Seorang laki-laki turun dari mobil. Ia mendapati Seruni dan Akbar sedang serius berbicara sesuatu membelakanginya. Rasa penasaran membuat ia semakin mendekati pelan-pelan ketempat Seruni dan Akbar. Tak terdengar. Namun, tak sengaja ia mendengar kata 'Rencana'. Laki-laki itu memicingkan matanya, dahinya berkerut. Masih belum mengerti maksud dari semua kata-kata Seruni dan Akbar.
"Rencana?!" Suara laki-laki dari belakang membuat Akbar dan Seruni menutup mulutnya rapat-rapat. "Rencana apaan?!" Tanya laki-laki itu mendekati Seruni dan Akbar yang tak lain anak dan istrinya sendiri. Seruni dan Akbar menoleh, senyum mereka mengembang. Ragu-ragu.
Lalu diam, raut wajah mereka seperti maling yang ketahuan mencuri. Saling menatap dan kemudian menundukan kepala.
"A..yah?" Panggil Seruni, mencairkan suasana canggung dan tegang diantara mereka. Ia bergegas menghampiri laki-laki berpakaian rapih. Mengalihkan pikiran laki-laki yang dipanggil Ayah itu. "A..yah kapan dateng?" Katanya lagi, langsung menyambut tas dan jas suaminya itu.
"Apa yang kalian rencanakan? Dan rencana apa yang ingin kalian lakukan sampai harus bicara didepan rumah?!" Tanyanya sekali lagi tanpa mempedulikan pertanyaan Seruni.
"Gak.. gak ada kok, yah..!" Elak Seruni. "Mungkin kamu salah denger kali..?"
"Pendengaran telinga ayah masih bagus, jadi ga mungkin salah dengar." Sergah laki-laki yang punya tinggi tubuh sekitar 176. Berhenti, menatap anaknya yang hampir penuh dengan luka di wajahnya. "Akbar, ada apa dengan wajahmu itu?!" Tanya Ferdy, suami Seruni.
"Bukan apa-apa, ayah..! Aku permisi masuk dulu." Sahut Akbar nyelonong masuk.
"Hei, bocah gede.. kamu gak kangen ayah mu ini setelah dua minggu gak ketemu?!" Akbar tetap tidak mendengar ocehan Ferdy.
"Sayang, mungkin Akbar lagi capek!" Seruni menahan Ferdy ketika hendak menghentikan Akbar.
"Ada apa dengan anak itu? Gak biasanya cuek sama ayahnya? Terus kenapa dengan wajah dia?" Tanya Ferdy melirik Seruni.
Seruni tersenyum, ia mulai menceritakan semua kejadian demi kejadian yang terjadi pada Akbar pada suaminya. Bukan secara real, tetapi ada yang Seruni tutupi dan ia tambahkan sebagai bumbu penghasutan agar suaminya tak lagi percaya maupun melanjutkan perjodohan itu. Dahi Ferdy mengkerut, tidak percaya semua yang Seruni ceritakan tentang Diah dan Adrian. Namun, bukan Seruni namanya bila dia tak pandai menghasut, pada orang lain saja ia bisa, masa dengan suami tidak bisa menghasut. Pikir Seruni.
Otaknya bekerja dua kali lebih ekstra. Adrian dan Ferdy sahabat lama. Bahkan Seruni pun bersahabat dengan keduanya. Nesya, istri Adrian adalah wanita yang ikut bergabung dengan persahabatan ketiganya saat duduk di kelas akhir masa SMU dulu.
Nesya akhirnya beda jurusan dengan Adrian, Ferdy dan Seruni saat memasuki bangku kuliah. Adrian menyukai Seruni dari masa SMU, Nesya menyukai Adrian saat pandangan pertamanya. Dan lalu Ferdy sangat mencintai Seruni dengan apapun yang ada pada dirinya.
Ferdy sangat percaya Adrian. Adrian bukan laki-laki berotak bodoh, hanya saja nasib tidak pernah berpihak baik padanya. Ayah dari Diah itu berhenti kuliah, terlalu beresiko ia harus meneruskan kuliahnya yang terbilang mahal. Walaupun ia mendapatkan beasiswa, tetapi ia masih harus membayar uang. Dan itu tidak sedikit buat Adrian yang hanya anak dari buruh tani serabutan.
