"Kadang perasaan tidak bisa diungkapkan, hanya kita yang ngerti."
Satu ruangan hening menatap murid berambut cokelat gelombang yang barusan memasuki kelas. Abigail mencari tempat duduk kosong dan menaruh tasnya di bawah meja.
"Hai." Seseorang menyapanya, namun Abigail tidak menoleh sama sekali. Teman sebangkunya mengernyit bingung. "Mm, gue ngomong sama lo."
Akhirnya Abigail menengok ke orang yang memanggilnya tanpa satu katapun keluar dari mulutnya.
"Gue Aleeza Winata, panggil apa aja terserah," ucap teman sebangkunya dengan uluran tangan.
Ia melihat nama yang ada di baju teman barunya itu dan tahu namanya, Abigail Quinn.
Abigail menengok ke teman sebangkunya dan tersenyum kecil. "Gue Abby."
Aleeza membalas senyumannya dan bersyukur ada yang akan duduk di sebelahnya sekarang. Dari awal tahun ajaran, Aleeza tidak ada teman sebangku karena sifatnya yang galak padahal cantik.
......
"Ayo, By."
"Iya," jawab Abigail singkat.
Mereka melewati koridor sekolah dan banyak cowok yang berusaha ingin ngobrol dengan Abigail. "Anak baru ya lo?"
"Kelas mana, kak?"
Semua pertanyaan tertuju kepada Abigail, mulai dari adik kelas sampai kakak kelas. Namun Abigail tidak menjawab pertanyaannya dan terlihat Abigail tidak nyaman dengan semua orang yang menatapnya sekarang.
"BRISIK LO PADA."
"Yeh, napa lo yang jawab? Gue kan nanyanya ke temen lo," sambar Brian menunjuk Abigail.
"Dia gak suka kalo lo pada nanya-nanya," jawab Aleeza kesal.
"Ada aja ya yang mau temenan sama nenek lampir." Beberapa tertawa dan ada juga yang diam.
"DARIPADA LO. DIEM SEMENIT AJA GK BISA."
"Serah gue lah." Brian tertawa. Abigail hanya memperhatikan temannya dan Brian berantem. Namun, perhatiannya teralih dengan orang di belakang Brian yang menyender di tembok dengan santai.
Melihat muka dan gaya orang tersebut, Abigail penasaran. Mata mereka bertemu dan Abigail langsung buang muka. Aleeza menarik tangan Abigail ke kantin dan memilih untuk tidak meladeni Brian lagi.
Ezra Baskara.
Nama itulah yang ada di seragam cowok yang tadi Abigail perhatikan. Ezra selalu ada di pikirannya sekarang. Muka dan tatapannya yang menusuk jelas terulang di otaknya. Dari muka Ezra, Abigail bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres di hidup Ezra.
"BYY, WOIII," panggil Aleeza melambaikan tangannya di depan Abigail.
"Eh, iya kenapa?" Abigail sadar dan melihat sekeliling. Rasanya seperti baru bangun dan balik ke dunia nyata.
"Bengong mikirin apaan?"
"Lo tau Ezra Baskara gak?" Pertanyaan Abigail membuat Aleeza tersedak air. Abigail kaget dengan respon temannya, lalu mengelus punggung Aleeza dan memberikan air putih ke Aleeza. "Kok keselek sih?"
"Kaget gue."
Abigail mengernyit bingung. "Emang kenapa?"
"Lo serius nanya tentang Ezra?" Abigail tidak menjawab, menunggu Aleeza melanjutkan penjelasannya. "Ezra orang paling nekat, paling serem, paling galak seangkatan, paling - "
"Galak kenapa?" potong Abigail.
"Mana gue tau, gak penting. Segalak-galaknya dia, gue masih bisa galakin balik," jelas Aleeza dengan nada meremehkan.
