Malam ini hujan turun dengan syahdu. Rintik demi rintik membasahi seluruh alam, terlihat seorang pria berpiyama biru duduk menatap langit malam yang semakin gelap. Sesekali ia pun menghela napasnya seakan ada yang sesuatu yang sesak menghimpit dadanya.
"Gadis itu membuat semuanya berantakan. Mengapa aku tak bisa fokus belajar, aku hanya ingin mendengar suaranya setiap waktu." gumamnya yang menutup bukunya dan memandang ke arah luar jendela.
Namun, sekelebat pikirannya kembali mengingat kejadian hari ini.
"Itu bukan urusanmu, aku bebas melakukan apapun yang aku mau. Kau tak ada hak mengatur hidupku bahkan jika aku tak mengikutimu lagi bukankah itu akan membuat hidupmu jauh lebih tenang dari gangguan Yuan Lin ini?" jawab Yuan Lin yang mencoba melepaskan genggaman dan berusaha pergi menjauh.
"Ah, kenapa aku selalu terbayang dengan ucapannya. Apa Yuan Lin akan menjauhiku? Sebenarnya ada apa dengan gadis itu?" ucapnya yang turut kebingungan kali ini pria itu menggenggam ponselnya dan berusaha mengirimkan pesan pada Yuan Lin.
"Aku harus mengirimkan pesan padanya." ucapnya sekali lagi kali ini sembari menyusun beberapa kata dalam layar ponselnya.
"T-tidak, aku tak boleh seperti ini. Pasti dia tidak akan membalas pesanku. Dia sedang kesal denganku." Pria ini mulai mengurungkan niatnya tuk mengirimkan pesan pada Yuan Lin. Namun, perasaan itu sekejap hilang.
"Tapi, jika aku tak mencobanya aku tidak akan tahu bagaimana responnya padaku, apakah benar ia marah karena perkataanku padanya? Duh, kenapa perasaanku ini semakin rumit saja. Ada apa denganku?" ucapnya yang tiba-tiba saja pesan itu terkirim dengan sendirinya.
Mata pria berpiyama biru itu pun terbelalak lebar, "Ah, sial. Mengapa harus terkirim, apa yang harus kulakukan sekarang?" Ia mulai menjauhkan diri dari ponselnya dan mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
Sementara itu, di ruangan yang serba putih dengan hiasan beberapa poster idol K-pop. Aku duduk di depan layar kaca dan tengah asyik mengarang sebuah naskah. Kali ini, aku akan mengirimkan naskahku ke penerbit ternama. Aku yakin, hobi menulisku akan segera tersalurkan jika aku giat mengirimkan beberapa naskah ciptaanku.
Tengah asyik menulis karangan, tiba-tiba ponselku berdering keras. Kulihat nama seorang pria terpampang di sana. Aku menghela napasku, kenapa selalu saja ada orang yang mengganggu kenyamananku dalam menulis. Padahal aku sedang ingin fokus dengan bakat dan minatku. Kuraih ponselku, mulutku terperangah melihat nama orang yang baru saja mengirimkan pesan padaku.
"J-Jianghan? Apa aku tak salah lihat?" kejutku dengan mencubit dan menampar pipiku serasa mimpi rasanya.
Kubuka pesan itu dengan jantung yang cukup berdebar dengan cepat.
"Yuan Lin, apa kau baik-baik saja?" bacaku pada pesan yang ditulis oleh Jianghan. Aku tercengang melihat isi pesan dari pria itu. Apa yang sebenarnya terjadi pada dia. Kurasa otak Jianghan mulai terganggu sekarang.
"Aku baik. Tolong, jangan hubungi aku lagi, karena aku sedang sibuk saat ini." Balasku pada pesan Jianghan. Aku tak tahu, apakah responku keterlaluan atau tidak tapi aku tak mau memiliki hubungan lagi dengannya. Aku tak mau mencinta sendiri.
Kulanjutkan menulis karanganku, "Ah, sampai mana tadi?"
