Pernahkah kau mencintai seseorang hingga kau merasa bahwa tak ada orang lain selain dirinya di dunia ini hingga membuat kedua matamu buta terhadap segalanya, karena dialah satu-satunya orang yang kau lihat dengan penuh kesempurnaan? Ya, aku merasakannya dan ketika aku melihatnya hatiku merasa bahagia, namun ketika ia tak ada di sisiku, rasa sesak dalam dada mulai menyelimuti relung kalbu. Benar kata orang, jika cinta itu bisa membutakan segalanya.
"Kau?! Mengapa kau mengubah gaya rambutmu?" tanyaku yang masih terbelalak kaget dengan penampilan baru Liao Jin, ia memotong rambut panjangnya dan menghilangkan poni yang menutupi dahinya, ia terlihat berbeda dan lebih menyegarkan dengan penampilan barunya.
"Apa aku terlihat mengesankan, Lin?" tanya balik Jin yang kali ini mulai memainkan alisnya ke atas ke bawah. Aku hanya terperangah dan menggelengkan kepalaku sedikit.
"Kau tahu, aku mengubah penampilanku hanya untuk dirimu, aku tahu kau sangat menyukai Jianghan jadi aku ingin mencoba untuk merapikan cara berpakaianku dan potongan rambutku, agar aku terlihat mempesona di matamu. Jadi, bagaimana? Apa aku sudah terlihat menawan?" jawab Liao Jin yang terus merapikan dasi dan rambutnya.
Jika aku boleh jujur, Liao Jin terlihat lebih mengagumkan dengan gaya seperti ini, ia terlihat rapi tak seperti biasanya yang terlihat berantakan dengan rambut gondrong dan pakaian yang keluar tak beraturan, tapi mengapa ia ingin mengubah penampilannya hanya demi diriku?
"Yuan Lin, mengapa kau diam saja? Apa ada yang salah denganku? Apa kau tak menyukai penampilanku?" tanya Liao Jin yang mulai melambaikan tangannya ke wajahku membangunkanku dari lamunan pagi.
"Tidak, kau terlihat luar biasa dengan gaya barumu itu. Aku menyukainya. Kau terlihat rapi dan menyegarkan." jawabku dengan jujur terlihat senyuman puas yang terhias di bibir Jin.
"Terima kasih, Lin." responnya yang masih menatapku dengan tatapan yang dalam.
Sebenarnya, hatiku sangat kecewa karena pria yang kupanggil dan kukejar itu bukanlah Jianghan, tapi apa boleh buat aku pasti bisa bertemu dengan Jianghan di sekolah nanti.
"Mari kita berangkat ke sekolah bersama, Lin." tawar Liao Jin yang mulai melirikku dengan sedikit senyum manis yang terhias di wajahnya. Aku hanya mengangguk dan membalas senyumannya. Kali ini, aku tak boleh membuat Jin kecewa, ia sudah banyak berkorban demi diriku.
Pagi itu, aku dan Jin berangkat ke sekolah bersama, tapi suatu hal aneh mulai terasa mengganggu dalam dada, kali ini Jin tak melakukan suatu hal yang aneh lagi seperti berteriak-teriak atau menggodaku di sepanjang jalan. Ia bersikap lebih tenang dan tak berisik seperti sebelumnya, dia benar-benar mengubah segalanya demi diriku. Tapi, mengapa aku tak bisa menerima cinta tulus dari Jin, aku lebih memilih untuk mengabaikan perasaannya dan hanya memandang Jianghan yang jelas-jelas selalu bersikap cuek padaku. Rasanya memang aneh, seperti pepatah yang bilang gajah di pelupuk mata tak tampak, namun semut di seberang lautan tampak.
Terdengar bell sekolah mulai berdering nyaring, nampaknya aku dan Jin terlambat datang ke sekolah. Kami bergegas mendorong sepeda sekuat tenaga dan berlari-larian masuk ke halaman, namun tiba-tiba para gadis sekolah mulai terperangah takjub memandang Liao Jin yang tengah berdiri di sampingku. Mereka terpesona dengan penampilan baru Jin yang terlihat lebih menarik dari sebelumnya.
