"Adriaaan.. Adriaan keluar kamu..!" Teriak seseorang dari luar. Pintu bukan lagi di ketuk, melainkan di gedor orang itu dari luar.
Adrian menghentikan lamunannya. "Siapa sih, gedor pintu orang kayak gitu." Gerutu Adrian kesal. Belum selesai masalah satu, satu masalah sudah datang lagi menghampirinya.
"Adriaan.. jangan sembunyi kamu, buka pintunya cepaat..!!" Teriak lagi bersuara beda dari yang pertama. Ada pula suara perempuan yang ikut berteriak.
"Iya.. sebentaaar..!" Sahut Adrian ke arah pintu.
Di luar, sudah banyak warga yang berkumpul didepan rumahnya, wajah-wajah itu terlihat marah saat melihat dirinya. "Lho, bapak-bapak, ibu-ibu, ada apa ini kumpul di depan rumah saya?"
"Udahlah pak, gak usah pura-pura bego?!" Ujar salah satu warga bertubuh besar kesamping ngotot.
"Lho, maksud bapak apa? emang saya gak tau?"
"Kami mencari anak bapak, katanya dia melakukan hal gak senonoh dengan laki-laki asing waktu itu yang kita lihat." Samber warga lainnya tak kalah ngotot.
"A..pa?!" Adrian tercengang, rahasia ini hanya beberapa orang saja yang tau. Selain dirinya, ada Akbar dan Seruni yang tau. Tapi sekarang? Pikir Adrian terputus.
"Jawab pak Adrian, bener atau gak kabar itu?"
"Gak.., se..semua itu gak be..nar..! Mana ada anak saya ngelakuin hal itu. Ibu-ibu yang ada disini juga tau seperti apa anak saya..?!" Elak Adrian gugup. Ia juga tidak tau dari mana mereka tau tentang berita itu. Wajahnya pucat, keringat mulai mengucur walau udara sedang dingin. Semua warga yang datang malam itu saling memandang, berbisik. Ya, semua tau seperti apa Diah itu. Anaknya baik, ramah kadang pendiam juga rajin bila ada kegiatan apapun di desa ini. Diah juga tak banyak bicara saat sebagian menghujat dirinya.
"Udah lah Adrian, gak usah bohong dan mengelak." Suara laki-laki dari kerumunan warga terdengar tak asing di telinga Adrian.
Beberapa warga menyingkir, memberi jalan pada..
"Ferdy..?!" Sahabat lama Adrian. Wajahnya tersenyum, ia senang melihat sahabatnya sudah kembali dari Jakarta. Namun, wajahnya berubah seketika saat matanya melihat Seruni mengekori suaminya dari belakang. "Ka..kamu!?!" Sebut Adrian menyembunyikan perasaan kangen terhadap sahabatnya.
"Apa kabar?!" Tanya Adrian berbasa-basi. Mengulurkan tangan untuk salaman.
plaaak.. Ferdy menepis tangan Adrian. "Sudah cukup basa-basinya."
"Saya akan berlakukan sama! Siapapun yang melakukan perzinahan, pencurian dan kejahatan lain didesa ini, dia akan di hukum sesuai hukum yang berlaku di desa ini. Termasuk putri kamu, Adrian..!" Tunjuk Ferdy pada Adrian dihadapan banyak warga.
Adrian tidak bisa berkata-kata. Ferdy, pasti sudah mengetahui semuanya tentang Diah dari Seruni, ia tidak lagi bisa mengelak.
"Dan ini juga saya lakukan, karena kamu sudah memukul dan berbuat seenaknya pada wajah anak saya..!" Lanjutnya lagi buat Adrian terperangah. Ferdy berbalik arah sambil.. "sekarang, bawa anak dari wakil kepala desa kalian buat nerima hukumannya besok..!" Titah Ferdy yang bikin ricuh warga yang hadir di depan rumah Adrian.
