Sementara itu, Likha yang membuat heboh seluruh asrama putri, sekarang sedang tertidur di dahan pohon. Tadi karena dia tidak bisa menemukan jalan keluar dari kebun karet dan waktu juga sudah menjelang malam dan langit sudah menggelap, Likha berinisiatif untuk memenjat pohon jengkol yang ditemuinya setelah berkeliling beberapa kali diarea itu.
Likha berfikir mungkin kalau memanjat dia bisa melihat lokasi asramanya, atau kalaupun dia tidak bisa menemukan jalan keluar. Malam ini dia mau tidak mau harus bermalam dikebun yang luas ini dan Likha juga berpikir mungkin saat dia berada diatas pohon dirinya akan lebih aman.
Entah itu dari binatang buas yang mungkin berkeliaran disini atau pun dari orang jahat yang mungkin dia temui. Saat dia berhasil tiba didahan pohon Likha tertidur karena terlalu lelah dan agak ketakutan berada dikebun karet seorang diri. Jadi dia mencoba memejamkan matanya dan pada akhirnya ketiduran sehingga saat tadi Keenand dan Ba'ih memanggil-manggil namanya, Likha telah berkelana dialam mimpi.
Sementara itu di asrama, Iren, Alicia, Niken dan Dina tidak bisa memejamkan mata. Mereka sangat mengkhawatirkan nasib Likha. Apalagi Likha adalah seorang gadis yang cantik. Keempat sahabat Likha itu bahkan berpikir yang tidak-tidak. Mereka takut Likha terluka atau diculik atau dilecehkan seseorang karena ini memang dikota besar yang banyak sekali kejahatan yang berada disekitar mereka.
"Iren, bagaimana keadaan Likha ya? aku sangat khawatir. Semoga saja Likha baik-baik saja," Alicia yang masih terjaga berbicara dengan Iren. Sementara Dina dan Niken sudah terlelap. Mereka berdua tak kuasa menahan kantuk karena saat ini sudah menunjukkan pukul dua dini hari.
"Iya Alicia, semoga Likha baik-baik saja. Lagi pula Likha tidak punya ponsel. Seandainya dia memiliki ponsel pasti keadaannya tidak akan seperti ini." Iren dan Alicia kemudian memutuskan untuk segera tidur. Besok mereka tetap harus berangkat sekolah.
Likha terbangun karena merasakan ada yang meraba-raba kakinya. Saat matanya terbuka, keadaan disekitarnya masih sangat gelap. Tetapi Likha bisa merasakan kalau saat ini sudah menjelang pagi karena udaranya lumayan dingin. Apalagi Likha tertidur diudara terbuka dan hanya mengenakan seragam putih abu-abunya.
Meskipun rok nya panjang tetapi bajunya berlengan pendek jadi Likha merasa kedinginan saat ini. Tangannya menyentuh sesuatu yang meraba kakinya dan mengambilnya. Likha sangat terkejut karena ternyata dia dirambati seekor ulat pohon jengkol. Likha seketika langsung terjatuh dari atas pohon.
Likha lupa kalau pohon jengkol memiliki ulat yang sangat menggelikan, bentuknya hampir mirip ulat sagu. Besar, berwarna putih kekuningan dan tanpa bulu.
"Hiii... ulat, aku geli! Ibu ada ulat... hii..." Likha yang terjatuh dibawah pohon jengkol langsung berlari tunggang langgang. Takut ada ulat yang menempel ke tubuhnya lagi, karena gelap dia tidak tahu arah, bahkan hampir menabrak pohon beberapa kali.
"huuffttt, hah... hah..."napas Likha sampai ngos-ngosan. Dia sebenarnya tidak takut sama ulat, tetapi geli. Kalau disuruh milih antara ulat dan ular, likha lebih memilih tidak untuk keduanya. Soalnya Likha geli dengan kedua makhluk itu. Saat ini Likha bersandar disebuah tembok yang tinggi. Cahaya sinar mentari perlahan mulai menggeliat. Likha sudah bisa melihat sekelilingnya meskipun masih agak gelap.
"Oh, ini tembok... iya ini benar-benar tembok. Apakah aku telah sampai di asrama ku?" Likha mencoba mencari ujung dari tembok ini tetapi seperti tidak ada ujungnya. Likha berpikir sejenak kemudian matanya melihat kesekelilingnya. Sudah tidak ada pohon karet lagi ternyata, tetapi pohon besar mengelilingi tembok ini.
Likha berusaha kembali memanjat setelah memastikan pohon ini tidak berulat. Kalau diatas nggak tahu, tetapi Likha sudah bertekad. Dia pun akhirnya memanjat pohon itu. Likha memang pandai memanjat pohon karena saat dia didesanya dia sering bermain rumah-rumahan diatas pohon.
