Ibu Azzam sudah dibawa pulang, setelah beristirahat di klinik selama setengah hari. Kini malam mulai menyelimuti kota ini saat Likha dan Azzam memutuskan untuk kembali ke kost dan besok pagi akan kembali ke asrama. Orang tua Azzam sudah menyetujui pernikahan mereka akan dilakukan dua minggu lagi, karena Azzam dan Likha harus mengurus surat-surat sebagai syarat menikah. Rencananya besok sebelum kembali ke asrama, pagi harinya Azzam dan Likha akan kembali ke desa Likha untuk mengunjungi makam kedua orang tuanya dan akan meminta bantuan pak Agus untuk mengurus surat-surat yang mereka butuhkan.
"Mas Azzam, aku minta maaf atas semua yang menimpa keluargamu ya. Aku merasa seperti seorang pecundang sekarang, aku sudah menghilangkan kepercayaan yang orang tuaku berikan. Aku benar-benar merasa sangat buruk sekarang, aku juga malu saat menghadapi pak Agus dan bu Agus nanti." Likha menyandarkan kepalanya dipunggung Azzam, keduanya pun kini terdiam. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, hingga tak terasa mereka sudah sampai di kost mereka.
"Likha, bangun sayang! kita sudah sampai." Azzam membangunkan Likha yang tertidur di punggungnya.
"Oh... maaf mas, aku ketiduran." Likha segera turun dari motor Azzam. Dia kemudian masuk kedalam lebih dulu dan langsung menuju kamar mandi. Dia sangat lelah dan badannya terasa tidak begitu nyaman. Kalau tidak mandi, Likha tidak akan bisa tidur nanti.
"Sayang, kamu mandi malam-malam begini?" Azzam yang baru saja mengunci pintu kamar mereka langsung berbaring diatas tempat tidurnya. Tak lama, Likha keluar dari kamar mandi kemudian menyusul Azzam berbaring di tempat tidurnya.
"Iya mas, aku gerah banget, ngga bisa tidur kalau nggak mandi dulu. Kamu nggak mandi?" Likha menatap kearah Azzam dengan tatapan sedih, matanya sudah berkaca-kaca. Sementara Azzam menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Likha, dia sudah mandi dirumah tadi sebelum berangkat.
"Mas, aku nggak nyangka perjalanan hidupku menjadi serumit ini. Aku sudah melakukan kesalahan yang sangat besar,bahkan sekarang aku hamil dan kita belum menikah. Ya Tuhan, ampuni dosa ku ini..." Likha menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis. Azzam yang berada disisinya tentu saja langsung memeluk tubuh kekasihnya.
"Sssttt... Sayang, kamu tidak sendirian. Kita sama-sama bersalah, tetapi aku yang memaksamu malam itu. Aku yang seharusnya meminta maaf padamu sayang, aku tidak dapat menahan diriku saat aku berada didekatmu. Aku selalu menginginkan dirimu." Azzam membelai kepala Likha dengan lembut.
"Terima kasih mas, aku harap meski kita melakukan kesalahan saat ini kita akan bisa menebus semua kesalahan kita dan selalu bersama dan juga bisa hidup layak seperti orang pada umumnya. Setelah menikah, kita akan tinggal disini untuk sementara waktu. Aku tidak mau menyusahakan kedua orangtuamu, aku akan membuktikan kalau kita bisa bertanggung jawab dengan kehidupan kita sendiri dan menebus semua kesalahan kita." Likha benar-benar bertekad menjadikan kesalahan ini sebagai cambuk untuknya memperbaiki diri.
"Sudah malam, sebaiknya kita tidur sekarang. Besok kita harus berangkat lebih awal ke desamu dan setelah dhuhur, kalau bisa kita sudah tiba di asrama." Azzam tersenyum melihat Likha mengangguk. Dia sangat menurut padanya, Azzam pun mencium bibir Likha dengan penuh kasih sayang, dia selalu tidak tahan dengan godaan rasa manis dari bibir Likha. Bibir gadis itu benar-benar telah membuatnya kecanduan.
"Mas... sudah ya! kita tidak jadi tidur nanti, aku benar-benar lelah dan mengantuk sekali." Likha kemudian memejamkan matanya dengan kepalanya berada didada Azzam. Keduanya pun terlelap, hari ini benar-benar membuat hati, pikiran dan tubuh mereka benar-benar lelah.
