Motor yang dikendarai Azzam sudah memasuki halaman rumahnya yang luas, Likha sempat terpana melihat betapa besar rumah orang tua Azzam. Ternyata dugaannya benar, kedua orang tua Azzam adalah orang yang terpandang. Keduanya adalah seorang tuan tanah, mereka memiliki banyak sawah dan perkebunan sehingga harta mereka bisa untuk menghidupi tujuh turunan.
"Mas Azzam, aku jadi minder sekarang. Aku bukan siapa-siapa dibandingkan denganmu." Likha yang baru turun dari motor Azzam menundukkan kepalanya, Azzam tersenyum dan menggenggam tangan Likha dengan erat.
"Sayang, semua ini milik kedua orang tuaku bukan milikku. Aku sama sepertimu, tidak memiliki apapun saat ini. Jadi aku harap kamu jangan berkecil hati, aku akan selalu bersamamu dan memperjuangkanmu sayang." Likha merasa hatinya agak tenang.
"Assalamu'alaikum, Azzam membuka pintu setelah mengucapkan salam. Ayahnya sudah menunggunya di ruang tamu, sedangkan ibunya baru saja kembali dari dapur membuatkan kopi ayah Azzam.
"Wa'alaikum salam, duduk." Ayah Azzam sangat ketus melihat putranya datang bersama gadis yang terlihat masih kecil dengan wajah menunduk.
"Ayah, ibu, seperti keinginan kalian, aku membawa Likha kesini." Azzam dan Likha duduk dihadapan ayah dan ibunya, tangan Likha meremas ujung kemejanya dan wajahnya tertunduk. Dia sama sekali tidak berani melihat kedua orang tua Azzam, apalagi dia sudah mendengar suara ayah Azzam yang terdengar galak. Tubuh Likha gemetaran karena takut.
"Likha, tenanglah sayang. Semua akan baik-baik saja." Azzam berbisik ditelinga Likha,tetapi semua itu tidak berpengaruh, Likha tetap ketakutan.
"Jadi ini gadis itu? yang membuatmu berani melawan kedua orang tuamu?" Ayah Azzam langsung membentak, membuat Likha terperanjat kaget.
"Namanya Likha Ayah dan aku yang menginginkannya, Likha sama sekali tidak bersalah. Aku yang ingin menjaganya, aku sangat mencintainya ayah, ibu, tolong restui kami." Azzam sebenarnya tidak terima dengan sikap ayahnya, tetapi demi Likha dia bersedia mengalah kepada kedua orang tuanya.
"Siapa namamu? kenapa kamu menundukkan kepalamu. Apa kamu tidak menganggap kami?" Ayah Azzam kembali mengeluarkan aumannya [memangnya singa apa?he..he..] Likha semakin gemetaran mendengarnya, dia pun menitikkan air matanya karena terlalu ketakutan.
"Jawablah nak, jangan takut! Ayah Azzam memang seperti ini." ibu Azzam berkata dengan lembut. Sekilas melihat wajah Likha tadi, ibu Azzam langsung menyukai kekasih putranya ini. Tetapi untuk menikah secepat ini, ibu azzam lebih setuju dengan Ayah Azzam. Mereka masih terlalu kecil dan masih sekolah.
"Sayang, jawablah! ayah hanya akan puas saat kau menjawabnya." Azzam menggenggam tangan Likha, memberi rasa aman untuk Likha.
"Na..nama..sa..ya..Lihha, om" Likha akhirnya bisa menyebutkan namanya meski dengan terbata.
Apakah pekerjaan kedua orang tuamu?" Ayah Azzam membentak Likha, sehingga dia semakin menggigil ketakutan. Azzam merangkul bahu Likha untuk menenangkannya.
"Ayah, Azzam sudah bilang, kedua orang tua Likha baru saja meninggal karena kecelakaan. Maka dari itu aku ingin segera menikahinya agar aku bisa menjaganya." Azzam mewakili Likha menjawab pertanyaan ayahnya.
"Azzam, kamu diam. Aku sedang bertanya padanya. Apakah dia tidak bisa menjawab? lalu bagaimana kalian akan menghadapi kehidupan ini jika kalian menikah, sedangkan menjawab pertanyaanku saja kamu tidak bisa,kalian pikir menikah itu gampang? sedangkan Azzam juga masih kuliah. Lalu bagaimana kalian akan hidup? apa kalian akan merepotkan kami lagi?" Azzam terkejut dengan kata-kata ayahnya. Azzam merasakan sakit hati yang dirasakan Likha.