"Liao Jin, kaukah itu?" tanya beberapa siswi di setiap sudut kelas. Jin hanya mengangguk dan membalas ucapan mereka dengan senyuman manis. Beberapa diantara mereka juga bergumam bahwa Jin terlihat tampan hari ini.
"Hei, Jin kurasa seluruh gadis sekolah mulai menyukaimu. Kurasa temanku ini akan segera memiliki penggemar." ucapku yang mulai menyenggol lengan Jin dengan tujuan untuk meledeknya. Jin mulai mengelaknya dengan menyeringaikan bibirnya.
"Kau ini bicara apa, tak ada seorangpun yang bisa menggantikanmu di hatiku, Lin walaupun satu sekolah menyukaiku. Rasaku tetap utuh untukmu." jawabnya dengan nada yang santai dengan memperlihatkan lekukan senyum indah yang terpancar di wajahnya. Aku hanya terperangah kaget dengan mata yang terbuka lebar. Ucapan Jin pagi ini membuat jantungku seakan ikut berhenti sejenak dan membuat dunia berteriak histeris, bagaimana bisa ia berkata seperti itu, kata-kata yang sederhana namun bermakna luar biasa.
"Sudahlah, aku hanya bercanda. Ayo masuk kelas." ajaknya yang mulai menarik pergelangan tanganku menaiki tangga menuju lantai dua dimana kelasku berada.
Ruang kelas 2F, di mana kelas ini berada paling pojok di lantai dua dan juga dikenal sebagai kelas paling rumit, berisik, heboh dan memiliki peringkat paling bawah dalam masalah mata pelajaran dan ilmu pengetahuan. Sorak-sorak ramai dalam kelas tiba-tiba saja terhenti, keheningan mulai menghampiri ketika Jin masuk bersamaku dan menggandeng lenganku.
"Jin, apa yang terjadi padamu? R..rambutmu?" ucap salah satu siswi yang tak percaya dengan perubahan drastis Liao Jin dalam semalam, mendengar ucapan gadis ini sontak membuat satu kelas menatap aneh ke arah kami berdua.
"Kau terlihat menakjubkan, kawan." sahut salah seorang siswa yang mengangkat kedua jempol tangannya kepada Jin.
"Apa aku terlihat keren?" tanyanya sembari tangannya mengeluarkan sebuah sisir kecil dari dalam saku celananya dan kemudian menyisir manja rambut barunya. Sontak hal ini membuat satu kelas tercengang kagum begitu juga beberapa siswi yang ada di sana, mereka mulai memuji dan mengatakan bahwa Liao Jin terlihat tampan dan menggemaskan dengan penampilan barunya.
"Lihatlah, Lin mereka semua menyukai perubahanku." bisik Jin tepat di telingaku.
"Lalu, apa ada hubungannya dengan diriku?" jawabku yang mulai melipat kedua tanganku di dadaku.
"Tentu, kau juga akan segera menyukaiku sama seperti mereka." jawabnya yang mulai bertindak nakal dan pergi duduk di kursinya. Aku mulai duduk dengan mata yang terus menatap Jin yang tengah bercengkrama dengan teman satu grupnya. Ucapannya masih terus terngiang di telinga. Apa yang terjadi sebenarnya pada sosok Liao Jin ini? Aku akan terus menyidiknya.
"Hei, Lin ada apa dengan Liao Jin? Apa dia masih waras?" tanya Shu In dengan penasarannya sembari matanya terus menatapku seakan ikut menyidik sebuah berita. Aku hanya mengangkat bahuku menyatakan tak tahu apapun tentang perubahan Jin.
"Kurasa ia mengubah cara berpakaiannya hanya untuk dirimu, Lin. Bukankah ia sangat mengidolakanmu sejak kelas satu dulu dan hampir semuanya ia lakukan demi dirimu?" sanggah Fen yang membuat Shu In mengangguk setuju.
"Iya, kau benar, Fen. Dia mengubahnya demi diriku." jawabku dengan nada yang lesu . Shu In mulai terbelalak kaget.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang, Lin? Apa kau juga akan berusaha mencintai Liao Jin dengan penampilan barunya itu?" tanya Shu In dengan nada kaget sembari menatap tajam mataku.
