Chereads / INDESCRIBABLE FEELING / Chapter 42 - Lies and Liar 3

Chapter 42 - Lies and Liar 3

Langit jingga berubah menjadi gelap, gemerlap gumintang menghiasi angkasa. Aku dan Jianghan masih duduk di kursi pinggir jalan menatap kendaraan yang terus berlalu lalang. Kuhela napasku sekali lagi sembari menatap langit. Bagaimana aku memulainya?

"Bicaralah, bukankah kau ingin membicarakan sesuatu padaku?" tanyanya yang membuka suasana malam ini. Desiran angin malam membuat jantungku semakin berdegup kencang, aku mulai menelan ludahku, akankah ia menerima ucapanku?

"Tidak, kau bicaralah lebih dulu. Kurasa kau ingin membicarakan suatu hal penting padaku." pintaku padanya. Terdengar Jianghan menghela napasnya.

"Baiklah, sebenarnya kau jangan salah sangka dulu. Aku ingin membicarakan mengenai kejadian siang tadi."

Aku mulai mengangkat kepalaku dan menatapnya.

"Apa kau tahu kalau kau menjadi bahan taruhan dari Zhai Lian?" Mendengar ucapan Jianghan aku mulai berdiri dari kursiku, seakan aku tak percaya dengan ucapannya. Namun, Jianghan menarikku kembali duduk.

"Taruhan? Taruhan apa maksudmu?" ucapku yang mulai tak percaya. Tiba-tiba Jianghan menghela napasnya sekali lagi. Kurasa berita ini berat.

"Aku tak tahu bagaimana harus kusampaikan hal ini padamu. Karena aku tahu, kau akan terluka mendengar berita ini. Kulihat kau sangat akrab dengan Lian tapi, bukan maksudku merusak pertemananmu, tapi aku hanya ingin memperingatkanmu. Jika kau mau mendengarkanku, aku akan sangat berterima kasih."

Aku masih terus menatap si dewa belajar ini dengan penuh tanda tanya, "Jadi, ada apa sebenarnya?"

"Zhai Lian menjadikanmu sebagai bahan taruhannya."

"B-bagaimana bisa?" aku terbelalak kaget, sebenarnya aku sudah tahu dari Liao Jin sebelumnya tapi kali ini cara bicara Jianghan yang membuat lebih mengagetkan.

"Dia menjadikanmu bahan taruhan karena dia kalah dalam ujian matematika. Nilainya lebih rendah daripada kawannya, lalu temannya menyarankan untuk mendekatimu sebagai bentuk tantangannya."

"T-tapi apa salahku dan mengapa harus diriku?" tanyaku dengan nada yang sudah bergetar.

"Aku tidak tahu pasti. Tapi, menurutku karena kau berada di kelas terbawah. Alasannya karena mendekati siswa kelas terbawah itu menjadi hal yang aneh di mata anak-anak kelas A yang dominan mereka punya skill dalam belajar. Jadi, dia memperalatmu dan mendekatimu hanya untuk menyelesaikan tantangannya itu. Jika tidak, ia akan dicap sebagai pecundang." jelas Jianghan yang membuatku semakin gemetar ketakutan. Sesekali kuremas rok-ku dengan keras menahan rasa takut dan tangisku. Aku diam membatu dengan kepala tertunduk. Kukira Lian berteman denganku karena kebaikan hatinya, ternyata dia sama saja.

Jianghan masih terus menatapku yang tertunduk. Kedua mataku mulai berkaca-kaca, bagaimanapun aku tak ingin menangis dihadapannya. Jantungku berdegup semakin cepat. Aku gemetaran.

Tiba-tiba Jianghan menggenggam erat tanganku dan mencoba menenangkanku.

"Kau tak perlu khawatir, karena aku telah memberitahukan kejadian ini pada Liao Jin dan ia akan sigap menjagamu." ucapnya dengan tenang sembari menggenggam erat jemariku.

Kali ini, rasa genggaman itu tak sehangat yang kuinginkan. Kukira ia akan terus melindungiku dari Zhai Lian atau sesiapapun yang akan mengganggu ketenanganku. Aku tak percaya jika Lian, melakukan hal ini padaku. Sebenarnya apa salahku?

"Apa kau menangis?" tanyanya dengan lembut yang membuat genggamannya semakin hangat.

"Aku tidak apa-apa." jawabku sembari melempar senyum palsu dan mencoba menyembunyikan segala kesedihanku.

"Syukurlah. Untuk masalah hari ini ketika aku menghajar Zhai Lian atau menggenggam erat lenganmu di depan umum, aku juga minta maaf." ucapnya

"Untuk apa?" tanyaku lagi

"Karena aku melakukannya bukan karena aku menyimpan sesuatu padamu atau berniat mempermainkan hatimu, tetapi karena aku hanya ingin membela hak dan kebebasan wanita. Aku tak suka jika ada seseorang yang berani memperalat wanita. Jadi, tolong jangan berpikir lebih tentang kejadian hari ini." jelasnya yang membuat tubuhku semakin melemas.

