Likha baru saja menerima penghargaan dari sekolahnya, dia menjadi juara umum dan secara otomatis masuk kedalam SMA plus yang bernaung dibawah pemerintah ..., di setiap provinsi hanya memiliki satu sekolah saja.
" Bu ..., mulai sekarang ibu tidak usah khawatir lagi karena semua biaya dan keperluan sekolahku juga uang saku sudah ada yang menanggung. Tetapi selama tiga tahun kedepan mungkin kita hanya bisa bertemu setahun dua kali saja, selebihnya aku akan tinggal diasrama." Lika yang sedang berkemas memberitahu ibunya yang juga membantunya memasukkan beberapa baju yang masih layak dipakai kedalam tas yang akan dibawanya saat berangkat ke asrama nanti.
" Maafkan ibu dan ayahmu ya nak, kalau selama ini kami tidak bisa memenuhi semua kebutuhanmu ..., kau harus belajar dengan giat dan semangat, agar kehidupanmu kelak menjadi lebih baik dan tidak seperti kami yang bodoh. Kau harus bisa meraih impianmu sayang ...!" Likha menangis dalam pelukan ibunya, baginya kedua orang tuanya adalah malaikat pelindungnya yang menyayanginya sepenuh hati meski hidup dalam kekurangan ekonomi,tetapi keluarga ini tetap kompak dan meskipun ibu Likha yang memang hanya seorang penjahit kecil- kecilan yang didalam rumahnya hanya ada sebuah mesin jahit butterfly onthel yang sudah butut, tetapi masih bisa digunakan untuk menjahit.
Dari sini lah ibunya Likha membantu suaminya memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sedangkan ayah Likha sehari-hari hanya bekerja sebagai tukang ojek, hasil yang didapat pun hanya cukup untuk membeli beras dan lauk ala kadarnya.
"Jangan berbicara seperti itu bu ..., aku sudah cukup beruntung bisa menjadi putri kalian, meski kita hidup seadanya tetapi aku tidak kekurangan kasih sayang dari kalian juga do'a yang kalian panjatkan setiap malam sudah lebih dari cukup untukku bu ..., terima kasih banyak ya bu." Likha kemudian meletakkan tas ranselnya yang berisi lima setel pakaiannya ditaruh di sisi tempat tidurnya.
Ibunya hanya mengangguk penuh syukur,memiliki seorang putri yang cantik dan pintar yang selalu membantu kedua orang tuanya.
"Bu ... aku akan menemui Rina dan Dafa dulu ya bu,aku akan menghabiskan waktuku bersama kedua sahabatku itu selagi aku masih dirumah." Likha mencium tangan ibunya dan bergegas kerumah Rina,sahabatnya sejak kelas satu sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama dan setelah itu mereka akan menghampiri Dafa ..., ketiganya akan pergi ke sungai tempat favorite mereka saat sedang bersama.
"Hati- hati ya nak, pulang sebelum ashar." Likha mengangguk dan segera meninggalkan rumahnya. Gadis berambut panjang itu berjalan dengan senyum yang mengembang dibibir mungilnya saat berpapasan dengan tetangganya.
"Assalamu'alaikum ..., Rina sudah siap belum?" Likha mengamati rumah Rina yang terlihat sepi,Likha tidak memiliki ponsel jadi dia agak kesulitan berkomunikasi dengan teman- temannya.
Tapi ya mau bagaimana lagi ...? Likha tahu kemampuan keuangan kedua orang tuanya, mana berani dia meminta dibelikan ponsel sedangkan untuk uang saku sehari- hari saja kadang- kadang orang tuanya tidak punya dan saat itu terjadi ..., Likha akan berpuasa sunah. Selain untuk meringankan beban mental ibunya,Likha juga akan mendapat pahala dari puasa yang dilakukannya.
"Likha ..., maaf ya, tadi aku kekamar mandi dulu. Ayo kita langsung berangkat,Daffa sudah WA aku tadi dia sudah menunggu di kali." Rina dan Likha kemudian berjalan beriringan sambil menceritakan tentang rencana mereka setelah mereka tidak bersekolah disekolah yang sama lagi.
"Rina,itu Dafa ..., ayo kita kesana." Likha menunjuk Dafa yang sudah duduk disebuah batu besar dan entah apa yang sedang difikirkannya, sesekali dia melempar batu kedalam sungai.
"Dafa, kenapa kamu melamun disitu?" Rina mengagetkan Dafa yang sedang melamun hingga hampir terjatuh.
"Rina,kamu mengagetkanku tau ...! hampir saja aku jatuh." Dafa morang maring memarahi Rina.
"Sudah,kalian jangan bertengkar terus ..., nanti jatuh cinta baru tahu rasa...!" Likha menyumpahi dua sahabatnya itu sambil tersenyum.
"Idiiih ..., amit-amit .... ampun dech ..., jangan sampe aku jatuh cinta sama Dafa." Rina seperti jijik sambil mengibaskan tangannya, sedang kan Dafa tak kalah dari Rina dia sampai pura-pura muntah.
"Likha, mending aku jadi pacar kamu saja dari pada sama Rina." Dafa tersenyum menggoda Likha...,sekarang giliran Likha yang menggelengkan kepalanya.
"Ogah ...!!!" Likha menjawab Dafa dengan mantap, ketiganya kemudian tertawa bersama.
"Rina, Dafa, saat aku di asrama nanti kalian jangan melupakan aku ya ...! Kalau bisa do'akan aku agar aku bisa menjalani hari- hariku tanpa kalian dengan bahagia." Likha menatap Dafa dan Rina bergantian.
"Pasti Likha, kita kan sahabat, kami pasti akan selalu mendo'akanmu. Kami juga pasti merindukanmu." Rina memeluk Likha dengan erat, Dafa juga ikut memeluk keduanya.
"Dafa,kenapa kamu memeluk kami, jamu mencuri kesempatan ya ...!!" Likha mencubit lengan Dafa, dia segera berteriak dan melepaskan pelukannya pada Rina dan Likha.
"Ampun Likha ..., aku tidak sengaja, aku benar- benar terharu melihat kalian tadi, jadi aku terbawa suasana ..., aku minta maaf." Dafa berteriak minta ampun, tetapi Likha dan Rina malah semakin keras mencubit lengan Dafa dan terakhir mereka berdua mendorong tubuh Dafa hingga tercebur kedalam sungai yang dangkal itu.
"Kalian berdua awas ya ...!! lihat saja saat aku dewasa nanti kalian berdua pasti akan memperebutkan aku untuk menjadi suami kalian, saat itu tiba aku akan menikahi kalian berdua secara bersamaan ...!!" Dafa berjalan ke tepi sungai dengan baju yang basah kuyup.
"Pfffftt .... hahahaha ..." Rina dan Likha tertawa terbahak- bahak mendengar kata- kata Dafa, dia memiliki kepedean tingkat dewa.