Keesokan harinya, Likha dan Azzam berangkat pagi-pagi sekali. Mereka menuju danau dulu untuk sarapan bubur ayam pak Wandi seperti biasanya, kemudian segera menuju desa Likha. Sebelumnya Likha sudah menelepon pak Agus bahwa ada hal penting yang akan dia bicarakan dengan pak Agus dan beliau meluangkan waktu untuk menunggu Likha datang.
"Mas, aku takut menghadapi pak agus nanti. Aku juga sangat malu kalau nanti beliau tahu aku hamil." Likha tertunduk, dia seperti tidak memiliki wajah lagi sekarang. Kesenangan sesaat yang membuat kehidupannya kacau dan mengecewakan banyak orang, belum lagi kalau pihak asrama dan sahabat-sahabatnya tahu.
"Biar mas yang bicara dengan pak Agus, kamu nggak usah bercerita apapun. Kita akan menaggungnya berdua, orang lain tidak perlu tahu soal kehamilanmu sayang. Usianya masih sangat kecil, mereka tidak akan mengetahuinya." Azzam mengatakan hal yang menurut Likha juga benar, dia tidak akan menjelaskan apapun. Biar Azzam saja yang bicara, dia terbiasa menghadapi banyak orang. Pasti dia akan bisa meyakinkan pak Agus. Setelah satu jam, mereka tiba didesa kelahiran Likha, tetapi Likha langsung pergi ke makam kedua orang tuanya. Setelah berdo'a dan memohon maaf kepada mendiang orang tuanya, Likha dan Azzam langsung menuju rumah pak Agus karena rumah milik Likha sudah dikontrakkan sesuai keinginan Likha.
"Assalamu'alaikum..." Azzam dan Likha sudah berada dirumah pak Agus, bu Agus membukakan pintu dan mempersilahkan Azzam dan Likha masuk kedalam.
"Wa'alaikum salam, Likha. Kamu datang pagi sekali nak, silahkan masuk." Likha mencium tangan bu Agus yang kini menjadi orang tua angkatnya. Azzam juga melakukan hal yang sama dengan Likha. Setelah keduanya duduk, bu Agus meninggalkan mereka untuk memanggilkan suaminya.
"Likha, Azzam, sebenarnya ada perlu apa sih? kok sepertinya penting sekali.?" Pak Agus sudah menebak, pasti ada hal yang sangat penting yang akan disampaikan kedua sejoli ini.
"Begini pak, sebelumnya saya mohon maaf kepada bapak selaku wali dari Likha sekarang. Saya ingin meminta ijin menikahi Likha pak, karena saya sangat mencintainya dan juga beberapa hari yang lalu dia sakit. Maka dari itu, agar bisa menjaga dan merawatnya, saya mau menikahinya pak..." Azzam menyampaikan maksud dan tujuannya datang menemuinya dengan lancar, sikapnya juga sangat dewasa dan Azzam menyampaikannya dengan sangat tenang.
"Menikah? kalian masih terlalu muda. Lagi pula, bagaimana dengan orang tuamu Zam...?" Pak Agus merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Likha dan Azzam.
"Mereka sudah setuju pak, maka dari itu kami meminta bapak untuk membantu menguruskan surat untuk Likha. Dua minggu lagi kami akan menikah dan kedua orang tua saya menginginkan kami menikah dirumah saya. Nanti kalau sudah menjelang hari H, bapak akan ada yang menjemput. Bapak akan menjadi saksi pernikahan kami, jadi kami sekalian mohon do'a restu ya pak." Azzam sangat pandai berbicara, pak Agus pun mantap melepaskan Likha dan memberikannya kepada Azzam.
"Bapak ikut bahagia dengan pernikahan kalian. Bapak harap, Likha, kamu harus tetap sekolah. Itu adalah keinginan kedua orang tuamu, agar kau kelak menjadi orang yang pandai dan sukses. Hanya itu yang bisa bapak berikan pada kalian, hanya sebuah nasihat. Azzam, bapak juga mengucapkan terima asih banyak. Sekarang, Likha akan menjadi tanggung jawabmu." setelah mereka berbicara cukup lama, Azzam dan Likha segera berpamitan. Keduanya harus segera kembali ke asrama karena besok harus sekolah. Likha juga akan menghadapi test kenaikan kelas minggu depan, jadi mereka akan menikah setelah tes kenaikan kelas selesai.