Pagi harinya...
Seperti biasa setiap weekend Jesica selalu menyempatkan diri untuk lari pagi dan berolahraga ditaman, disaat yang bersamaan Ibunda dari Adrian dan Aditya juga lari pagi ditempat yang sama dengan Jesica.
"Jesica." panggilnya.
Mendengar ada seseorang yang memanggil namanya, Jesica segera menoreh kearah sumber suara tersebut, ia melihat seorang wanita paruh baya yang sedang duduk sembari melambai-lambaikan tangan kearahnya, Jesica pun segera menghampirinya.
"Selamat pagi, Tante." sapa Jesica sembari menjabat tangan Ibu Soraya.
"Selamat pagi, Jesica. Senang bisa bertemu kamu lagi." ucap Ibu Soraya.
"Jesica juga senang bisa ketemu tante lagi. Tante lari pagi sendiri atau sama siapa?" tanya Jesica sembari duduk disamping Ibu Soraya.
"Tante lari pagi sama anak tante. Kamu tungguin yah, biar tante kenalkan sama anak tante." ucap Ibu Soraya.
"Baik, Tante." jawab Jesica.
"Itu anak tante, namanya Aditya." ucap Ibu Soraya sembari menunjuk seorang laki-laki muda yang tidak lain adalah Aditya, Jesica pun segera menoreh kebelakang, alangkah terkejutnya Jesica ketika mengetahui bahwa Aditya yang dimaksud oleh Ibu Soraya adalah Aditya yang dia kenal.
"Jesica, lo lari pagi juga?" tanya Aditya kaget.
"Iya." jawab Jesica datar.
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Ibu Soraya.
"Sudah, Tante." jawab Jesica.
"Jesica itu adik kelas Adit, Bunda. Oh iya, ini minumnya Bunda." sahut Aditya sembari menyerahkan botol yang berisi air mineral kepada Ibu Soraya.
"Jess, ini minum buat lo." ucap Aditya.
"Buat lo aja, gue gak haus." jawab Jesica.
"Udahlah, gue tau lo haus. Jadi cepat ambil ini!" pinta Aditya seraya membukakan tutup botolnya.
"Makasih, yah." ucap Jesica, ia mengambil botol air mineral dari tangan Aditya kemudian meminumnya.
Aditya yang berdiri tepat disamping Jesica tidak dapat mengalihkan pandangannya ketika Jesica menengguk air dan tersenyum, penampilan yang sederhana dan rambut diikat asal-asalan namun Jesica tetap terlihat cantik dimata Aditya.
"Jesica. Tante tinggal dulu, ya. Kamu lanjutkan lari pagi sama Aditya." ucap Ibu Soraya.
"Memangnya Tante mau kemana?" tanya Jesica.
"Tante ada janji sama teman Tante." jawab Ibu Soraya.
"Hati-hati, Tante." ucap Jesica sembari menjabat tangan Ibu Soraya.
"Aditya, nanti kamu antarkan Jesica pulang, yah." ucap Ibu Soraya sembari menepuk bahu Aditya.
"Siap, Bunda." jawab Aditya sembari memberi hormat kepada Ibu Soraya dan menjabat tangannya.
Setelah kepergian Ibu Soraya, Jesica juga pergi meninggalkan Aditya.
"Jesica, tunggu!" panggil Aditya sembari menahan tangan Jesica.
"Ada apa?" tanya Jesica ketus.
"Lo semalem kenapa pergi gitu aja, Jess?" tanya Aditya.
"Bukan urusan lo!" tegas Jesica sembari melepaskan tangan Aditya.
"Jess, kalo perkataan gue semalem nyakitin lo. Gue minta maaf, Jess." ucap Aditya.
"Udah ngomongnya? Gue mau pergi!" tegas Jesica.
"Jess, gue serius! Gue minta maaf!" ucap Aditya.
