Cinta hanya punya satu akun media sosial dia hanya membuatnya saat baru masuk kuliah. Saat SMA, hampir semua temannya tertawa atau tidak percaya saat Cinta mengatakan kalau dia tidak punya akun di media sosial apapun, mereka juga akan mentertawakan kenyataan kalau Cinta juga tidak memiliki ponsel. Cinta memang terlalu sibuk, di pagi hari dia sekolah, sambil sesekali membantu Ibunya untuk berjualan kue-kue kecil, sore harinya Cinta belajar lagi sambil membantu Ibu berjualan di toko kecil milik mereka di depan rumah. Kadang Cinta ikut membantu membuat kue juga sambil mengajari adik satu-satunya belajar. Mereka hanya punya satu buah ponsel, milik kakak pertamanya, kadang Cinta meminjam ponsel itu untuk membalas pesan atau menghubungi teman sekolahnya bila ada sesuatu yang mendesak. Ponsel adalah barang mahal bagi keluarga Cinta, apalagi membuat akun media sosial, Cinta tidak pernah mengerti apa itu.
Saat pertama masuk kuliah dan berhasil mendapatkan beasiswa, Kakak pertamanya memberi Cinta hadiah sebuah smartphone, menurut Kakaknya, Cinta akan pergi merantau ke Kota besar, dia perlu alat komunikasi yang baik. Belum lagi beberapa tugas kadang perlu dikerjakan melalui ponsel, menurut Kakak pertamanya. Senior Cinta meminta semua mahasiswa baru untuk membuat akun di media sosial yang sudah mereka tentukan. Cinta terpaksa menurut saja. Selama hampir 3 tahun Cinta kuliah, akun itu dia tinggalkan begitu saja. Cinta terlalu sibuk kuliah sambil bekerja. Setelah selesai bekerja, Cinta langsung tidur atau mengerjakan tugas kuliahnya, jangankan mengecek akun media sosialnya, makan malamnya saja kadang terlewat, tidak heran badan Cinta kurus dan kecil. Beruntung dia masih dianugerahi wajah yang terbilang lumayan.
Selama 22 tahun Cinta hidup, dia belum pernah merasakan satupun manfaat dari media sosial. Tapi hari ini, Cinta baru mengetahuinya kalau hanya dari sebuah media sosial saja, seseorang bisa terkenal dalam satu malam. Saat dia berjalan memasuki kampusnya, hampir semua orang menyadari kehadirannya, mereka menyapa dengan wajah ramah. Sungguh aneh, batin Cinta. Dia hanyalah mahasiswi miskin, penerima beasiswa yang selalu tidak diacuhkan. Kalau pun ada yang mengindahkan kehadirannya, paling-paling hanya karena mereka ingin melihat tugas kuliah yang memang biasanya sudah Cinta selesaikan dengan cepat. Walaupun dia termasuk dalam jajaran mahasiswa pintar, tetap saja kehadiran Cinta tidak diindahkan. Filda adalah satu-satunya orang yang paling tulus. Berteman tanpa mengharapkan apapun. Cinta baru menyadarinya sekarang.
"Cinta!" panggil Revita. Cinta berhenti berjalan, menatap dengan tidak percaya gadis didepannya menyapa dengan manisnya. Dia sedikit linglung.
"Ya?" balas Cinta, menatap dengan wajah bingung.
Bagi Cinta, Revita adalah orang terakhir yang akan menyapanya, orang lain mungkin, tapi Revita lain pasal, itu hal yang langka. Gadis itu begitu tinggi hati dan mengistimewakan dirinya. Dia hanya akan menyapa orang-orang tertentu yang dia rasa pantas untuk dirinya sapa. Cinta bila dibandingkan seorang Revita hanya seperti daun kering yang jatuh dan berguguran di atas tanah, tersapu kesana-kemari oleh hembusan angin, tidak akan diingat oleh siapapun. Sementara gadis itu seperti bunga musim semi yang sedang mekar-mekarnya, dikelilingi oleh banyak kumbang yang tertarik dengan cantiknya. Begitu cantik, begitu indah dan begitu anggun. Wajah cantik itu kini menyapanya dengan lambaian tangan hangat, seolah-olah mereka teman akrab selama bertahun-tahun. Bahkan sekalipun dalam mimpi, Cinta tidak pernah menduga Revita akan menyapa dirinya.
"Cinta!" panggil Revita lagi, berjalan ke arah dia berdiri.
"Saya?" tanya Cinta lagi, masih tidak percaya.
"Iya elu, emang siapa lagi angkatan kita yang namanya Cinta" balas Revita sambil tertawa.
"Ada apa?" tanya Cinta dengan kaku.
"Ah, video lu sama Frida, gue udah tonton." jelas Revita lagi, bersemangat.
"Oh, iya" balas Cinta lagi, bahkan dia saja belum menonton video itu. Kalau bukan dari Filda mungkin Cinta tidak akan pernah tahu kalau video itu ada.
"Keren, lu cantik banget disana" puji Revita lagi. Cinta hampir tersedak mendengar pujian itu, dia hampir tidak percaya pujian itu keluar dari gadis ini.
"Makasih, mungkin karena make up nya bagus" balas Cinta merendah. Kalau bukan karena Frida, mana mungkin dia terlihat cantik, batin Cinta.
"Lu juga cantik kali... Anyway, pesta ultah gue kemarin, kenapa enggak datang?" tanya Revita lagi. Ya Tuhan, ini percakapan terpanjang antara Revita dan dirinya, batin Cinta dalam hati.
"Maaf, ada sesuatu yang tiba-tiba terjadi, jadi terpaksa pulang duluan. Ah.., iya... Selamat ulang tahun Vit." ucap Cinta denga tulus. Revita tertawa.
"Thanks! Oh iya, gue suka banget kado dari lu dan Filda, kapan-kapan kita hang out bareng ya" balas Revita lagi, beranjak pergi sambil melambaikan tangan perpisahan pada Cinta, membuat Cinta kebingungan. Kado, dia bahkan tidak berniat datang ke pesta itu, apalagi menyiapkan kado, apa Filda sengaja menyiapkan sebuah kado dan mengatakan kalau itu kado dia dan Cinta, pikir Cinta.
Gadis miskin itu hanya terpaku melihat tingkah laku Revita. Hanya dalam semalam, seorang Cinta Novita yang bukan siapa-siapa, menjadi seseorang yang bahkan namanya diketahui oleh gadis seperti Revita.
______________
Halo, up baru
semoga suka ya
jangan lupa untuk selalu dukung cerita nya ya
happy reading