" Tapi, kurasa ia sangat tampan jika berpenampilan rapi seperti ini, seakan aku sedang berada di kelas Jianghan, ia terlihat luar biasa seperti Jianghan bahkan sepertinya ia melebihi pesona Jianghan, dia tulus dan baik padamu tak seperti Jianghan yang acuh dan tak peduli bagai sebuah batu." ujar Fen dengan tangannya yang menyangga kepalanya, aku dan Shu In mulai melirik sinis.
"Apa? Mengapa kalian menatapku seperti itu? Apa aku salah bicara?" tanya Fen yang nampaknya mulai merasa ada suatu hal yang aneh yang baru saja terucap dari bibirnya.
"Iya, karena kau baru saja menyamakan dia dengan Jianghan." jawabku dan Shu In dengan serempak hingga membuat satu kelas melirik ke arah dimana kami duduk dan bercengkrama.
Liao Jin, dia adalah pria yang baik, sikapnya sangat berbeda dengan pria lainnya. Dia hangat, lembut, peduli dan penuh kasih. Tapi, entah mengapa aku selalu menghindarinya dan menganggap bahwa ia adalah perusak mood dan hariku.
"Ada apa, Lin?" tanya Liao Jin dengan suara yang sedikit berbisik, tanpa kusadari aku sedari tadi memandanginya dalam lamunanku. Aku hanya menggelengkan kepalaku, bagaimana bisa aku sebodoh ini, memandanginya seperti itu, apa yang akan ia pikirkan tentangku.
"Yuan Lin." panggil salah seorang guru dengan lantangnya hingga suaranya terdengar nyaring hingga sudut kelas.
"Ya, Bu." ucapku dengan sigap yang mulai berdiri dari kursiku.
"Apa yang kau lamunkan? Mengapa kau selalu mengabaikan pelajaran? Apa berkonsentrasi itu amat menyulitkan bagimu?" tanya Madam Zhishu yang mulai menegurku dengan keras. Lagi-lagi aku mendapat masalah karena ketidak fokusanku. Aku hanya tertunduk dengan lesu sembari mengucap kata maaf atas segala tindakan senonohku.
"Kali ini, kesabaranku sudah habis, Yuan Lin. Kau selalu mengulang kesalahan seperti ini berulang kali dan kau juga selalu mengucap maaf berulang kali hingga membuatku bosan dengan semua kelakuanmu. Aku mau setelah pelajaran selesai temui aku di ruanganku, kau mengerti?"
Aku hanya mengangguk mengiyakan dengan kepala yang masih tertunduk menatap meja.
"Yuan Lin, apa kau mendengarku?"
"Iya, Bu."
"Baik, duduklah." Aku yang mulai duduk dengan membuka buku pelajaranku. Shu In mulai mengusap bahuku dengan halus sembari melempar senyuman manis ke arahku.
"Sudahlah, tak apa. Aku akan menemanimu." ucap Shu In yang mulai menenangkan hatiku, aku mulai tersenyum membalasnya.
Jam sudah menunjuk pukul 10.00, murid-murid mulai berhamburan keluar memenuhi kantin sekolah dan bersiap-siap untuk makan siang, beberapa diantaranya juga mulai membuka kotak makan siang mereka dan melahapnya bersama kawan-kawan sejawatnya. Namun, aku masih berjalan lurus melewati kantin dan pergi menuju ruangan Madam Zhishu untuk menemuinya.
"Apa kau yakin kau tak ingin ditemani, Lin?" tanya Shu In yang menaruh tangannya pada bahuku.
"Atau mungkin kami akan menunggumu di luar?" tambah Fen.
"Tidak perlu, kalian pergilah makan siang, nanti aku akan menyusul." jawabku yang mulai meminta kedua sahabatku untuk pergi ke kantin, rasanya aku tidak enak jika aku memiliki masalah mereka selalu ikut terlibat dalam setiap masalahku, aku sudah terlalu sering merepotkan mereka. Walau kutahu mereka juga akan merasa bahagia jika mereka bisa membantuku, tapi tetap saja aku selalu membawa perkara dan malapetaka bagi hidupnya.