"Tunggu..!!" Teriak Adrian menghentikan semua warga yang hendak masuk, termasuk Ferdy. "Bagaimana dengan orang yang juga hendak memperkosa? Dia juga harusnya di hukum yang sama dengan orang yang melakukan perzinahan kan?" Kali ini, Ferdy yang terdiam. Ia menoleh, menatap tajam laki-laki bekas sahabatnya itu.
"Maksud anda, pak Adrian?!" Tanya Ferdy tak jadi melanjutkan langkahnya.
"Gawat..!! kalau sampai Ferdy tau semua ini Akbar duluan yang mulai, bisa kacau semua rencanaku. Aku harus ngelakuin sesuatu." Bisik batin Seruni pada diri sendiri. Berjalan kedepan sambil "Gak usah dengerin dia, dia udah merasa kalah, jadi dia nyari alasan biar anaknya gak di hukum..!" mengoceh Seruni serta menyerobot bicara, tidak ingin suaminya merubah keputusannya.
Adrian tak peduli ocehan Seruni. Begitu juga Ferdy, ia menghentikan ocehan Seruni yang hendak dilanjutkan itu. "Anak kamu, Fer..!"
"Akbar?!" Tanya Ferdy masih belum mengerti arah pembicaraan Adrian. "Kenapa dengan dia?!"
"Dialah orang yang hendak memperkosa anak saya!! Bukan hanya sekali, tapi dua kali dia mencoba memperkosa anak saya."
Degh.. Jantung Akbar berhenti sesaat. Ia cukup kaget Adrian akan bilang kejadian itu pada ayahnya. Melirik ke ibunya, seharusnya hasil rencana bersama ibunya tidak seperti ini. Dan Seruni mencoba menenangkan Akbar yang tampak ketakutan. Membisikan wewejangan agar ia berani mengelak semua ucapan Adrian.
"Apa..?!" Ferdy sedikit kaget. "Mana mungkin anak saya menggoda anak kamu, Adrian??" Lanjutnya tidak percaya. Selama ini, Ferdy tau persis bagaimana Akbar bergaul, berbicara dan juga memperlakukan orang lain. Dan dia juga tau seperti apa hubungan Akbar dengan Diah. Jadi, menurut Ferdy, semua yang di ucapkan Adrian layaknya berita Hoax yang tidak patut di dengarkan. "Kita memang menjodohkan mereka! Tapi saya rasa, Akbar gak akan bisa ngelakuin itu terhadap calon tunangannya itu!!" Seruni tersenyum senang, ternyata hasutan dan rencananya akan segera berhasil buat memberi pelajaran pada keluarga Adrian.
"Seharusnya, kamu lebih tau gimana sifat anak kamu sebenarnya." Balas Adrian tidak mau kalah.
"Ya, saya tau Akbar. Jadi, anda tidak perlu mengajari saya bagaimana mendidik anak." Geram Ferdy bernada suara tinggi. "Karena, anda saja gak becus mendidik anak anda sendiri."
Adrian menghela nafas. "Coba kau tanya sendiri pada Akbar." Katanya menatap tajam penuh intiusi untuk melawan siapapun yang hendak menyakiti anaknya. "Apa yang dia lakukan pada Diah di balai desa, dan apa yang dia lakukan pagi tadi dirumah ini. Saat aku pergi ke kelurahan."
Ferdy menyernyit dahi, menatap penuh tanya pada Seruni. Meminta jawaban atas perkataan Adrian tentang anaknya itu. Seruni menggeleng, ia mendekati suaminya.
"Sayang, semua itu gak benar!! Mana ada anak kita yang terhormat melakukan hal yang gak senonoh sama anak dia.." tunjuk Seruni kesal pada Adrian. "yang miskin ini..!!"
"Iya, itu benar ayah..!! Mana mungkin aku ngelakuin itu semua sama perempuan pelacur kayak Diah..!!" Tambah Akbar lantang dari balik kerumunan. Ia sengaja datang terlambat sesuai rencana dari Seruni. "Saya kesini hanya ingin menjenguk Diah yang sudah dua hari gak keliatan, malah saya di hajar abis-abisan sama orang tua ini."
