Ketika Carol keluar dari kamar pagi itu, dilihatnya Troy sedang memasak di dapur. Carol sebenarnya masih kesal karena kejadian semalam, jadi ia sengaja tak menyapa Troy.
"Selamat pagi!" Sapaan itu datang dari sofa ruang tamu, membuat Carol terlonjak kaget. Ia menoleh sembari mengelus dada untuk menenangkan diri.
"Maaf, mengejutkanmu," suara lain berbicara. Si pemilik suara, seorang pria yang dengan wajah ramah yang tampaknya sering tersenyum. "Aku Ricki, dan ini Jun." Dia menunjuk pria yang tadi mengejutkan Carol dengan sapaannya.
Pria bernama Jun itu lebih tinggi dari Ricki, dia tersenyum lebar sambil melambaikan tangan.
Carol membalas sapaan dan perkenalan dadakan dua orang asing itu dengan anggukan kecil, lalu menghampiri Troy.
"Troy, katakan sesuatu," tuntut Carol.
"Sesuatu," balas Troy tanpa menatap Carol karena dia masih menggoreng telur.
Carol mendesis kesal. "Kau pikir, itu yang kumaksud sesuatu?"
"Lalu, apa?" Troy menoleh pada Carol.
Carol mengedik kecil ke arah ruang tamu. "Siapa mereka?"
"Teman baru untukmu. Jadi, kau tidak perlu lagi takut pada hantu," jawab Troy dengan santai.
Carol melongo. "Hah?"
"Mereka juga membawakan televisi. Jadi, kau bisa menonton televisi di rumah jika bosan," lanjut Troy.
Carol melihat meja di sisi ruang tamu dan akhirnya melihat ada televisi yang sebelumnya tak ada di sana.
"Tapi, karena sinyal di sini buruk, aku tidak tahu apa kau bisa menonton banyak siaran televisi," ucap Troy.
"Aku bahkan tak berharap banyak," balas Carol pasrah.
Troy tersenyum geli. "Ayo sarapan," ajak pria itu.
"Tunggu. Aku perlu mengecek televisinya dulu," balas Carol sembari pergi ke ruang tamu.
Ketika melewati Ricki dan Jun, Carol menyapa mereka dengan anggukan kecil. "Aku … um … teman serumah Troy," terang Carol.
"Kami tahu. Troy sudah menceritakan pada kami," jawab Ricki ramah.
"Tapi, apa tidak terjadi sesuatu di antara kalian?" selidik Jun dengan seringai usilnya. "Maksudku, kalian pria dan wanita tinggal bersama di satu rumah. Rasanya … aw!" Jun berteriak kesakitan kaetika sesuatu mendarat di belakang kepalanya. Sebotol air mineral.
Wow. Troy ternyata jago melempar.
"Ayo makan," ajak Troy dengan santai.
"Kau tak perlu melempari kepalaku seperti itu, Bung. Apa yang akan kau lakukan jika aku sampai hilang ingatan seperti gadismu itu?" seru Jun.
"Lanjutkan dan kali ini akan kulempar gelas hingga pecah ke kepalamu," sahut Troy masih dengan nada santai.
Namun, Jun tak membalas dan dengan patuh menghampiri Troy yang sudah ada di meja makan.
Sementara, Carol masih asyik mengecek channel televisi. Namun, seperti yang dikatakan Troy, sinyal di sini buruk dan hanya ada beberapa channel yang muncul. Menyebalkan.
Dengan kecewa, Carol bergabung ke meja makan. Ia menghela napas berat ketika duduk di kursi. Ia kembali menghela napas berat ketika menyendok nasi ke piringnya. Ketika memindahkan sepotong telur ke piringnya pun, Carol kembali menghela napas berat.
"Kau bilang, kau tak berharap banyak," singgung Troy.
"Aku tidak bilang aku tidak berharap," jawab Carol. "Dan pada akhirnya, harapan itu yang membuatku kecewa."
"Um … Rose?" panggil Jun.
Carol menoleh. "Ya?"
"Sepertinya, sebelum kau hilang ingatan, kau sangat suka menonton film. Aku seperti pernah mendengar dialog yang kau ucapkan tadi dari salah satu film yang kutonton," ucap Jun.