"Tapi, kau.." sahut Fen.
"Sudahlah, pergilah aku tidak apa-apa. Aku bisa mengatasinya lagipula ini salahku." jawabku yang mulai melempar senyum kepada mereka.
"Baiklah, kalau begitu kami pergi dulu ya, Lin. Jangan lupa menyusul kami." ucap Fen yang mulai melambaikan tangan dan membawa Shu In pergi bersamanya. Akupun hanya membalas lambaian tangan Fen sembari menyodorkan senyum padanya, hatiku kini mulai berdegup kencang sesekali aku juga menelan ludahku dan menarik napasku dan membuangnya secara perlahan. Tanganku mulai mengetuk pintu ruangan Madam Zhishu dengan gemetar sembari terus mengatur napasku.
"Masuklah." jawab seseorang dari dalam dengan lantangnya. Pintu mulai dibuka.
"Yuan Lin, kemari dan duduklah." pinta Madam Zhishu yang mempersilahkanku untuk duduk di kursi yang telah disediakan.
Aku masih menundukan kepalaku, kali ini aku harus siap mendengar berbagai macam omelan guru Zhishu.
"Yuan Lin, aku tak habis pikir padamu. Mengapa akhir-akhir ini kau selalu melamun di kelas? Kau selalu mengabaikan penjelasan guru, dan lebih buruknya nilaimu selalu turun. Apa yang terjadi denganmu? Apa belajar itu sangat sulit bagimu?" tanya keras Madam Zhishu dengan menatapku yang masih tertunduk.
"Angkat kepalamu, tatap gurumu ini yang sedang berbicara padamu, Yuan Lin." pintanya sekali lagi yang mulai menghela napas panjangnya, perlahan-lahan aku mulai mengangkat kepalaku dan menatap wajah Madam Zhishu yang dikenal tegas dan judes itu.
"Maafkan aku, Bu. Aku menyesal dan aku berjanji, aku tidak akan mengulanginya lagi." kataku dengan lirih. Madam Zhishu mulai menghela napasnya lagi.
"Sudah berapa kali kau berjanji padaku, tetapi tetap saja kau terus mengulanginya lagi?"
"Tapi, kali ini aku akan berusaha, Bu. Aku akan menjadi siswi yang baik dan bisa berkonsentrasi penuh dalam setiap pelajaran di kelas, aku mohon maafkan aku." jawabku yang mulai meyakinkan Madam Zhishu.
"Baiklah, kali ini aku memaafkanmu. Aku harap ucapanmu itu bisa dipercaya, aku tak mau kau melamun di dalam kelas dan mengabaikan pelajaranmu, kau mengerti?"
"Mengerti, Bu. Terima kasih banyak."
"Baiklah, Lin sekarang kau boleh pergi, tapi ingat janjimu belajar dengan baik di kelas dan jangan ulangi sikap itu lagi."
"Ya, terima kasih, Bu. Ibu sangat baik." Pujiku kali ini diiringi senyuman sumringah yang terpancar di bibirku. Madam Zhishu tak memarahiku, ia masih memberikanku kesempatan untuk menjadi siswi yang lebih baik lagi. Ucapan seluruh siswa itu salah, Madam Zhishu tak sejahat dan segalak yang mereka kira, ia sangat baik dan penuh kasih hanya saja tatapan matanya yang sangat tajam hingga membuatku ketakutan.
Terlihat lekukan indah mulai terhias di wajah Madam Zhishu. Akupun bergegas keluar dari ruangannya dan pergi menemui Shu In dan Fen di kantin. Namun, tiba-tiba pandanganku mulai tertuju pada seorang pria yang tengah bermain sepak bola dengan mengenakan seragam olahraganya di lapangan sekolah, jantungku kini mulai berdegup dengan kencang menatapnya yang tengah berlarian menggiring bola, hatiku mulai bahagia seakan ada bunga yang bermekaran dalam dada. Indah rasanya.
"Yuan Lin!" panggil seseorang dengan kerasnya sembari tangannya melambai-lambai ke arahku, sosok itu tengah duduk di sudut lapangan sekolah dengan suara yang terus menyebut namaku.