"Berapa kali lo minta maaf sama gue? Tapi tetap saja kan, lo nglakuin hal yang sama ke gue. Gue juga sama kaya cewek lain, gue punya perasaan!" tegas Jesica sembari berlalu pergi.
Sejenak Aditya terdiam, dia merasa begitu bersalah, tidak seharusnya dia mengatakan semua itu pada Jesica hanya untuk menutupi perasaan dia yang sebenarnya pada Jesica. Tidak menyerah sampai disitu, Aditya segera mengejar Jesica yang sudah jauh didepannya.
"Jess, apa yang harus gue lakuin supaya lo maafin gue?" tanya Aditya dengan nafas terengah-engah.
"Kita lomba lari aja! Kalo lo menang gue bakal maafin lo, tapi kalo lo kalah, jangan pernah temuin gue lagi." tegas Jesica.
"Oke. Siapa takut!" jawab Aditya mantap.
Aditya dan Jesica pun memulai lomba lari, namun jarak mereka sangat terpaut jauh, Jesica yang berada jauh didepan Aditya menghentikan langkahnya dan mengambil tempat duduk dipinggir jalan untuk beristirahat dan menunggu Aditya.
Setengah jam Jesica menunggu, namun Aditya tidak muncul juga, akhirnya Jesica memutuskan untuk mencarinya dan menyusuri kembali jalan yang sudah dia lewati demi mencari Aditya. Karena tidak menemukan Aditya, Jesica memutuskan untuk kembali kerumah.
"Dari mana saja lo, Jess?" tanya Gebby yang sedang duduk di ruang tamu.
"Habis lari pagi, kak." jawab Jesica.
"Oh, iya. Tadi pagi Reza kesini, dia bilang katanya suruh latihan jam tujuh" ucap Gebby.
"Ya udah, gue pergi dulu kak. Nanti bilangin sama Bunda." pamit Jesica sembari lari keluar rumah.
Sesampainya ditempat latihan Reza dan teman-teman lainnya sudah berkumpul disana, Jesica pun segera menghampirinya tanpa perasaan bersalah.
"Dari mana saja lo baru dateng?" tanya Reza ketus.
"Lo kan tau, Za. Kalau libur gue lari pagi dulu." jawab Jesica santai.
"Pertandingan sudah semakin dekat, kalo kita tidak latihan dan lebih mentingin urusan pribadi, mana mungkin kita bisa maju dan menjadi juara?" celetuk Reza.
"Maksud lo apa Za? Dari dulu lo gak pernah protes kan. Tapi kenapa sekarang lo marah-marah? Kalo lo ada masalah sama gue bilang aja. Za!" tanya Jesica galak.
"Iya, gue ada masalah sama lo. Kita berempat sibuk latihan, sementara lo sebagai kapten tim basket malah sibuk dengan urusan pribadi lo sendiri." jelas Reza.
"Memang salah, kalau gue belajar sama yang lebih pinter dari gue? Gue nglakuin semua ini, semata-mata juga buat tim kita." ucap Jesica tidak mau kalah.
"Lo egois Jess! Kalau lo masih tetap sibuk dengan urusan pribadi lo, mending tim ini bubar aja!" tegas Reza sembari melemparkan bola dan bergegas pergi meninggalkan Jesica dan ketiga teman lainnya yang sedari tadi hanya terdiam melihat perdebatannya.
"Kalian juga mau tim ini bubar?" tanya Jesica galak sembari menatap ketiga temanya, namun sama sekali mendapat jawaban dari mereka.
"Kenapa diam? Kalau kalian mau keluar, silahkan. Gue gak bakal maksa kalian!" tegas Jesica.
"Gue gak mau tim ini bubar, Jess." jawab Bondan.
"Gue juga gak mau, Jess." sahut Restu.
"Lo kenapa diam, Dimas? Kalo lo mau keluar bilang aja!" tanya Jesica.
"Gue juga gak mau tim ini bubar Jess. Tapi bagaimana dengan Reza, Jess?" tanya Dimas.