Carol menahan desisan kesal. Sepertinya, ia tidak akan akur dengan bocah tinggi seperti tiang listrik ini. Meski begitu, Carol berusaha menenangkan diri dan tersenyum pada pria kekanakan itu.
"Kau akan seharian di sini, kan?" tanya Carol.
Jun mengangguk.
"Bagus." Carol mengulurkan tangan. "Berikan ponselmu."
Jun mengerutkan kening bingung. "Ponselku? Untuk apa?"
"Tentu saja untuk kugunakan," jawab Carol. "Selama kau di sini, aku akan meminjam ponselmu."
Jun melotot protes, lalu menoleh pada Troy.
"Pinjamkan saja," jawab Troy.
Mendengar itu, Carol siap memaafkan Troy karena membuatnya kesal semalam.
Jun yang tak melawan Troy, hanya menatap Carol penuh permusuhan. Carol membalas tatapan pria itu dengan senyum menang.
"Tapi, di geng kalian ini sepertinya Troy pemimpinnya, ya?" tebak Carol. Ia menunjuk Jun dengan sendoknya. "Dan kau yang paling lemah."
"Hei!" Jun berkacak pinggang dan melotot tak rela. Namun, Carol mengabaikan itu dan mulai menyendok sarapannya.
***
"Jadi, dia putri yang tersesat tanpa ingatan?" tanya Ricki pelan sembari menatap Carol yang saat ini bernama Rose, yang sedang berebut ponsel dengan Jun di sofa ruang tamu.
Troy mengangguk.
"Tapi, Carol …"
"Rose," Troy memotong tajam. "Panggil dia seperti itu. Aku belum berniat memberitahunya tentang keluarganya sampai aku yakin keadaan aman."
Ricki memperhatikan Troy. "Kenapa kau melibatkan dirimu dalam kasus ini, Troy? Jika sampai keluarganya tahu dia masih hidup dan ada di sini, kau yang akan kesulitan. Kupikir, kau tinggal di sini untuk hidup dengan tenang."
"Lalu, aku harus bagaimana? Mengirim gadis itu untuk mati di tangan keluarganya?" sinis Troy.
Ricki menghela napas. "Ini masalahmu. Kau terlalu baik pada orang-orang."
"Apa kau lupa berapa banyak darah yang mengalir di tanganku?"
"Justru karena aku tahu, aku mengatakannya. Jika kau memang ingin memulai hidup baru tanpa semua itu, kau harus memilih siapa yang kau tolong. Gadis itu terlalu berbahaya untukmu. Terlebih, orang-orang yang kau sebutkan kemarin. Cepat atau lambat, mereka akan menemukan gadis itu."
Troy menghela napas. "Aku tahu. Karena itu, aku memintamu ke sini untuk menjaganya."
"Boleh aku tahu apa alasanmu melakukan ini?" tanya Ricki penasaran. "Kenapa kau membiarkan gadis itu tinggal di sini meski dia membawa bahaya kepadamu?
Troy menatap Carol dan mengernyit. "Karena James memintaku."
"Siapa yang coba kau bohongi, Troy?" dengus Ricki.
Troy mendecak gusar. "Bagaimana bisa aku mengusirnya jika dia terus mengikuti ke mana-mana seperti anak kucing yang tersesat begitu?"
Ricki mengerjap menatap Troy. Anak … kucing?
Dulu, Ricki ingat bagaimana Troy pernah membunuh orang yang menyiksa kucing. Dan apa katanya barusan? Carol adalah … anak kucing itu?
"Dia tidak punya tempat pulang lagi, Rick. Begitu dia pulang, dia akan terbunuh," ucap Troy. "Aku hanya akan mengawasinya selama beberapa waktu di sini hingga dia terbiasa dengan kehidupan barunya. Setelah itu, aku berencana mengirimnya ke tempat yang jauh. Tempat yang aman untuknya."
Ricki menghela napas. "Baiklah. Katakan saja padaku jika sudah waktunya gadis itu pindah dari sini. Aku akan mencarikan tempat yang aman untuknya."
Ricki agak terkejut mendengar helaan berat napas Troy setelahnya. Apa ini? Jangan bilang, dia lebih suka jika gadis itu tetap berada di sini? Ricki menatap Carol dan luar biasa penasaran, apa yang dilakukan gadis itu hingga membuat Troy seperti ini?
***