sebuah totebag milik Kayla yang diletakkan di atas meja. Namun pria itu tidak berkomentar.
Daniel dan Indira segera pergi dari sana. Daniel dengan cepat mengemudikan mobilnya keluar dari halaman.
Mishel ternganga memandang sosok Kayla. Tak sadar terus mengagumi kecantikan aktris wanita itu dalam hati. Selama ini, ia hanya bisa melihat Kayla via televisi atau youtube. Namun kali ini ia merasa sangat beruntung bisa bertemu muka dengannya.
Telapak tangan Mishel gemetar saat mengulurkan tangannya. Kayla hanya diam saja tidak menanggapi. Saat ini benaknya dipenuhi dengan pikiran negatif. Entah salahnya di mana. Erika terlihat tidak menyukainya.
"Kay ...." Tiba-tiba Reynand memanggil. Menukikkan matanya ke bawah. Memberikan isyarat agar Kayla membalas jabat tangan adik sepupunya.
"Oh, iya." Kayla menyengih, buru-buru meraih telapak gadis remaja itu.
"A-aku Mishel. A-adik sepupu Kak Rey," kata Mishel tergagap seraya menunjukkan senyum kakunya.
"Aku Kayla. Kau boleh memanggil ku dengan sebutan Kakak." Kayla tersenyum manis.
Debaran jantung Mishel terasa sangat cepat. Tiba-tiba saja, gadis itu membuka tas selempangnya. Ia merogoh sesuatu dari sana. Sebuah spidol berwarna merah. Segera, ia mengulurkan alat tulis itu kepada Kayla.
"Kak Kayla, boleh minta tanda tangan?" tanyanya.
"Apa-apaan kau, Shel?!" Reynand mendelik. Keningnya mengerut seketika, melihat tingkah konyol Mishel. Pria itu segera merebut spidol merah itu dari tangan Misel.
"Kakak!" Mishel balas melotot kesal. Kakak sepupunya itu mencoba mencegahnya meminta tanda tangan dari seorang aktris terkenal. Dengan cepat, ia merebut kembali spidolnya dari tangan Reynand. "Aku sangat menyukai Kak Kayla. Aktingnya sangat bagus. Filmnya booming hingga Malaysia. Aku tidak ingin menyia-nyiakan momen ini," protes Mishel mencebik.
Reynand hanya bisa bersungut kesal mendengar alasan Mishel. Menurutnya, Mishel sangat norak. Bertemu aktris seperti Kayla saja langsung seperti ini. Apalagi bertemu dengan oppa-oppa tampan Korea yang bermain dalam drama?
Nova yang memperhatikan tingkah putrinya hanya terkekeh. Ia sangat tahu betul bagaimana Mishel jika sudah ketemu dengan maunya. Sama sekali tidak bisa dicegah. Nova menoleh kepada Reynand. Ia menggelengkan kepala, meminta Reynand untuk tidak mencegah anaknya meminta tanda tangan. Pria itu sontak membuang muka, melempar pandangan ke sembarang titik.
Kayla tersenyum malu-malu. Sesaat, ia melirik ke arah Reynand yang membuang mukanya. Wanita itu hanya bisa membuang napas pelan, lalu tersenyum. Kayla segera meraih spidol merah yang disodorkan oleh Mishel. "Di mana aku harus tanda tangan?"
Mishel tersenyum. Pandangannya berpendar-pendar. Ia langsung membuka jaket kasualnya. Mishel yang kini berkaus putih memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat hingga memunggungi Kayla.
"Di punggungku, Kak!" katanya.
Tanpa diminta dua kali, Kayla dengan cepat menggoreskan tanda tangan berukuran besar di atas kaus oblong berwarna putih Mishel. Di bawah tanda tangannya ia menuliskan kata-kata pujian untuk gadis remaja itu. Mishel kembali memutar tubuhnya setelah Kayla mengatakan selesai.
"Terima kasih, Kak. Aku sangat senang Kakak mau melakukannya untukku. Kapan-kapan kita harus hang out bersama karena mulai sekarang kita berteman!" ucapnya sangat bersemangat. Senyum manis tidak lepas dari wajahnya.