"Terserah dia aja, kalau dia keluar juga gak masalah buat gue. Kita bisa cari orang lain." jawab Jesica.
"Memangnya siapa yang akan jadi pengganti Reza, Jess? Apa senior lo yang bakal jadi pengganti Reza?" celetuk Bondan.
"Udah deh, mendingan kita mulai latihan sekarang!" tegas Jesica, sembari mengambil bola dan mulai berlatih.
Meskipun berlatih tanpa sosok Reza, Jesica dan ketiga temannya tampak semangat dan kompak. Hampir dua jam berlatih, mereka memutuskan untuk istirahat dibawah pohon yang rindang. Jesica menyandarkan tubuhnya dibatang pohon besar, matanya menatap dedaunan yang terus menari-nari terkena terpaan angin, sama halnya dengan perasaanya saat itu.
"Jess, ini minum dulu." ucap Dimas sembari menyodorkan botol berisi minuman, namun tidak mendapat respon dari Jesica.
"Jesica" panggil Dimas sembari menepuk bahu Jesica.
"Eh, iya kenapa Dim?" tanya Jesica kaget.
"Nih minum dulu." ucap Dimas kembali menyodorkan sebotol minuman.
"Makasih ya, Dim." ucap Jesica, ia segera menengguk minumannya lalu menghela nafas panjang dan kembali bersandar dipohon besar.
"Sebenarnya perasaan lo gimana?" celetuk Dimas.
"Maksud lo apa, Dim?" tanya Jesica tidak mengerti.
"Sebenarnya lo suka sama senior itu, atau sama sahabat lo sendiri?" tanya Dimas seraya melirik ke arah Jesica.
"Siapa yang lo maksud senior sama sahabat gue?" tanya Jesica menoreh ke arah Dimas.
"Aditya sama Reza." jawan Dimas.
"Gue gak ada perasaan sama keduanya. Udah ya, gue mau pulang." ucap Jesica sembari bangkit dari duduknya, baru saja Jesica melangkahkan kakinya ponsel berdering dan itu panggilan dari Ibu Mutia, Ibunda Reza.
"Hallo. Assala'mualaikum, Ibu." sapa Jesica ramah.
Setelah bercakap-cakap dengan Ibu Mutia didalam telepon Jesica menarik tangan Dimas dan mengajaknya untuk menemui Ibu Mutia dirumahnya. Sesampainya disana, Jesica segera menghampiri Ibu Mutia yang sedang menangis didepan anaknya yang sedang terbaring lemah ditempat tidur, dan segera membawanya ke rumah sakit.

Bella Aulia, atau yang akrab disapa Bella adalah adik dari Reza. Diusianya yang masih belia dia harus mengalami sakit yang serius, meski begitu Bella tetap menjadi anak yang periang dan tentunya baik hati.
"Kenapa Bella bisa kambuh lagi penyakitnya, Ibu?" tanya Jesica dengan berlinang air mata.
"Bella telat minum obat, nak." jawab Ibu Mutia.
"Kenapa bisa begitu, Ibu. Dokter kan sudah menyarankan supaya Bella tidak telat minum obat." ucap Jesica.
"Obat yang seharusnya Bella minum itu habis nak." jawab Ibu Mutia.
"Kenapa Ibu tidak bilang sama Jesica, Bu?" tanya Jesica.
"Dimas bilang, siang ini dia akan belikan obat buat Bella, nak." jawab Ibu Mutia.
"Kasihan sekali Bella, Bu. Kenapa anak baik seperti Bella harus merasakan sakit seperti itu, Bu?" tanya Jesica, tangisnya semakin pecah membuat tubuhnya ambruk.
"Nak, kita berdo'a saja yah buat kesembuhan Bella." ucap Ibu Mutia penuh kelembutan.
"Baik, Ibu." jawab Jesica pelan, ia bangkit dengan dibantu Ibu Mutia, mereka berdua segera ke mushola untuk sholat dan berdo'a memohon kesembuhan atas penyakit yang Bella derita.
