Carol sedang duduk di sofa menunggu Troy pulang ketika tiba-tiba listriknya padam. Carol memekik kaget dan menatap sekeliling. Kenapa tiba-tiba lampunya mati? Dan sial, kenapa lampunya harus mati ketika Ricki dan Jun sudah pulang?
Carol mengerjap dan berusaha membiasakan matanya dalam kegelapan. Carol berdiri dari sofa dan merentangkan tangan ke depan sembari berjalan. Kakinya tersandung meja dan Carol nyaris terjatuh.
"Meja sialan! Akan kubakar kau nanti!" umpatnya kesal.
Carol berjalan terpincang dan sudah akan keluar ketika mendengar suara pintu depan dibuka paksa, didobrak dari luar. Bukan Troy. Carol selalu mengunci pintu setelah Jun dan Ricki pulang, sesuai pesan Troy. Namun, biasanya Troy langsung membuka pintu karena pria itu juga membawa kunci pintunya.
Carol melangkah mundur. Hingga ia menabrak tembok. Ia menggunakan tembok untuk berpegangan dan berjalan menuju dapur, pintu belakang. Siapa pun itu, dia datang ke rumah ini ketika listrik padam, berusaha menerobos masuk. Begitu tiba di pintu belakang, Carol langsung membuka kuncinya dan keluar.
Lalu, tanpa menoleh lagi, Carol berlari. Ia melewati halaman belakang rumah tetangganya dan keluar ke jalan utama. Jalan itu gelap dan Carol terus berari lurus ke depan. Setelah sekitar seratus meter berlari, Carol menoleh ke belakang. Kali ini ia yakin, ia benar-benar dikejar. Bayangan hitam di belakang itu mengejarnya.
Carol menjerit ketika dia menabrak sesuatu dengan keras. Carol menoleh dan mendapati dirinya sudah berada dalam dekapan seseorang. Carol berusaha meronta, hingga didengarnya suara Troy,
"Ini aku."
Carol seketika lemas sekaligus lega. Ia nyaris jatuh ke tanah, tapi Troy memeganginya.
"Ada yang mengikutiku … kali ini benar-benar ada …"
Belum selesai kalimat Carol, Troy sudah melepaskan pegangannya pada Carol dan melangkah melewati Carol. Ketika Carol berbalik, ia tak bisa melihat dengan jelas, tapi Troy mendekati bayangan orang yang mengejar Carol tadi. Carol tak tahu apa yang terjadi di depan sana, tapi ketika mendengar suara erangan kesakitan, Carol seketika cemas.
"Troy?" panggil Carol. "Troy, kau baik-baik saja?"
Carol mundur ketika bayangan hitam di depan sana menghampirinya.
"Troy?" Carol kembali memanggil pria itu.
"Ini aku," jawab bayangan yang semakin mendekat padanya.
Carol mengembuskan napas lega dan menghampiri Troy. Ia mendongak, mencoba mengecek wajah pria itu, kalau-kalau dia terluka. Namun, jalanan itu begitu gelap. Mereka ada di jalan yang tidak diterangi lampu jalan.
"Apa kau terluka?" tanya Carol.
"Kau baik-baik saja?" Troy balik bertanya.
"Aku baik-baik saja," jawab Carol. "Orang itu …" Carol menahan lidahnya.
"Kau kenal orang itu?" tanya Troy.
Carol menunduk, menggeleng. Kemungkinan, itu adalah orang yang dikirim keluarganya untuk menyingkirkan Carol. Dan jika mereka sudah menemukan Carol di sini … itu berarti Carol harus segera pergi dari sini.
Carol tersentak ketika merasakan Troy menggenggam tangannya.
"Ayo pulang," ajak pria itu.
Carol mengangguk. Ketika mereka melewati orang yang mengejar Carol tadi, Carol menggenggam tangan Troy erat. Carol menoleh dan melihat orang itu tergeletak tak bergerak di jalan.
"Bagaimana keadaan orang itu? Apa dia pingsan?" tanya Carol takut-takut.
"Jangan khawatirkan dia," jawab Troy sembari menarik wajah Carol hingga ia menatap pria itu. "Dia tidak akan bisa mengganggumu lagi."
Carol mengernyit. "Apa kau mengenalnya?"
"Aku pernah melihatnya di sekitar sini. Sepertinya dia memang sudah mengincar kampung ini. Sepertinya pencuri atau perampok," jawab Troy.
Apa itu berarti, dia bukan orang yang dikirim keluarga Carol? Syukurlah.
