Ada rasa yang terus bersemayam dalam dada hingga membuatku terus bersemangat di setiap pagi yang menjelang dan ia masih menjadi motivasiku untuk menggapai cita dan cinta. Kali ini aku pergi ke sekolah dengan sepeda kesayanganku, rasanya sangat rindu bersepeda mengejar Jianghan.
Di tengah perjalanan menuju sekolah kulihat seorang pria dengan sepeda birunya tengah mengayuh pedal dengan sungguh-sungguh. Baru saja kubicarakan dalam hatiku, Jianghan sudah muncul di depan mataku, apa mungkin ini yang dinamakan jodoh?
"Xiao Jianghan!" panggilku dengan lantang dan berusaha mengayuh sepedaku kuat-kuat untuk mengejarnya.
"Selamat pagi, Jianghan." sapaku yang sedikit terengah-engah karena mengejarnya namun kupaksakan untuk tetap menyuguhkan senyum manis padanya.
"Pagi." jawabnya dengan singkat tanpa senyum yang terhias di bibirnya.
"Mengapa dia cuek sekali, padahal semalam dia mengirimkanku pesan dan berkunjung ke rumahku. Menyebalkan sekali." gumamku dalam hati sembari menyudutkan bibirku ke depan.
"Ada apa dengan bibirmu? Apa kau sedang meledekku?" tanya Jianghan dengan melirik menyeringai menatapku.
"Tidak, untuk apa aku meledekmu, tidak ada untungnya!" sahutku yang mulai jual mahal. Lagi-lagi ia bersikap sangat menyebalkan. Apa tidak bisa bersikap lebih halus dan sedikit romantis padaku? Kurasa di kehidupan selanjutnya ketika ia berinkarnasi nanti, ia akan menjadi sebuah dispenser, karena sikapnya yang terkadang panas dan dingin.
"Baguslah, kalau begitu." jawabnya dengan mengayuh sepeda dengan kuat meninggalkanku.
"Jianghan! Aku ingin pergi ke sekolah bersamamu." teriakku yang berusaha mengikutinya.
Di depan gerbang sekolah, aku mulai mengatur napasku yang masih terengah-engah sembari mendorong sepedaku beriringan dengan Jianghan.
"Kau tahu, kakiku menjadi sakit karena mengejarmu. Kau mengayuhnya sangat cepat." keluhku padanya sembari tangan kananku mengusap keringat yang mulai mengembun di dahiku.
"Untuk apa kau mengejarku? Bukankah aku tidak menyuruhmu untuk mengikutiku?" jawabnya dengan singkat dan juteknya.
Aku menatapnya dengan tatapan mata yang sinis, pria ini menyembunyikan segalanya tentang apa yang ia lakukan padaku semalam. Apa jangan-jangan Jianghan ini mengalami amnesia dadakan di setiap pagi atau jangan-jangan dia memiliki kepribadian ganda, satu sisi dia bersikap cuek namun disisi lain ia bisa bersikap hangat dan menyenangkan hati.
"Selamat pagi, Jianghan." sapa seorang wanita berambut panjang dan berkulit putih di hadapannya yang mulai berdiri .
"Pagi, Yui." jawabnya diiringi dengan senyuman yang tersungging di bibirnya. Hal yang membuatku tercengang adalah mengapa bisa Jianghan membalas sapaan Yui dengan senyuman sementara aku, tidak sama sekali. Ini menyebalkan.
"Oh ternyata ada Yuan Lin juga di sini, selamat pagi Yuan Lin." sapanya padaku dengan bersikap sok manis dihadapan Jianghan. Aku hanya menyeringaikan bibirku sebagai balasan padanya.
"Jadi, kalian berdua selalu pergi ke sekolah bersama?" tanya Yui yang jarinya mulai menudingku dan Jianghan.
"Iya, kami pulang dan pergi bersama." jawabku dengan nada riang gembira sembari menunjukan gigi rapiku.
"Tidak. Ia selalu mengikutiku." tambah Jianghan yang mulai berjalan meninggalkanku, aku hanya terperangah mengapa ia berkata demikian.
"Syukurlah kalau begitu, aku merasa lega mendengarnya." ungkap Yui yang mulai mengejar Jianghan dan berjalan di sampingnya. Kulihat Jianghan sangat nyaman apabila dekat dengan sang leader dari Girls Out itu, Yui Xin Lie. Apalah dayaku, aku hanyalah seorang siswi biasa yang berasal dari kelas terbawah dan tak berarti apa-apa di matanya. Lagi-lagi pagi ini membuatku lelah. Susah sekali untuk berbicara banyak padanya.
"Lin?" panggil seseorang yang mulai menepuk bahu belakangku. Aku menolehkan pandangan kulihat sosok Liao Jin berdiri tegap di belakangku.
"Hai, Jin."
