Kening Reynand mengernyit seketika. Sudah dua kali Kanzia mengatakan kalau ia meremehkannya. Sementara, Reynand mengira sudah menilainya dengan penilaian yang sangat tepat sesuai dengan penampilannya yang biasa saja. Namun sayangnya lidahnya terlalu tajam untuk sekadar berkata baik dan lembut. Tidak akan ada wanita yang bisa ia nilai baik selain Sheryl seorang.
"Terserah! Saya hanya menilai sesuai dengan apa yang saya lihat. Simpan saja uangmu untuk hidup sehari-hari," sahutnya begitu sombong.
Direktur Pradipta Corp itu buru-buru memakai helm, lalu menaiki motor sport-nya. Ia tidak ingin berbicara lagi dengan wanita asing yang sudah sengaja datang untuk bertemu. Baginya, tidak ada hal yang penting lagi saat ini. Masalahnya dengan Kanzia sudah selesai dan ia tidak ingin memperumitnya.
Reynand menyalakan mesin motornya. Kanzia membeliak. Kali ini tidak akan membiarkan pria itu kabur dari hadapannya. Wanita itu sontak menaiki motor Reynand dari belakang.
"Hei! Kita belum selesai! Jangan pergi dulu!" serunya kala dirinya sudah duduk terbonceng di belakang.
"Hei, turun dari motor saya!" teriak pria itu, tapi tidak digubris Kanzia sama sekali. Ia malah mencondongkan wajahnya dan berbisik.
"Saya tidak akan turun sebelum Anda mencabut dan meminta maaf kepada saya atas perkataan tadi. Saya tidak semiskin itu untuk membayar semuanya. Sekarang kita selesaikan saja di tempat servis mobil Anda."
Benar-benar keras kepala! ucap Reynand dalam hatinya.
Demi apapun di dunia ini, Reynand yang lelah menghindar akhirnya menyerah. Ia menyentak gasnya. Tubuh Kanzia mendadak terdorong ke depan. Wajahnya langsung memerah tatkala dadanya menempel pada punggung tegap pria tampan itu. Kanzia sontak menjaga jarak dengan memundurkan posisi duduknya, tapi pria itu lagi-lagi sengaja melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Tanpa helm, Kanzia ikut bersama Reynand. Duduk bersama dalam satu motor yang membuat punggungnya seketika menempel kembali karena joknya yang tidak rata. Kanzia berusaha menahan tubuhnya agar tidak condong ke depan. Namun usahanya sia-sia. Motor sport Reynand memang didesain seperti itu. Lagi-lagi Kanzia harus pasrah dadanya menempel pada Reynand, walau wanita itu terus menjaga jarak dengan memegangi jaket kulit Reynand pada kedua sisinya.
Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut keduanya sepanjang perjalanan menuju bengkel mobil. Pria itu membiarkan Kanzia menguasai jok belakang motor dan memegangi jaketnya. Untungnya, tidak ada polisi yang datang mencegat mereka karena Kanzia tidak patuh pada atribut berkendara motor. Perjalanan itu seakan dipermudah hingga mereka berdua pun akhirnya tiba di bengkel dengan cepat.
Kanzia turun dari motor, disusul oleh Reynand. Pria itu membuka helmnya. "Kita sudah sampai," kata Reynand begitu dingin.
Kanzia berkaca pada kaca spion motor, merapikan rambutnya.
Aih, kusut sekali rambutku! gerutunya dalam hati, lalu melirik tajam kepada Reynand dengan bibir yang mencebik kesal. Dia benar-benar sengaja membawaku mengebut, batinnya lagi.
"Lama sekali!" protes Reynand balas melirik wanita yang sedang merapikan rambutnya itu.
Kanzia mendecak kesal, lalu menyudahi kegiatan percerminannya. Pandangannya mengedar ke sekeliling tempat itu. Sebuah showroom sekaligus bengkel mobil mewah. Pertama kalinya ia menginjakkan kaki di sana.
Untuk memperbaiki mobil usangnya, Kanzia dan Gathan hanya datang ke bengkel mobil biasa. Itu pun dengan begitu hati-hati, takut bila sang Ayah tahu ia memiliki dan belajar mengendarai mobil. Wanita itu memiliki masa lalu yang buruk berkaitan dengan kendaraan beroda empat. Sang Ayah tidak pernah mengizinkannya belajar mengemudi.