"Akhirnya ,aku sampai juga diatas. Sekarang aku sudah bisa melihat kondisi disini." Likha berbicara seorang diri. Dia melihat gedung dibalik tembok, sepertinya ini memang bagian dalam asrama, tetapi Likha bisa memastikan kalau ini bukan asramanya. Dia semakin mendekat kedalam asrama melalui dahan pohon yang menjuntai masuk ke dalam asrama.
Karena pohon ini sangat besar, Likha bisa leluasa berpindah dari dahan ke dahan. Saat ini likha sampai di balkon sebuah kamar, dia pun meloncat kearah balkon itu dan.." braaakkk" Likha menabrak jendela hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Kepala likha terbentur kaca jendela itu dan sekarang kesadarannya mulai berkurang, pandangan matanya berkunang-kunang dan kini dia pingsan.
"Aduuhh, kepalaku sakit..." Likha memegang kepalanya yang benjol sebesar bola tenis. Masih terasa sangat sakit. Perlahan dia bangun dan duduk bersandar dikepala tempat tidur.
"Tempat tidur... tunggu, aku ditempat tidur...? tempat tidur siapa ini? apakah aku sudah sampai asrama?" Likha kebingungan dan berbicara seorang diri. Saat matanya sudah benar-benar terbuka dan melihat sekelilingnya, Likha sama sekali tidak mengenali tempat ini.
Seingatnya tadi dia melompat ke sebuah balkon dan menabrak kaca, Likha juga mengira kalau dibalik tembok tinggi yang dipanjatnya adalah sebuah asrama. Tetapi kalau itu asrama, kenapa kamarnya semewah ini? Likha mencoba turun dari tempat tidur dan mencari seseorang yang bisa di tanya sebenarnya dia berada dimana.
Likha mendengar suara air dari kamar mandi, dia pun menunggu didepan kamar mandi. Likha masih melihat sekeliling nya dan dia sangat takjub dengan interior kamar ini. Saat mendengar pintu didepannya terbuka, Likha mendongakkan kepalanya dan melihat sesosok tampan berdiri dihadapannya dengan mengenakan jubah mandi dan rambutnya yang masih basah, Likha sampai menganga melihat keindahan didepannya.
"Kamu sudah bangun? aku ganti baju sebentar dan kamu segera mengaku siapa sebenarnya kamu! kenapa bisa menabrak kaca jendelaku." lelaki tampan itu bicara dengan nada acuh tak acuh dan tanpa melihat wajah likha sedikitpun. Likha hanya mengangguk dan kemudian masuk kedalam kamar mandi.
"Aku pinjam kamar mandimu sebentar, aku sudah tidak tahan." Likha menutup pintu kamar mandi sangat keras. Beberapa menit kemudian dia keluar dengan wajah yang masih basah setelah cuci muka.
"Maaf, aku ada dimana? apakah kau tahu lokasi asramaku berada? tanya Likha setelah melihat lelaki yang berada dihadapannya sudah selesai ganti baju.
"Kamu ada dikamarku dan aku tahu dimana asramamu. Setelah ini akan aku antar kau kesana. Apakah kamu tidak mau mandi dulu? bajumu sangat kotor." lelaki itu bicara dengan nada yang angkuh.
"Aku ingin mandi, tetapi kalau aku pakai baju ini lagi kan percuma. Kan bajuku kotor, aku akan mandi di asrama ku saja! terima kasih sebelumnya karena telah menolongku dan akan mengantarkan ku kembali ke asrama. Ngomong-ngomong, perkenalkan aku Likha, siswi dari SMA Plus Nusantara. Aku kemarin tersesat hingga tiba disini, kamu siapa?" tanya Likha polos.
"Aku Azzam, kalau kamu mau mandi, kamu boleh memakai bajuku. Aku memiliki sebuah kaos yang sudah kekecilan. Kamu boleh mamakainya." Azzam kembali menuju kearah lemarinya dan mengambil sebuah kaos berwarna hitam yang memang terlihat kecil. Likha segera mengambil kaos itu dan menuju kamar mandi. Sesaat kemudian dia keluar dan Azzam langsung tertawa terbahak-bahak.
Dia melihat Likha yang kedodoran memakai kaosnya. Meskipun itu ukuran paling kecil yang dimilikinya, tetapi saat Likha memakainya dia masih terlihat seperti orang-orangan sawah. Segera Likha diantar ke asramanya yang memang lokasinya tidak jauh dari asrama tempat Azzam tinggal.
Sebenarnya, antara asrama Azzam dan asrama Likha masih berdiri di satu yayasan, hanya saja kamar yang ditempati Azzam bukanlah asrama tetapi sebuah mes yang disediakan khusus untuk mahasiswa dari luar kota yang berprestasi.
"Terima kasih Mas Azzam, sampai ketemu lagi." Likha melambaikan tangannya saat dia sampai didepan gerbang asramanya. Sementara Azzam hanya diam dan memutar sepeda motornya untuk segera menuju kampusnya. Likha juga segera masuk dan menuju kamarnya. Dia harus segera mengganti bajunya dan berangkat sekolah. Dia hampir terlambat.