"Lihat bapak-ibu.. wajah saya dihajar sampe bonyok begini sama pak Adrian." Akbar memperkeruh suasana, ia menunjukan wajahnya yang habis di hajar Adrian pagi tadi. "Apa bapak dan ibu masih bilang mereka orang baik setelah liat wajah saya?!"
Adrian terdiam, ini gila. Pikirnya menyesal. Menyesal mengenal Ferdy, Seruni dan anaknya, Akbar. Ia juga menyesal menjadi temannya, berharap Akbar jadi menantunya. Ia juga menyesal kenapa ia punya pikiran sahabat dan anaknya akan menjadi keluarga besar yang bahagia.
Akbar, di mata Ayah dari Diah itu adalah sosok laki-laki pengecut saat ini. Bersembunyi di balik kekuasaan ayahnya hanya bisa bebas dan fitnah warga yang hadir saat ini. Adrian tau, Akbar bukan laki-laki pikun saat usianya belum memasuki 30 tahun. Adrian juga sadar, ekspresi wajahnya penuh kebohongan yang melindungi dirinya sendiri.
Warga yang datang kembali riuh. Semua menuduh dan menganggap Diah sebagai cewek murahan oleh hasutan Akbar dan keluarganya. Dan juga menganggap Adrian tidak waras.
"Ayah, ada apa rame-rame..!" Tanya Diah dari ambang pintu. Semua warga menatap Diah dengan sinis. "A..da a..pa ini, ayah?!" Mata Diah melihat sekeliling dengan ketakutan, dan lalu berhenti pada Akbar. Senyum sinis Akbar seakan ingin menangkap Diah dan melakukan lagi padanya seperti tadi pagi. Diah bergegas memegang lengan ayahnya. Sangat ketakutan.
"Nah, bapak-bapak, ibu-ibu.. sekarang kita gak perlu capek berdebat lagi. Orang yang kita cari udah ada dihadapan, jadi.. tunggu apa lagi..?!" Seru Akbar beri perintah membuat warga berubah beringas. Menarik paksa Diah.
"JANGAN ADA YANG BERANI SENTUH ANAK SAYA..!!" Teriak Adrian sekencang mungkin, menghentikan aksi anarkis para warga yang hendak menyeret anaknya. Diah bersembunyi ketakutan di balim tubuh Adrian. "Siapa aja diantara kalian yang berani sentuh anak saya, saya gak akan tinggal diam."
"Pak Adrian, seperti peraturan hukum di desa ini, seharusnya anda tau apa yang anda lakuin itu salah." Celetuk satu orang warga membuat warga lainnya saling bersahutan menghujat Adrian dan Diah.
"Saya tau, dan saya akan hukum anak saya sendiri kalau Diah seorang pelaku. Tapi anak saya adalah korban pemerkosaan, dan hukum gak berlaku kalau orang itu adalah korban pemerkosaan." Sergah Adrian balik melawan. "Kalau pun emang ada yang harus di hukum, seharusnya kalian hukum dia..!" Tunjuk Adrian pada Akbar. "Bukan anak saya..!"
"Apa anda punya bukti, Pak Adrian wakil kepala desa?!" Tanya Akbar, seolah ia mengejek Adrian yang tak punya bukti maupun saksi akan kejadian yang menimpa anaknya di balai desa dan tadi. Adrian terdiam, ia tau ada lakban yang pagi tadi mengikat dan menutupi mulutnya. Tapi, itu tidak cukup kuat untuk menjerat Akbar dan membebaskan Diah dari hukuman. "Anda gak bisa kan, kasih liat bukti maupun saksi kalau saya ngelakuin semua yang anda tuduh?"
Warga semakin geram, tak sabaran ingin lekas membawa Diah. "Udah seret aja Diah dan bawa ke balai desa."
"Iya, jangan di biarin..! Hukum harus ditegakkan..!" Celetuk warga lainnya. Yang lain terus menyambar dan terus menyambar. Keadaan bukannya tenang malah semakin riuh dan ramai berteriak meminta Diah di hukum.
Warga sudah termakan semua omongan Seruni untuk menghukum Diah. Mereka bak serigala kelaparan yang butuh makanan.