"Kau tahu, aku menunggumu di halte bus. Tapi, ternyata kau malah mengendarai sepedamu padahal aku baru saja ingin pergi ke sekolah bersamamu." Liao Jin yang mulai berterus terang dengan senyuman yang selalu terhias di bibirnya di setiap ia memandangku.
"Maafkan aku, Jin. Aku tidak tahu jika kau ingin pergi ke sekolah denganku." responku yang mulai menundukan kepalaku dengan penuh rasa penyesalan dan tak enak dengan Liao Jin.
"Ah, sudahlah tidak apa-apa, Lin. Walau aku tak bisa berangkat bersama setidaknya masih ada kesempatan untuk pulang bersama." ucap Liao Jin dengan melempar senyum padaku. aku hanya tersenyum sebagai balasan atas ucapannya.
"Ya sudah, ayo kita masuk sebentar lagi bel berdering." ucapnya yang mulai menggandeng erat tanganku. Aku mulai terbelalak kaget, Liao Jin berani menarik tanganku. Kali ini, aku tak bisa berkata apapun, aku hanya bisa melihat ketulusan yang selalu terpancarkan di wajahnya setiap ia dekat denganku.
Liao Jin, ia memang pria yang baik, ia selalu ada untukku ketika susah maupun senang bahkan ia juga selalu mengorbankan segalanya demi aku. Tapi, setelah aku tahu rumor yang beredar dan teman-temanku berkata bahwa ia menyukaiku, aku menjadi sedikit canggung dan menjaga jarakku dengannya. Bukan karena apa, aku hanya takut jika ia terus mencintaiku dengan rasa yang semakin dalam, sementara aku tak mencintainya sama sekali. Mengapa harus ada cinta dalam hubungan persahabatan seperti ini? Kau tahu, ini sangat menyulitkan dan rumit.
Jarum jam sudah menunjuk pukul 10.00, waktu istirahat pun tiba. Para murid mulai bersorak gembira dan memenuhi kantin sekolah. Siang itu, aku ada janji dengan Zhai Lian, si anak kelas A teman sekelas Jianghan. Aku akan makan siang bersama dengannya.
"Jadi, kau akan makan siang bersama Lian?" tanya Shu In yang memastikan sembari membuka sebuah loker penyimpanan barangnya.
Aku hanya mengangguk mengiyakan.
"Baiklah, kalau begitu."
"Tapi, apa Jianghan tak cemburu jika melihatmu dan Lian makan bersama?" ledek Fen dengan menyenggol lenganku.
"Apa yang kau bicarakan, Fen?"
"Tidak, aku hanya bercanda. Nikmati saja makan siangmu, Lin." Aku mulai menyeringaikan bibirku sembari mencolek lengan Fen yang sedari tadi menertawai ekspresiku.
Aku mulai melangkahkan kakiku meninggalkan Shu In dan Fen di ruangan penyimpanan barang. Namun, seketika langkah kakiku kembali terhenti ketika melihat sosok pria yang tengah duduk dan bercengkrama mesra dengan seorang wanita hingga membuat jarak mereka sangat dekat dan hampir menyentuh kulit satu sama lain.
"J..Jianghan?" aku mulai menyebut nama pria itu lagi sembari menyembunyikan tubuhku di balik tembok memata-matai dirinya yang tengah duduk berdua bersama gadis berambut panjang nan hitam itu. Terlihat gadis itu mulai menyodorkan sekotak makanan padanya.
"Jianghan, aku membawakanmu makan siang ini. Kau tahu, aku yang memasaknya dan makanan ini kubuatkan khusus untukmu. Terimalah." ucap seorang gadis itu yang kini tengah duduk menghadap Jianghan. Kulihat Jianghan mulai membalas pandangannya.
"Terima kasih, Yui." jawab Jianghan yang menerima pemberian gadis itu, hatiku semakin panas ketika Jianghan menyebut nama Yui di bibirnya. Gadis itu adalah Yui.
"Apa aku tak salah dengar? Dia Yui?" gumamku dalam hati yang mulai bertanya-tanya. Aku mulai menggigit kukuku melihat keharmonisan hubungan mereka. Lihatlah, jarak duduknya membuatku semakin tersakiti.
Tiba-tiba seseorang muncul di belakangku.
"Apa yang sedang kau lakukan, Yuan Lin?" tanyanya yang membuatku terkejut hingga membuat kotak makan siangku jatuh ke lantai. Aku mulai membalikan badanku. Mataku kembali terbelalak menatap sosok pria gagah yang kini tengah berdiri menjulang di hadapanku dan mencoba untuk menatap apa yang baru saja kulihat.
Lelaki itu mulai mengangkat alisnya seakan menunggu jawaban dariku. Aku hanya menggaruk kepalaku dan bingung apa yang harus kukatakan pada sosok pria gagah ini.
"Lin?" panggilnya sekali lagi. Aku mulai menggigit bibirku karena gerogi yang mulai merajai relung batinku.