Ia selalu mengandalkan Adrian. Selalu meminta bantuan. Begitu dengan Seruni, ia tetap melanjutkan hubungannya itu walau Ferdy pernah mengungkapkan perasaannya pada Seruni. Bukan Ferdy tidak pernah sadar tentang hubungan Seruni yang tergila-gila dengan Adrian, ia tau betul seperti apa cintanya Seruni pada Adrian. Dan Ferdy tidak pernah marah dengan itu.
Dan, kedua orang tua Seruni tidak pernah setuju hubungannya dengan Adrian. Mereka menganggap, Adrian terlalu miskin untuk dijadikan menantu. Tidak pantas bila bersanding dengan anaknya yang lebih berada dan cantik.
Perjodohan pun terjadi. Kedua orang tua Ferdy lebih dekat dibandingkan keluarga Adrian dengan keluarga Seruni. Awalnya, Ferdy dan Seruni tak pernah tau, siapa dengan siapa mereka di jodohkan dengan kedua orang tua mereka.
Seruni menolak, Ferdy pun sama. Keduanya tidak pernah setuju dengan perjodohan, bagi mereka, perjodohan itu mengambil hak asasi anak dalam menentukan pilihannya. Namun apa mau dikata, keduanya tidak bisa melawan keputusan kedua orang tua mereka. Perjodohan pun berjalan.
Tetapi Seruni, ia berusaha meminta Adrian agar menggagalkan perjodohan itu dengan datang kerumahnya dan membawanya lari. Apa daya bagi Adrian anak dari seorang buruh tani miskin, lamarannya sudah ditolak kedua orang tua Seruni dengan kata-kata kasar.
Gue di jodohin, lu bisa kan datang ke tempat gue besok buat gagalin perjodohan ini..?
Adrian cuma terdiam membaca pesan dari Seruni. Hatinya terluka, dan ia juga tidak bisa berbuat banyak. Lalu..
Bro.. tolongin gue.., masa gue mau di jodohin sama bokap gue. Gila banget kan..?
Tak lama pesan dari Ferdy datang. Waktunya berdekatan dengan pesan yang ia terima dari Seruni.
Lu bisa kan, bantuin gue buat bujukin ortu gue biar gak ngelanjutin perjodohan ini..?! Pesan dari Ferdy lagi.
Emang kapan perjodohan elu berlangsung?! Penasaran, Adrian pun mengirim pesan itu.
Besok malam.
Degh.. jantung Adrian seakan berhenti berdetak setelah membaca pesan jawaban dari Ferdy. Jadwal perjodohan itu sama dengan jadwal Seruni. Adrian seperti orang bodoh yang tidak tau apa-apa tentang perjodohan kedua sahabatnya itu. Tetapi ini bukan suatu kebetulan yang mirip. Pikir Adrian kala itu.
Pesan itu tak lagi Adrian jawab. Dia hanya menatap isi pesan dari Seruni dan Ferdy berulang, tanpa melakukan apapun untuk menghentikan perjodohan itu.
Hingga malam itu, Adrian datang. Namun bukan untuk menghentikan, melainkan ingin mengucapkan selamat untuk kedua sahabatnya itu. Datang dengan perasaan tak menentu, antara senang, kesal, benci dan juga gundah membuat Adrian laksana orang yang punya salah pada keduanya. Salah akan sikapnya yang tidak peduli permintaan Seruni dan Ferdy. Salah pada sifat pengecutnya yang terlampau besar di hatinya. Ia membiarkan semuanya terjadi.
Seruni tercengang saat itu siapa laki-laki yang akan jadi suaminya.
"Seruni?!" Sebut Ferdy mematung kemudian.
"Fe..rdy..?!" Panggil Seruni gugup. Bukannya Seruni tidak suka Ferdy, ganteng, tajir dan baik. Disamping itu juga, dia laki-laki pewaris kekayaan orang tuanya. Tapi bukan dia yang Seruni mau, Adrian lah yang di hati Seruni. "Ja..di, elu yang anak Om Rico?" Ferdy cuma mengangguk.
