Pertama kalinya dalam hidupku.
Seseorang selain kakakku ...
Mengulurkan tangannya untukku.
Aku hendak menerima uluran tangannya ketika empat orang pria berjas hitam dan berbadan kekar menghampiri kami. Mereka siapa? Menakutkan sekali.
Aku memutar kembali ingatanku. Bukankah sebelumnya pria ini bilang tempat ini adalah tempat rahasianya tapi, kenapa pria-pria berjas hitam ini bisa ada di sini?
"Akhirnya ketemu juga," kata salah satu dari empat pria berjas hitam itu.
Sepertinya tidak mungkin jika perkataan itu untukku, pasti untuk pria manis dihadapanku ini.
Gawat! Apakah pria ini melakukan sesuatu hingga terlibat dengan pria-pria menakutkan ini? Jika iya, maka habislah aku, aku sepertinya terlibat dengan sesuatu yang tidak seharusnya. Dan lagi kalau dipikir-pikir bengkel tak terpakai yang ada di tengah ladang rumput ini menakutkan juga, aku tadi tidak menyadarinya karena pemandangan yang dapat kulihat dari sini begitu indah.
Tempat yang menakutkan bersama orang-orang asing yang juga menakutkan. Apakah ini ajalku? Tahu begini lebih baik aku menemui ajalku dengan melompat dari gedung saja.
Tidak bisa begini!
"Tunggu sebentar!" Tukasku. "Sejujurnya aku tidak kenal dengan orang ini. Aku bisa berada di sini karena orang ini menarikku secara paksa. Jadi, aku benar-benar tidak ada sangkutpautnya dengan semua macam hal yang melibatkan orang ini, oke? Kalau begitu aku mohon undur diri."
Aku mencoba untuk pergi ketika salah satu dari pria berjas ini menahan tanganku. "Mau ke mana? Tidak ada sangkutpautnya? Jelas-jelas kau ada di sini bersamanya, jadi kau tidak bisa pergi begitu saja sebelum kami mengetahui keterkaitan kalian."
"Hey, tadi, 'kan sudah kubilang aku—"
#bukkk
Pandanganku perlahan menjadi gelap setelah salah satu dari pria berjas hitam ini memukul leherku dari belakang.
Sial.
♤♧♤
Part 6
BAEK BI: Do Re Mi Fa Sol La
Pemandangan pertama yang kulihat setelah membuka mata adalah pemandangan asing.
Ini bukan kamarku.
Dan juga bukan rumahku. Kalau ini memang rumahku, maka aku tidak akan pernah bisa menggantung gantungan dreamcatcher di jendela karena ayahku adalah orang paling logis sedunia, ia tidak akan mempercayai benda-benda yang dibumbui mitos seperti itu. Oleh karena itu, ayah tidak akan membiarkan benda berbumbu mistis masuk ke rumah.
Jadi, ini di mana?
"Hey, cewek, kau sudah bangun?"
Suara itu!
Aku menoleh, dan mendapati pria manis yang menyebabkanku dipukul sampai tak sadarkan diri sedang duduk di tepi ranjang yang sedang kutiduri.
"Hahhh kupikir kau mati, semalam itu Hyongsoo memukulmu terlalu keras, aku minta maaf padamu atas namanya, ok?" Lanjutnya.
Aku menautkan alisku. "Kau siapa? Aku di mana?!"
Dia tersenyum tersirat, "jadi kau masih berharap bisa berkenalan denganku, ya? Masih penasaran dengan namaku?"
"Sialan! Siapa yang penasaran!"
"Lalu kenapa tanya siapa aku?"
Aku merasa geram sekali. Kukepalkan tanganku kuat-kuat, inginnya kulayangkan kepalan tangan itu ke wajahnya tapi, sepertinya untuk saat ini aku tidak boleh berulah, takutnya orang ini adalah orang yang berbahaya. Jadi aku tidak boleh menyinggungnya. "Lalu aku harus tanya apa? Berapa harga pakaian yang kau pakai?"
Dia tertawa. Bisa-bisanya!
"Lucu sekali," katanya. "Omong-omong namaku Choi Si An. Sekarang kau ada di rumahku."
"Kenapa kau bawa aku ke rumahmu? Apa kau melakukan sesuatu padaku? Mungkinkah—" apa aku dijadikan 'bahan giliran?' Aku memeriksa setiap detail tubuhku. Bajuku? Masih menempel sempurna. Tubuhku? Tidak terasa nyeri sama sekali selain leherku yang sakit karena bekas pukulan semalam. Sepertinya mereka tidak melakukan sesuatu padaku.
"Tenang saja, aku ini bukan orang picik, dan bawahanku juga bukan orang seperti itu, meskipun wajah dan postur tubuhnya terlihat sangar," katanya seolah mengetahui apa yang kupikirkan.
"Lalu kenapa kau membawaku ke sini?"
Dia menghela napas panjang. "Hahhh ... aku mohon maaf sekali, nona. Tapi, sepertinya kau tidak akan bisa keluar dari rumahku sampai beberapa hari ke depan."
Heh! Memangnya apa yang kutanyakan? Kenapa dia malah menjawabnya dengan kata tak singkron? Tapi ... "Kenapa begitu?!" Aku tetap saja penasaran.
"Sebenarnya—"
Belum sempat Choi Sian menyelesaikan kalimatnya, seorang pria paruh baya yang sepertinya seumuran dengan ayahku, mendobrak masuk ke ruangan ini.
"Choi Sian! Di mana wanita itu!" Pria itu menghampiri kami dengan tergesa-gesa. "Dia wanita itu?" Dia bertanya begitu sambil menunjukku.
"Begini, ayah. Aku—"
"Jadi wanita ini yang membuatmu kabur dari perjodohan, hah?!"
Heh? Apa maksudnya? Perasaanku tak enak. Seperti akan ada kesialan yang menimpaku.
"Ayah, aku—"
"Seharusnya kau bilang saja pada ayah kalau memang sudah memiliki pilihan, jadi ayah tidak harus menjodohkanmu dengan anak dari kolega ayah."
Pria yang dipanggil Choi Si An ayah itu terus saja menyela kalimat Si An, dan yang lebih menyebalkannya lagi, sepertinya dia salah paham.
"Begini, paman. Aku ini—" belum sempat aku menyelesaikan kalimatku untuk menjelaskan posisiku, ayahnya Si An ini lagi-lagi menyela. Sepertinya memang sudah menjadi kebiasaannya menyela perkataan orang lain.
"Nona, jadi kapan kau akan menikah dengan anakku?" Tanyanya. Membuatku seolah di timpa batu besar.
"E-ehh. Kenapa—"
"Ayah akan setuju begitu saja? Ayah tidak menolak ataupun kontra dengan pilihanku?" Pertanyaan Si An pada ayahnya telah menyela kalimatku.
Ayah dan anak ini sepertinya punya kebiasaan yang sama, suka menyela perkataan orang lain.
"Tentu saja. Yang terpenting adalah ayah bisa membuktikan pada semua orang bahwa kau tidak 'menyimpang'"
Sebenarnya apa yang dibicarakan ayah dan anak ini? Dan lagi kenapa aku bisa terlibat? Astaga, kepalaku jadi pusing sekali.