Di ruangan yang dipenuhi rak buku, seorang pria berpiyama biru mulai membuka ponselnya. "Ternyata, dia sedang tak ingin diganggu. Aku saja yang bodoh mengirimkan pesan random seperti ini." gumamnya yang kemudian menutupi wajahnya dengan bantal.
Malam itu, kuhabiskan waktu untuk menuntaskan naskahku. Kali ini, aku sudah memiliki sudut pandang untuk masa depanku nanti, setidaknya ketika aku naik dikelas tiga, aku akan tahu bakat minatku. Menjadi seorang penulis juga akan sangat menyenangkan, berbagi kisah dan terus merangkai kata-kata. Kuharap naskah ini akan lolos akurasi di Penerbit Bintang itu, rasanya ingin sekali mencetakan nama sebagai seorang penulis di sana.
Walaupun aku tahu, kriteria naskah di Penerbit Bintang itu sangat rumit dan harus sempurna. Tapi, aku akan terus berusaha mengasah kemampuanku supaya bisa menjadi sosok penulis terkenal seperti J.K Rowling.
Pagi hari dengan cerah, hari ini Mentari bersinar dengan ramah. Akhirnya, naskahku selesai juga. Aku akan segera mengirimkannya minggu ini. Kukayuh sepedaku menyusuri jalanan, sayup-sayup udara pagi menyejukkan.
"Yuan Lin!" teriak seseorang yang memberhentikan kayuhan sepedaku.
"Wah, Liao Jin. Selamat pagi." sapaku pada Jin yang tengah mengayuh sepeda mengejarku.
"Tumben sekali kau yang mengucapkan selamat pagi untukku. Apa kau sudah makan?" tanyanya yang menyenggol lenganku.
Aku tersenyum membalasnya, "Apa kau ingin pergi ke sekolah bersamaku?"
Liao Jin mengangguk dengan sigap, "Ya, tentu."
Selama di perjalanan menuju sekolah, Liao Jin terus melirikku.
"Kau banyak berubah, Lin. Aku sampai takut dengan sikap barumu." katanya yang membuatku tertawa kecil.
"Apa sikapku menjijikan, aneh atau mengerikan?"
"Tidak, bukan seperti itu. Maksudku sikap barumu ini lebih ceria tak seperti biasanya yang lebih banyak diam dan terkadang aku bertanya kau pun tak pernah meresponnya. Tapi, bagaimana pun dirimu, aku tetap menyukaimu." sahutnya yang mencoba meluruskan ucapannya. Aku hanya tertawa mendengar ucapan Liao Jin.
"Kalau begitu, aku akan bersikap seperti ini saja. Supaya aku tak menyakitimu karena aku tak pernah merespon ucapanmu."
"Setuju." jawab Liao Jin dengan keras.
Lingkungan sekolah mulai ramai, terlihat kakak-kakak kelas tiga berbaris rapi di halaman, Kurasa hari ini, hari kelulusan mereka. Tak terasa, waktu bergulir dengan cepat. Aku akan segera naik ke kelas tiga. Aku takkan mengejar untuk masuk kelas A lagi, kurasa sampai aku lulus di kelas F, itu takkan jadi masalah. Aku sudah memiliki gambaran untuk cita-citaku.
"Yuan Lin" panggil Shu In dan Fen bersamaan. Fen mulai melirik ke arah Liao Jin yang tengah berdiri di sampingku.
"Jadi, kalian pergi bersama?"
Aku dan Liao Jin mengangguk mengiyakan.
"Wah, senangnya sikap lama Yuan Lin kembali lagi. Sudah lama rasanya kau tidak seceria ini. Wajahmu semakin bersinar saja karena aura barumu." ejek Fen dengan menyenggolkan lengannya padaku.
"Kau ini, bicara sekali lagi akan kupukul kau."
Fen tertawa terbahak-bahak mendengar celotehanku pagi ini.
"Lihatlah, mereka sudah kelulusan. Kurasa kita akan segera menjadi anak kelas tiga dan lulus dengan cepat." celetuk Shu In yang membuat suasana hati kami sesak.