"Maaf, Gue gak tau kalau yang di jodohin sama gue itu elu." Ucap Ferdy menyesal. "Andai gue tau, gue bakalan kabur dan gak mau di jodohin sama elu."
Seruni terdiam, matanya menatap kearah lain. Pintu, dia berharap Adrian datang dan menghentikan perjodohan ini. "Gue udah minta Adrian untuk menghentikan perjodohan ini, tapi sampe sekarang dia gak respon pesan gue." Ucap Ferdy, seolah dia tau apa yang dia pikirkan saat ini. Seruni terdiam, lalu kembali menatap luar pintu rumahnya.
Acara pun mulai, Adrian sengaja menunggu semuanya selesai. Ia tidak mau mengganggu acara kedua sahabatnya. Mendengarkan sang pembawa acara berbicara, menerangkan satu persatu susunan acara dari kedua belah pihak.
"Hei, apa kabar?" Seorang wanita menanyakan kabarnya. Adrian menoleh.
"Nesya?!" Wanita itu duduk dengan senyuman manisnya. "Gue baik, elu?" Adrian berbasa-basi.
"Gue baik juga." Sahut Nesya memalingkan muka. Mencari seseorang diantara puluhan tamu undangan di acara pertunangan Seruni dan Ferdy. "Elu sendirian?!"
Adrian mengangguk. Sepertinya, Nesya sadar apa yang Adrian rasakan saat ini. "Elu gak apa-apa kan?"
"Eh.. gue..?" Tunjuk Adrian pada diri sendiri. Nesya mengangguk, ia ingin tau keadaan Adrian setelah tau Seruni bertunangan dengan Ferdy. "I..ya, gue gak apa-apa, kok." Jawabnya memalingkan muka, menyembunyikan apa yang sedang terjadi pada hatinya.
Tangan lembut itu menyentuh kulit punggung tangan Adrian. Kaget sejenak, lalu menatap tangan wanita disampingnya sedang meremas jemarinya. "Elu yang sabar ya, gue tau perasaan lu saat ini walau lu sedang nyembunyiin rasa sakit." Dua kali, Adrian tersentak kaget dengan Nesya. Ia memandang cukup lama, namun ia tidak kuasa menatapnya lebih lama lagi. Adrian kembali menunduk. Kemudian mengangguk lemah.
Memang perih rasa yang sedang ia rasakan sekarang, tetapi Adrian tidak bisa berbuat banyak. Saat Seruni meminta Adrian melamar pada orang tuanya, penolakan sudah datang lebih dulu sebelum Adrian benar-benar datang dengan orang tuanya. Tetapi Seruni terus memaksa agar menyakini kedua orang tuanya bahwa dia dan Seruni saling mencintai. Tapi tetap tidak berhasil, bahkan ketika Adrian nekat membawa kedua orang tuanya untuk menemui kedua orang tua Seruni, kedatangan mereka sudah di tolak dan di usir dari rumah megah Seruni.
Wajah Seruni menaruh kekecewaan terhadap Adrian saat menyalami dirinya. Dia marah, sangat marah karena membiarkan pertunangan ini terjadi. Adrian hanya bisa diam saat Seruni enggan menerima ucapan selamat dari Adrian. Apalagi, Adrian datang bersama Nesya.
Hingga saat ini, amarah dan kekecewaan Seruni masih tersimpan rapih pada Adrian dihatinya.
Seruni masih serius bicara pada Ferdy, tentang kejelekan Adrian. Tentang masalah Diah yang hamil duluan dan penganiayaan Akbar yang dilakukan Adrian serta penolakan perjodohan anaknya dengan Diah, Seruni sampaikan dengan bumbu-bumbu kebencian yang telah lama ada. Apalagi setelah Seruni tau Adrian menikah dengan Nesya.