***
Begitu mereka tiba di rumah, Troy mengepalkan tangan geram melihat kondisi lampu rumahnya yang mati dan pintu depan yang rusak dan terbuka.
"Masuklah dulu," Troy berkata pada Carol. "Aku akan mengecek di sekeliling rumah."
Carol menoleh padanya. "Eh?��� Gadis itu tampak takut.
"Aku akan mengecek ke dalam dulu saja. Kau tunggu sebentar di sini," Troy berkata.
Carol mengangguk.
Troy meninggalkan Carol di halaman dan masuk ke rumahnya. Troy menyalakan senter ponselnya dan menyorot seisi rumahnya. Ia mengecek ke kamar dan kamar mandi juga. Tak ada barang yang disentuh.
Troy keluar untuk menjemput Carol. Ia memberikan ponselnya pada Carol untuk pencahayaan.
"Tunggulah di dalam. Aku akan mengecek di sekitar dulu," ucap Troy.
Carol mengangguk. Begitu Carol masuk ke rumah, Troy mengecek sekering listrik. Seperti dugaannya, listrik sengaja dipadamkan. Troy kemudian mengecek pintu depan. Pintu itu bahkan tak bisa ditutup. Troy harus segera memperbaikinya. Troy lantas pergi mengelilingi rumahnya dan memastikan tak ada lagi orang di sekitar sana, barulah ia masuk lewat pintu belakang dan menguncinya.
"Lampunya sudah menyala," ucap Carol yang duduk di sofa ruang tamu.
Troy mengangguk.
"Apa ada barang-barangmu yang hilang?" tanya gadis itu.
Troy menggeleng.
"Kau yakin? Coba kau cek lagi," ucap gadis itu.
Troy yakin. Karena ia tahu tujuan orang itu datang kemari. Dan itu bukan barang-barang di rumah Troy. Meski begitu, Troy menuruti kata-kata Carol dan kembali mengecek rumahnya.
"Tidak ada yang hilang atau rusak," beritahu Troy ketika ia kembali ke ruang tamu dan berdiri di samping sofa tempat Carol duduk.
Carol menghela napas lega. "Syukurlah."
"Tapi … kenapa kau tidak berteriak meminta bantuan?" tanya Troy.
Carol meringis. "Bukankah itu justru akan semakin berbahaya?"
Troy mengerutkan kening.
"Hanya ada kakek dan nenek di kampung ini. Dan anak kecil. Jika mereka keluar karena teriakanku, mereka bisa berada dalam bahaya juga karenaku," terang gadis itu.
Troy melihat tangan Carol yang menggenggam erat ponsel Troy di pangkuannya. Bahkan meski gadis itu begitu ketakutan, dia masih sempat berpikir seperti itu.
"Ponselku." Troy mengulurkan tangan meminta ponselnya,.
Troy mengernyit melihat tangan Carol yang gemetar ketika mengangkat ponselnya. Troy mengambil ponselnya, tapi ia menahan tangan Carol yang akan menarik tangannya.
"Kau yakin kau tidak terluka?" tanya Troy sembari menggenggam lembut tangan itu.
Carol menggeleng, tapi dia tak menarik tangannya dari genggaman Troy. Troy akhirnya duduk di sandaran sofa, masih dengan tangan Carol di genggamannya. Ia kemudian mengetik pesan di ponselnya, memerintahkan Ricki membereskan mayat orang tadi.
"Tapi, bagaimana dengan orang tadi? Kenapa kau tidak membawanya ke kantor polisi?" tanya Carol.
"Tidak perlu," tukas Troy. "Ricki dan Jun sudah membereskannya."
Carol mengerutkan kening. "Maksudmu, mereka sudah membawa orang itu ke kantor polisi?"
Troy hanya mengangguk menanggapi itu. Tidak mungkin juga ia mengatakan pada Carol bahwa orang itu sudah tewas di tangan Troy.
Troy mendadak penasaran, apa yang akan Carol lakukan jika dia tahu siapa Troy sebenarnya. Apa gadis itu akan kabur ketakutan seperti kebanyakan orang yang tahu identitasnya?
"Tapi, sampai kapan kau akan menggenggam tanganku seperti ini?" tanya Carol.
Troy menunduk menatap tangannya yang memang masih menggenggam tangan Carol.
"Sampai tanganmu berhenti gemetar," jawab Troy.
Carol tampak terkejut.
"Sepertinya sudah berhenti," ucap Troy seraya melepaskan tangan Carol dan berdiri. "Aku akan membuatkan minuman hangat untukmu."
Tanpa menunggu tanggapan Carol, Troy pergi ke dapur.
***