"Ayah, jangan keterlaluan! aku pulang karena menuruti kemauan kalian untuk memperkenalkannya. Bukan untuk menghinanya, kalau ayah tidak setuju aku tidak masalah. Aku akan tetap menikahinya dengan atau tanpa restu Ayah." Azzam berdiri dan menarik tangan Likha, dia akan mengajaknya keluar, tetapi Likha melepaskan pegangan tangan Azzam.
"Likha, apa yang kau lakukan sayang? ayo kita pergi dari sini. Aku memang bukan anak mereka lagi." Azzam kembali menarik tangan Likha, tetapi Likha kembali melepaskannya.
"Bapak, ibu, saya minta maaf kalau saya mempengaruhi putra kalian hingga dia bersikap seperti ini. Tolong maafkan mas Azzam, saya tidak akan memaksa. Kalau kalian tidak mengijinkan kami bersama, saya rela melepaskan mas Azzam." Likha terisak dan kembali menunduk. Ayah Azzam sedikit menyunggingkan senyum dibibirnya, sedangkan ibu Azzam melihat tidak tega kearah putranya yang yang mendengar Likha telah menyerah.
"Likha, apa maksudmu? bukankah tadi aku sudah bilang kalau aku akan mempertahankanmu. Aku akan selalu bersamamu sayang, meski aku harus keluar dari rumah ini." Likha terkejut mendengar kata-kata Azzam. Kemudian dia mendekati Azzam, menggenggam tangannya dan tersenyum.
"Mas Azzam, aku mohon mas lepaskan aku. Kita mungkin tidak berjodoh, aku tidak mau kamu menjadi anak yang durhaka mas. Aku memang sangat mencintaimu, tetapi aku ingin cinta yang mendapat restu dari mereka. Lagi pula, mungkin aku tidak pantas untukmu. Jadi aku mohon lepaskan aku mas, jangan kamu meninggalkan mereka demi aku." Likha menatap Azzam yang terlihat sangat sedih mendengar kata-katanya. Lalu Likha mendekati Ayah dan ibu Azzam, wajahnya yang sembab karena menangis dan agak pucat itu tersenyum kepada kedua orang tua Azzam.
"Bapak, ibu, saya mohon maaf kalau telah menyebabkan masalah ini. Jangan marah kepada mas Azzam, dia adalah anak kalian yang sangat baik. Saya permisi dulu." Likha mencium tangan kedua orang tua Azzam dan menatap mata Azzam yang memancarkan kesedihan yang sangat dalam. Dadanya terasa sesak dan kepalanya sangat pusing, tetapi kemudian dia tersenyum kepada Azzam. Likha meraih tangan Azzam dan menciumnya, lalu dia berpamitan kepada Azzam dan kedua orang tuanya.
"Bapak, ibu, saya permisi dulu. Mas Azzam aku mohon maafkan aku..?" Likha merasa kepalanya sangat pusing, tetapi dia harus kuat. Dia akan kembali ke rumah orang tuanya, dia akan berdo'a dimakam kedua orang tuanya dan kembali ke asrama. Dengan langkah gontai dia berjalan kepintu meninggalkan tiga orang yang masih berdiri terpaku mendengarkan kata-katanya tadi. Azzam menatap tajam mata Ayahnya.
"Apakah ayah puas, apakah kalian puas. Aku akan tetap bersamanya dengan atau tanpa restu kalian." Azzam mengejar Likha keluar, tetapi saat dia tiba dipintu dia berteriak karena melihat Likha sudah tergeletak diteras rumahnya.
"Likhaa... Likha.. bangun sayang! kenapa kamu seperti ini, sayang bangun.." Ayah dan ibu Azzam yang mendengar putranya berteriak segera melihat apa yang terjadi, kemudian mereka mengalah untuk saat ini dan membawa Likha ke rumah sakit. Mereka sedikit merasa bersalah kepada kekasih putranya itu. Bagaimana pun gadis itu tidak sepenuhnya bersalah.
"Azzam, cepat bawa Likha ke dalam mobil." Ayah dan ibu sudah berada di dalam mobil. Azzam langsung memasukkan Likha kedalam mobil ayahnya, dia memangku kepala Likha, tangannya menepuk-nepuk pipi Likha agar terbangun tetapi Likha tetap memejamkan matanya. Setengah jam kemudian, mereka sudah sampai klinik tidak jadi ke rumah sakit. Mereka menunggu dengan cemas didepan ruang periksa. Ketiga orang ini sekarang sangat khawatir dan merasa kasihan dengan keadaan Likha saat ini