Dahi Ferdy kian mengkerut, mata yang semula biasa, kini ikut menaruh dendam. Hasutan Seruni berhasil, ia telah membuat Ferdy yang tadinya merasa iba dan tidak enak pada Adrian, ia sudah membenci Adrian atas perlakuannya terhadap Akbar. Disamping itu juga, Adrian telah mengecewakan dirinya atas perjodohan itu.
Bagi Ferdy, setelah menikah dan pindah ke desa ini, walau ia menjabat sebagai kepala desa, tetap ia mengurusi perusahaan mendiang ayahnya. Maka dari itu, Ferdy memberikan kepercayaan pada Adrian untuk jadi wakil kepala desa dan menggantikan pekerjaannya di desa Melati ini. Tetapi, Adrian membuat Ferdy kecewa besar apa yang terjadi semua yang Seruni ceritakan.
"Kalau gitu, aku akan kasih hukuman buat dia dan anaknya. Karena ini akan menjadi aib Desa kita." Ujar Ferdy di iringi senyuman licik penuh kemenangan Seruni.
****
Diah membalas pelukan ayahnya. Ia sedikit merindukan pelukan itu. Entahlah, Diah hanya bingung dengan semua pikiran dibenaknya.
Adrian melepaskan pelukannya. "Ya udah, kamu istirahat. Ayah mau taruh kotak obat ini dan mau nyiapin makan malam buat kita." Diah mengangguk.
"Ayah..," Panggil Diah.
Adrian menoleh.
"apa kita bisa seperti dulu dan menemukan ibu?" Adrian membisu mendengar pertanyaan anaknya. Rasanya semua itu tidak mungkin, sudah lama ia tidak mendapat kabar. Bahkan semenjak istrinya pergi, Adrian sudah tidak lagi mendengar kabar wanita yang telah melahirkan anaknya itu. "Aku pengen ketemu ibu, merasakan curhat dengan ibu."
Adrian tambah membisu. Entahlah, ia sudah kehabisan jawaban bila harus ditanyakan tentang Nesya. Wanita yang meninggalkan dia seorang anak perempuan yang sekarang sudah dewasa itu.
"Iya, suatu hati nanti kita akan menemukan ibumu dan bilang bahwa dia akan punya cucu." Kata Adrian seolah kehilangan roh dalam hidupnya. "Sekarang kamu istirahat aja, dan jangan mikir apapun dulu."
Adrian keluar kamar Diah setelah mengecup kening anaknya. Duduk di sofa, menyandarkan kepala. Helaan nafasnya terdengar sangat berat. Ada beban yang sedang menggelayut dipundak juga pikirannya. Ia masih kepikiran ucapan puterinya barusan. Anak Haram.
"Masalah apalagi ini, Tuhan!" Gumam Adrian disela-sela usapan tangannya ke wajah. "Apa aku salah merawat Diah sebagai anak sendiri!" katanya lagi, menundukan kepalanya. Rasanya, kepalanya seakan mau pecah akibat terlalu banyak mikir. Sudah banyak kejadian yang harus dia lalui dulu, setelah menikahi Nesya. Ibu kandung Diah.
Dulu, setelah pertunangan antara Seruni dan Ferdy. Adrian tidak tahu soal kehamilan Nesya. Waktu itu, usia kandungan Nesya masih sangat muda. Jadi Adrian belum sepenuhnya tau seperti apa tanda-tanda wanita sedang hamil.
Nesya mendekatinya, seakan menunjukan wanita sedang jatuh cinta padanya. Seakan juga ia ingin menjadi pengobat rasa sakit hati saat tau Seruni menikah dengan sahabatnya sendiri. Ia menyentuh tangannya, menggenggam jari jemarinya. Adrian cukup mengerti dengan sikap Nesya yang mendadak perhatian dimanapun Adrian berada.
"Ada apa?" pertanyaan besar itu selalu hinggap dikepalanya."Kenapa dia berubah sikap sama gue?!" Adrian tak mengerti itu, dulu, Nesya tak pernah memandangnya sebagai manusia. Kemiskinan keluarga membuat dia enggan sekalipun menoleh atau hanya sekedar meliriknya.
"Aku.." Katanya waktu itu. "Sebenarnya sangat suka sama kamu. Tapi, dulu kamu selalu hanya memilih Seruni. Jadi aku malu bilang hal kayak gini sama kamu..!" Ungkap Nesya membuat wajah Adrian merah seketika.