"Dan aku juga berterima kasih karena kau telah membantuku." imbuhnya yang membuatku menarik napas dalam-dalam dan meminta hatiku agar tetap tenang.

"Tak masalah, Jianghan. Aku juga berterima kasih dan maaf aku membentakmu siang tadi." timbalku

"Tak apa, aku juga tak heran. Kau kan memang gadis pemarah, egois dan sok tahu."

Aku hanya tertawa mendengarnya, aku benar-benar kehabisan kata-kata hari ini. Aku tak tahu, apa yang harus kukatakan. Hatiku hancur mendengar semuanya. Kali ini, aku takkan membicarakan bagaimana perasaanku padanya. Belum sempat bilang, dia sudah menolakku. Nampaknya, aku harus mengubur semua rasaku dalam-dalam. Lain kali, aku takkan menggunakan hatiku dalam memilih teman. Zhai Lian benar-benar mengecewakanku, tapi aku juga kecewa dengan Jianghan. Kukira dia melakukan hal itu demi aku, ternyata dia hanya ingin melindungi wanita.

Aku masih membatu sembari membayangkan apa yang akan terjadi jika aku berbicara lebih dulu dan menyatakan perasaanku. Aku pasti ditolaknya dan ini akan memberikan guncangan terbesar dalam hidupku.

"Lin, apa kau baik-baik saja?" tanya Jianghan sekali lagi sambal menyenggol lenganku. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

"Bukankah kau tadi ingin membicarakan sesuatu padaku?" timbal Jianghan yang mulai menatapku.

"Tidak, aku tidak jadi mengatakannya. Sebenarnya, tadi aku ingin menanyakan peristiwa tadi dan kau sudah mulai menjelaskannya." elakku yang membuat Jianghan menyeringaikan bibirnya.

"Ya sudah, kalau begitu, kita pulang saja. Ini sudah malam." pinta Jianghan yang diikuti anggukan kepalaku.

Bagaimana bisa aku memulai untuk mengungkapkan apa yang kurasa jika kau saja sudah berbicara seperti itu denganku. Ucapanmu dan sikapmu memberikan ketegasan kalau kau hanya menganggapku seorang teman.

Kususuri jalanan yang sudah petang dihiasi lampu sorot jalanan yang mencoba memberikan nuansa sendu dalam batinku. Rasanya, mataku berat tak kuasa aku menahan tangis. Kunaiki sepedaku dan bergegas mengayuh pedal sepeda sekuat yang aku bisa meninggalkan Jianghan yang masih berjalan bersamaku.

"Hey, Lin!" panggilnya yang kuhiraukan.

Kusekat air mataku di sepanjang jalan sembari terus mengayuh sepeda. Hancur sudah hatiku, kurasa inilah akhir dari semua perasaanku yang telah kusimpan lama sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Kukira semuanya akan indah, tetapi tidak. Cintaku telah musnah.

"Yuan Lin, ada apa?" tanya Ibuku.

"Tak apa, Bu aku hanya letih." jawabku lirih

"Lalu, mengapa kau menangis? Yuan Lin dengarkan ibumu sedang berbicara." panggilnya, namun rasanya langkah kakiku enggan berhenti, mataku terlanjur sebam dan memerah.

Kubanting dan kukunci pintu kamarku. Untuk pertama kalinya, aku menangis tanpa seorangpun yang tahu. Kututupi wajahku dengan bantal dan berteriak sekencang-kencangnya. Hatiku sakit, aku tak bisa menahannya lagi. Kubiarkan tetes demi tetes air mata terus meluruh ke wajahku. Jika aku bisa, aku ingin pergi dan membuang rasa ini. Bertahun-tahun kupendam hingga bersemi, tetapi tetap ia tak ingin memiliki. Aku… aku menyerah dengan cintamu, Jianghan.

Ponselku terus berdering, kulihat Jianghan terus menelponku.

"Kau tidak pernah mengerti perasaanku. Maaf, Jianghan." ucapku yang menekan tombol merah tuk menolak panggilannya.

Ucapannya masih terus terngiang di telingaku, "Aku melakukannya bukan karena aku menyimpan sesuatu padamu atau berniat mempermainkan hatimu, tetapi karena aku hanya ingin membela hak dan kebebasan wanita. Aku tak suka jika ada seseorang yang berani memperalat wanita. Jadi, tolong jangan berpikir lebih tentang kejadian hari ini."

Bagaimana bisa kau sekeji itu? Apa yang harus kulakukan sekarang?

Kenapa ketika di ruang perawatan, kau bilang kau berkelahi demi aku, mengapa kau bilang di depan umum bahwa aku bersamamu, kau juga menggenggam erat tanganku sore ini. Lalu, mengapa kau bilang aku tak boleh berpikir lebih tentang kejadian semua ini. Apa maumu sebenarnya? Apa bedanya kau dengan Zhai Lian.

Mataku tertuju pada buku bersampul mawar, kuraih buku itu.

"Semua tips yang ada di buku ini, semuanya tak berguna." sesalku sembari meremas rambutku.

Benar-benar tidak berguna.