Seakan tidak peduli dengan Kanzia, Reynand berjalan tegap dengan langkah panjangnya. Sementara Kanzia harus berjalan tergopoh demi menyeimbangkan langkah pria itu.
Seorang pria berpakaian rapi menyambut mereka dengan senyum lebar, tampak begitu ramah. Dia adalah Freddy. Kepala showroom dan service kendaraan mewah.
Freddy menautkan kedua tangannya di depan seraya membungkuk singkat kepada mereka. Tindakannya membuat langkah Reynand dan Kanzia seketika berhenti.
"Selamat sore, Pak Reynand. Suatu kehormatan menyambut Anda yang tidak memiliki waktu senggang untuk datang ke sini. Apa Anda hendak membeli mobil baru untuk wanita Anda?" sapa pria itu mengerling ragu ke arah Kanzia yang berjalan di belakang Reynand. Pasalnya, penampilan Kanzia tidak terlihat cocok jika disandingkan dengan pria di hadapannya.
Reynand menoleh dengan tatapan dingin ke belakang. Kanzia sedikit bergidik melihatnya. Pria itu tidak ada ramahnya sama sekali. Wanita itu segera mempercepat langkahnya dan berdiri di samping Reynand.
"Sore, Pak Fred. Sebelumnya, saya ingin mengingatkan Anda untuk tidak sembarangan menilai wanita ini adalah kekasih saya," ucapnya sinis.
Kanzia menarik dagunya sontak membuang muka ke titik lain, lalu menggerutu dalam hati. Haish! Sombong sekali! Kau pikir aku sudi menjadi kekasihmu, huh?
"Ma-maafkan kelancangan saya yang langsung menilai tanpa bertanya. Ini murni keingintahuan saya karena Anda tidak pernah membawa seorang wanita pun ke sini kecuali Nona Sheryl." Sekali lagi pria yang disapa Pak Fred itu membungkuk, meminta maaf kepada Reynand.
Reynand tidak merespon. Lagi-lagi ia harus mendengar nama wanita masa lalunya disebut-sebut. Hatinya sudah terlampau dingin jika mengingat sosok Sheryl. Seketika suasana menjadi hening. Kanzia yang canggung berada di antara dua pria itu sontak menyunggingkan senyum kecil serba salah.
Tanpa berbasa-basi lagi, Freddy mempersilakan keduanya masuk ke dalam sebuah ruangan. Terlihat tiga buah sofa untuk duduk para tamu yang datang ke tempat itu. Mereka pun duduk di aifa masing-masing.
"Kalau begitu, apa tujuan Anda datang kali ini?" Freddy kembali membuka pembicaraan.
"Saya ingin menggantikan biaya asuransi mobil dengan pembayaran lain. Apakah hal itu bisa dilakukan?" Alis tebal pria itu terangkat. Menatap dengan sorot matanya yang tajam.
Kanzia langsung menoleh ke arah dua pria di dekatnya. Ia tidak percaya Reynand langsung menuruti apa yang ia inginkan.
"Ada apa? Mohon maaf. Pihak asuransi sudah menyetujui seluruh biaya perbaikan. Jadi tidak bisa diganti, Pak Rey."
"Oh, baiklah. Kalau begitu mohon kirimkan detail biayanya. Wanita ini ingin mengganti semuanya." Reynand menoleh ke arah Kanzia tanpa ekspresi.
Pandangan Freddy sontak beralih ke arah Kanzia. Ia memperhatikan wanita itu dari ujung rambut hingga kakinya. Melihat penampilan Kanzia, Freddy hampir tidak percaya Reynand membiarkan wanita itu membayar tagihan biaya perbaikan. Pasalnya, penampilan Kanzia biasa saja. Bahkan jauh dari penampilan wanita yang memiliki banyak uang.
"Mengapa Anda melihat saya seperti itu?" protes Kanzia tidak suka menyadari Freddy menatap remeh kepadanya.
"Ma-maaf, Nona. Kalau boleh saya tahu, ada hubungan apa Anda dengan Pak Reynand?" Freddy yang ingin tahu kembali bertanya masalah pribadi. Ia mulai berpikir yang tidak-tidak.
Reynand yang muak menghela napas panjang. Sudah dua kali perkataan Freddy membuatnya tidak nyaman. Pria itu lalu menjawab pertanyaan sang kepala showroom dengan cara yang lebih kejam.
"Itu bukan urusan Anda, Pak Freddy. Anda bisa saya tuntut karena perkataan Anda mengganggu kenyamanan saya sebagai pelanggan."