Hubungan terus berjalan, hingga suatu saat Nesya selalu saja mendesak Adrian untuk menikahinya. Sebab, Nesya tau seperti apa keadaan dirinya sendiri. Ada janin yang butuh ayah saat dilahirkan. Ayah yang baik seperti Adrian, ayah yang baik untuk bisa menjaga anaknya kelak.
Dengan segala bujuk rayu dan sifat manja Nesya, akhirnya Adrian menyetujui usul Nesya untuk menikahi secara sederhana. Hanya butuh waktu seminggu, Ijab qobul akhirnya terucap, Adrian dan Nesya pun resmi jadi suami istri.
Dan kemudian, Adrian baru mengetahui Nesya menikah dengannya dalam keadaan hamil. "Apa-apaan ini? Kamu..?" Tanya Adrian kehabisan kata.
"Iya, aku hamil duluan. Maafin aku Adrian."
"Maaf? Maaf kamu bilang? kamu bohongin aku..!! kalau saja aku tau kamu sedang hamil, aku gak akan menikahi kamu."
"Iya.. iya aku salah. Tapi please.., kamu jangan tinggalin aku ya. Anak ini butuh seorang ayah!!" Pinta Nesya sambil mengelus perutnya.
Adrian duduk di ranjang, ia mendesah. "Ya Tuhaan.., dosa apa hingga harus kayak gini?!" Keluh Adrian.
"Drian.. aku mohon sama kamu, setelah anak ini lahir, gak apa-apa kalau kamu mau menceraikan aku!"
Adrian mendelik, ia tidak habis pikir semuanya bisa terjadi. Dan bodohnya dia tidak menyadari sama sekali istrinya sudah hamil duluan. Apalagi, janin didalam rahim Nesya sudah semakin membesar.
"Mana bisa begitu! aku cuma pengen pernikahan sekali dalam seumur hidup." Akhirnya, Adrian melunak. Pasrah atas semua yang sudah terjadi pada kehidupannya.
"Jadi..??" Adrian mengangguk.
"Aku akan bertanggung jawab dan siap jadi ayah anak ini." Nesya memeluk erat tubuh Adrian.
"Makasih ya, sayang!"
Ya, kejadian itu sudah sangat lama sekali. Bahkan Adrian sudah hampir melupakannya. Melupakan siapa sebenarnya Diah yang selama ini dia rawat dan dianggap anak olehnya.
"Kenapa semua ini harus diingat-ingat kembali?!" Keluh Adrian lagi. Mentengadah kepalanya, ditatap langit-langit rumahnya yang berwarna putih.
Rasa sakit itu akan terasa saat mendadak pikirannya membuka memori tentang semua itu. Apalagi saat semua perjuangannya demi Nesya dan Diah di lupakan begitu saja oleh istrinya yang mulai ia cintai semenjak usia kehamilan Nesya memasuki bulan ke tujuh.
Adrian tak peduli ocehan tetangga yang menghujatnya, pikiran tetangga yang mulai menuduh macam-macam. Ia mencintai Nesya waktu itu dan anak yang dikandungnya.
Adrian menghela nafas, rasa pahit selalu ia rasakan.
Ia menyeka airmata yang tiba-tiba saja, lalu menarik lagi dalam-dalam nafasnya. Ia hembuskan perlahan. Rasa bersalah pun menghinggapi batinnya, seribu pertanyaan mengontrol pikirannya. Adrian merasa bersalah atas anaknya.
Tapi, siapa sangka Nesya akan pergi bersama laki-laki yang dulu menghamili dan tidak bertanggung jawab.
"Adriaaan.. Adriaan keluar kamu..!" Teriak seseorang dari luar. Pintu bukan lagi di ketuk, melainkan di gedor orang itu dari luar.
Adrian menghentikan lamunannya. "Siapa sih, gedor pintu orang kayak gitu." Gerutu Adrian kesal. Belum selesai masalah satu, satu lagi sudah dateng menghampirinya.
****
Bersambung..