"Ya, boleh!" Kayla mengangguk setuju. Wanita itu balas tersenyum.
"Yeay!" Kedua tangan Mishel terangkat. "Kalau begitu, aku masuk dulu! Terima kasih sudah menjadi teman pertamaku di Jakarta!"
Kayla kembali mengangguk. Mishel bergegas pergi meninggalkan tiga orang yang masih berdiri di tempat itu.
"Terima kasih sudah membuat Mishel senang," ujar Nova mengerlingkan matanya sejenak, memandang lurus Mishel yang sudah menghilang dari balik pintu.
"Iya, Tante. Aku sangat senang jika ada yang memuji hasil kerja kerasku. Mishel sepertinya anak yang baik."
"Ya. Dia anak yang baik," timpal Nova mengarahkan pandangan kembali kepada Kayla. "Ehm ... Tante masuk dulu ya, Kay. Kalian berdua mengobrol saja dengan santai. Tante tidak akan mengganggu," katanya lagi.
"Tunggu, Tante!"
Nova sontak menoleh ke belakang. Kayla tampak memegang totebag-nya, lalu memberikannya kepada Nova.
"Apa ini, Kay?" tanya Nova.
"Ehm, sebenarnya aku datang untuk memberikan ini kepada Tante Aina. Aku tahu beliau sangat menyukainya." Kayla mengulas senyumnya kembali.
Nova menerima benda itu. Ia melihat isinya. Sebuah kotak plastik berwarna bening yang memperlihatkan isi dalamnya.
"Cake coklat?"
"Iya, Tante."
"Baiklah. Nanti akan Tante sampaikan kepada ibunya Rey." Nova manggut-manggut, lalu tanpa berkata-kata lagi ia bergegas masuk ke dalam.
Kini tinggal Kayla dan Reynand yang tersisa di tempat itu. Berdiri saling pandang, tapi tanpa sepatah kata pun.
Reynand menghela napas panjang. Mengulum bibirnya beberapa saat. Keningnya kembali mengernyit dengan air muka dingin menatap. Namun pria itu tampak ragu mengatakan keberatannya. Kayla yang mengerti dengan ekspresinya, langsung menundukkan kepala.
"Maaf! Sungguh! Aku sungguh minta maaf karena berani datang ke sini tanpa izin darimu. Tapi Rey, Tante Aina sudah aku anggap seperti orang tuaku sendiri. Aku tidak bisa menjaga jarak darinya," jelas Kayla padahal Reynand tidak meminta penjelasan.
"Ayo, ikut aku," sahut Reynand mulai melangkahkan kakinya berjalan menuju samping rumahnya.
Reynand menghentikan langkahnya di dekat kolam renang kediaman keluarga Pradipta. Mengajak Kayla duduk di bawah gazebo kokoh yang memayungi mereka dari terik matahari yang mulai memanas.
"Apa Papamu tahu kalau kau datang ke sini, Kay?" tanya Reynand membuka pembicaraan.
Kayla memandang sejenak Reynand. Menelan ludahnya. Mendadak tenggorokannya terasa kering. Wanita itu lalu menggeleng pelan. "Aku hanya pamit untuk keluar sebentar. Lagipula, Papa tidak akan mengatakan apa-apa meski ia keberatan."
"Aku tahu bagaimana keluargamu, Kay. Setelah rencana perjodohan kita gagal karena aku menyakiti hatimu, kedua orang tuamu tampak sinis jika melihatku bersamamu. Bahkan kita harus bertemu di luar jika hendak pergi bersa-"
Perkataan Reynand mendadak terhenti. Kayla memotongnya tanpa kata-kata. Ia mencium pria itu. Mendaratkan bibir ranumnya pada bibir Reynand.
Hanya sesaat saja lekatan itu terjadi. Kayla menarik wajahnya menjauh. Ia menjadi rikuh mendadak. Begitupun dengan wajahnya yang terasa memanas. Wanita itu sangat malu.
Reynand yang mendapatkan ciuman Kayla sontak membeliak terkejut. Semua kalimat yang ia hendak luncurkan dari mulutnya hilang begitu saja.