"Ayah, ada apa ini sebenarnya? kenapa aku harus dihukum?!" Tanya Diah tak mengerti, melirik bergantian kearah ayahnya dan para warga.
"Ayo ikut kami, kamu harus ditahan dibalai desa dan dihukum besok." Beberapa Warga menarik paksa Diah dari dalam rumah.
"Gak mau, saya gak mau ikut. Saya cuma korban. LEPASIN SAYA..!!"
Dari banyak warga, ada satu orang yang terdiam, ia tidak melakukan yang Akbar perintahkan. Susi, ia hanya mematung. Entah apa yang ia pikirkan, ia terlihat tak seperti biasanya. Diam. Bibir cerewetnya tak banyak bicara seperti warga lainnya yang menghakimi Adrian dan Diah.
Rasanya dia ingin berteriak pada semua warga dan menghentikan aksi gila yang didalangi keluarga kepala desanya sendiri. Dan andai saja ia tau di ajak untuk menghakimi Adrian dan Diah, Susi tidak akan mau ikut. Pikirnya.
Tangannya mengepal, ia ingin sekali meninju wajah Akbar yang sok alim itu. Matanya menatap nanar Akbar yang mulai menghasut warga. Andai saja Akbar tidak mengancamnya lewat chat, Susi sudah bertindak dan menghentikan semua ini. Sayangnya, ini tentang nyawa anaknya. Akbar mengancam akan membuat dia kehilangan anak-anaknya bila Susi berani ikut campur dalam masalah ini. "Suatu hari, aku akan membongkar semua perbuatanmu itu, Akbar!" Ancam Susi dibenak.
Ferdy tersenyum, bukan tersenyum simpatik, tetapi senyum penuh kemenangan. Padahal dulu, Ferdy percaya pada Adrian. Bahkan setelah dia menikah dan Seruni selalu menghasut pun Ferdy masih tetap percaya pada Adrian. Ia tau bagaiman sikap Seruni pada Adrian setelah ia nikahi. Dendam dan rasa marahnya masih tersimpan di hatinya.
Sekarang, Ferdy tak lagi menaruh kepercayaan itu pada ayahnya Diah. Ia lebih percaya istrinya, rupanya hasutan Seruni telah membutakan kebenaran Adrian tentang ucapannya barusan.
"Persaudaraan kita cukup sampai disini, Adrian. Dan perjodohan itu, kita batalkan saja..! Jangan pernah berharap saya akan bersimpatik lagi pada keluarga mu." Bisik Ferdy lalu meninggalkan Adrian yang masih termangu. Disusul Seruni, namun Akbar masih berdiri di hadapan Adrian. Mendekati kemudian..,
"Ini pembalasan gue bapak tua. Apapun, akan gue lakuin sebelum lu hancur..!" Berbisik. Di ujung jalan ia mendapati Susi masih tetap diam di halaman rumah Adrian.
Akbar mendekati Susi.. "mau apa elu masih disini?" Tanya Akbar, tubuh Susi bergemetaran seketika. "Mau jadi saksi kalau gue ngalakuin itu semua?"
"Suatu hari, gue akan bongkar semua perbuatan elu Akbar!!" Balas Susi berbisik ditelinga Akbar.
"Elu berani mengancam gue?"
"Ini bukan ancaman, tapi peringatan buat orang sombong kayak elu!!!" Sergah Susi tak mau kalah.
"Ingat baik-baik, elu gak punya bukti. Udah, gak usah ngebacot kalau elu masih mau lihat anak-anak dan bapak lu yang udah tua itu sehat-sehat aja!!" Ujar Akbar keluar rumah Adrian meninggalkan Susi.
"Siapa bilang gue gak punya bukti..? Hanya aja waktunya belum tepat buat ngebongkar semua kebusukan elu..!!" Bisiknya dibatin, geram.
Adrian masih terdiam, lalu ia tersadar dan berlari mengejar warga yang membawa putrinya pergi untuk di adili setelah ia mendengar suara teriakan Diah yang minta tolong terus menerus padanya.
****
Bersambung..