Hari sudah larut malam, Jesica dan Ibu Mutia masih terjaga didepan ruang tempat Bella dirawat, saat itu juga Reza datang menghampirinya.
"Ibu, bagaimana keadaan Bella sekarang?" tanya Reza dengan nada lemah.
"Ade kamu keadaanya semakin lemah, nak. Kata dokter, Bella harus segera dikemo." jawab Ibu Mutia.
"Maafin Reza, Bu. Gara-gara Reza telat beli obat, penyakit Bella kambuh lagi." ucap Reza tertunduk lesu dihadapan Ibu Mutia.
"Ini semua memang gara-gara lo! Coba kalo lo bilang sama gue, Bella tidak akan seperti ini!" bentak Jesica.
"Gak usah sok peduli lo! Bella itu bukan siapa-siapa lo, jadi lo gak perlu ikut campur urusan Bella!" tegas Reza ketus.
"Maksud lo apa, Za?" tanya Jesica sembari mendorong tubuh Reza hingga tersungkur ke tembok.
"Gue sayang sama Bella, Za. Gue sudah anggap Bella itu ade gue, jadi apapun yang terjadi sama Bella itu tanggung jawab gue!" ucap Jesica.
"Sudah-sudah, kalian tidak perlu bertengkar seperti itu. Bella pasti sedih kalau melihat kakak-kakaknya bertengkar seperti ini!" tegas Ibu Mutia meskipun dengan nada halus.
"Baik, Ibu." jawab Jesica dan Reza bersamaan, keduanya saling berjabat tangan dan saling mengucapkan kata maaf.
"Reza, sebaiknya kamu antarkan Jesica pulang. Ini kan sudah larut malam, kasihan dia kalau bermalaman dirumah sakit." ucap Ibu Mutia pada Reza.
"Baik, Ibu." jawab Reza.
"Ibu, Jesica pamit dulu. Nanti sepulang kuliah Jesica kesini lagi" ucap Jesica sembari menjabat tangan Ibu Mutia.
"Ya, nak. Hati-hati dijalan." jawab Ibu Mutia.
Setelah berpamitan Jesica dan Reza segera pergi menjauh dari hadapan Ibu Mutia, mereka berjalan menyusuri lorong-lorong, disitulah mereka kembali memulai perdebatan.
"Jangan kira gue tulus minta maaf sama lo tadi!" ucap Reza memulai perdebatan.
"Lo kira gue tulus minta maaf sama lo? Gue cuma gak mau Ibu Mutia sedih gara-gara perdebatan ini!" sahut Jesica tidak mau mengalah.
"Ya sudah, mulai sekarang lo jangan ikut campur urusan keluarga gue!" tegas Reza.
"Udah deh gue males ngomong sama lo!" tegas Jesica sembari berlalu pergi meninggalkan Reza, sementara Reza terdiam mematung menatap kepergian Jesica.
"Kenapa kita harus seperti ini Jess ? Sebenarnya gue tidak ingin mengatakan semua itu, tetapi kalau lo terus berada dideket gue, gue takut gak bisa menahan perasaan ini." gumam Reza lirih.
Jesica keluar rumah sakit dengan menerabas derasnya hujan, ia berlari menuju jalan untuk mencari tumpangan tanpa mengunakan payung atau semacamnya untuk melindungi diri dari air hujan.
Disaat yang bersamaan ada sebuah mobil yang datang menghampirinya, namun Jesica tidak dapat melihat dengan jelas siapa yang menghampirinya itu, karena pandangannya terhalang oleh derasnya air hujan dan kepalanya yang sudah merasa pusing sampai pada akhirnya Jesica pingsan.
Laki-laki itu mempercepat langkahnya dan menangkap tubuh Jesica, tanpa berfikir panjang dia segera membawa Jesica ke rumah sakit.