"Kau ini bicara apa, kita akan selalu bersama sampai kapan pun." hiburku dengan merangkul kedua sahabatku.
"Aku juga akan ikut bersama kalian, sampai kapanpun." tambah Liao Jin yang membuat Fen tertawa juga. Kali ini, aku bisa melihat betapa indahnya sikapku dulu. Aku merasa, sosok Yuan Lin baru hadir dalam jiwaku.
"Baiklah, baiklah. Setidaknya kita masih punya kesempatan untuk tetap satu kelas lagi, kan di kelas tiga nanti?" tanya Shu In. Semua mengangguk setuju.
"Mari kita buat momen tak terlupakan selama duduk di bangku SMA." teriak Shu In.
Di ruang kelas siswa siswi mulai ramai berdatangan. Mereka semua membicarakan tentang kelas tiga yang segera di depan mata. Membahas universitas, cita-cita, dan bahkan ada yang ingin membangun usaha. Apa menjadi siswa kelas tiga SMA serumit ini?
Tiba-tiba Guru Huang datang memasuki kelas. Guru Huang adalah wali kelasku, ia dikenal sebagai sosok yang sabar dan perhatian.
"Selamat pagi."
"Pagi, pak."
"Senang rasanya melihat kalian tersenyum sumringah seperti ini. Tapi, waktu cepat sekali berputar, tak terasa kalian akan masuk ke kelas tiga di mana cita-cita kalian nanti akan semakin jelas di depan mata." ceramah Guru Huang yang semakin membuat bimbang teman sekelas.
Beliau juga mengatakan untuk tetap meningkatkan belajar dan menyiapkan target untuk masa depan.
"Hei, Liao Jin kuperhatikan kau terus memandangi Yuan Lin. Apa cita-citamu nanti?"
Semua siswa dan siswi bersorak ramai meledekku dan Liao Jin.
Liao Jin menggaruk kepalanya, "Cita-cita saya hidup bahagia bersama Yuan Lin."
Mendengar ucapan Liao Jin sontak membuat teman satu kelas tertawa terbahak-bahak, begitu pun juga dengan diriku yang mencoba untuk menutupi maluku. Sepertinya aku salah berbuat baik pada Liao Jin, aku tak menyangka jika ia akan berkata seperti itu.
"Kau yang benar saja, Yuan Lin akan hidup bahagia jika dia menikah dengan Zhai Lian, bahkan aku melihatnya kemarin, mereka pulang bersama dan sangat romantis." sahut seorang perempuan bernama Daifei. Daifei, adalah siswi paling ramah dan agen gossip di kelas. Karena apapun masalah yang terjadi di sekolah, dia lah orang pertama yang mengetahui berita tersebut. Tak heran jika Daifei dijuluki sebagai ratu gossip.
Mendengar ucapan Daifei, sontak membuat Shu In berdiri dan menyanggahnya, "Tidak, Yuan Lin tidak akan bersama Zhai Lian tetapi bersama Xiao Jianghan. Karena Yuan Lin lebih menyukai Jianghan daripada Zhai Lian."
Mendengar hal ini beberapa siswa terperangah mendengar ucapan kedua wanita yang super cerewet di kelas. Aku semakin menutupi wajahku dengan buku yang ada di hadapanku. Aku sudah tak tahu apa yang harus kulakukan. Shu In dia benar-benar terpancing dengan ucapan Daifei.
"Hei, Yuan Lin. Mana yang akan kau pilih cinta dari Liao Jin, Zhai Lian, atau Xiao Jianghan?" ledek Guru Huang yang membuatku tersenyum malu. Rasanya, aku ingin menghilang dari kelas ini. Satu ruangan tertawa dan memandangku.
"Jadi, kau pilih yang mana, Lin?" tanya seorang siswa dengan lantangnya.
"Sudah lah, kalian semua ini salah paham." jawabku yang memasang wajah tak berdosa sembari mengerucutkan bibirku.