"Masa?" Suara berat terdengar dari belakang mereka. Suara yang tidak Abigail kenal tiba-tiba ikut nimbrung, tapi suara ini sangat Aleeza kenal. Aleeza bisa merasakan detak jantungnya sekarang. Orang yang dia bicarakan ternyata ada di belakangnya. Aleeza menengok ke belakang dan bungkam. "Kok diem?"
"Mm.. Sorry, Zra."
"Kayak sendiri udah sempurna aja, cih," sindir Ezra sambil pergi jalan menjauh.
"Iyain aja dah," gumam Aleeza sambil makan.
"LEEZAA." Aleeza tersedak lagi mendengar temannya teriak memanggil namanya.
Abigail memberikan air putih lagi dan tertawa pelan.
"SUMPAH LU, TAA." Aleeza masih batuk-batuk dan meminum air yang Abigail kasih. "GUE KESEDEK DUA KALI DALEM 10 MENIT," lanjut Aleeza.
"Maap-maap hehe." Aneta melihat orang yang ada di sebelah Aleeza dan merasa belum pernah melihatnya. Aleeza mengikuti arah mata Aneta dan menyadari sesuatu.
"Oiya, By, ini Aneta. Ta, ini Abigail." Mereka saling memberi senyuman tapi tidak lama.
"Ezra kenapa tadi?" tanya Aneta yang dari tadi sudah memperhatikan.
"Tau tuh."
"Tadi lagi ngomongin dia terus tiba-tiba orangnya nyahut," jawab Abigail.
"Ohh." Aneta duduk di depan mereka sambil meminum jusnya. "Lo berdua sekelas?"
"Hooh."
"Eh, temenin gue beli jus yuk, by," ajak Aleeza bangkit dari tempat duduknya. Abigail tidak menjawab dan langsung bangkit dari kursinya.
Jus yang Aleeza beli membuat Abigail ikut ngiler. Abigail mengeluarkan dompet dan ikut beli jus. "Eh, emang ke kelas boleh bawa jus?"
"Bolehin aja," jawab Aleeza terkekeh. Mereka melewati koridor dan tidak sengaja Abigail menabrak seseorang. "ANJING."
"Eh, sorry-sorry, gue gak senga-"
"Pake mata lo." Ezra menatap Abigail tajam dan mengusap bajunya yang basah.
Semua orang menatap kejadian di koridor, membuat Abigail risih. "Sorry gue gak bermak-," ucap Abigail lirih.
"Basi."
"BAPERAN AMAT JADI COWOK. CUMA NABRAK GAK SENGAJA DOANG GITU AMAT," gertak Aleeza ikutan.
Ezra tidak membenarkan kata-kata Aleeza. Ia tidak merasa bersalah sama sekali sudah membuat Abigail merasa risih. Ezra hanya menatap kosong Abigail yang sedang menunduk.
"Udah ah, ladenin ni orang gak guna. Jalan kan pake KAKI bukan pake MATA." Aleeza menarik tangan Abigail menjauhi Ezra.
"Serah dah," gumam Ezra. Dia jalan ke toilet dan Brian menghampirinya dari belakang.
"Kusut amat muka lo."
Ezra melirik ke Brian dengan tatapan sinis. "Tuh kan makin kusut."
"Anjing emng."
"Santai bro. Eh tadi lo ditabrak yang anak baru itu?"
"Gak tau."
"Orangnya baek lho." Brian menyenggol-nyengol lengan Ezra.
"Trus?"
"Siapa tau EKHM SUKA."
"Ogah."
......
Apaan sih. Napa otak gue Ezra mulu yang muncul, batin Abigail.
Abigail berjalan menuju toilet terdekat dan ternyata toiletnya sedang di cuci. "Mbak, toilet yang paling deket dari sini dimana?"
"Di situ, dek," tunjuk petugas kebersihan. Abigail mengangguk paham dan mengucapkan terima kasih. Belum terlalu kenal sekolah barunya, membuat Abigail masih bingung-bingung. "Kok disuruh ke toilet lapangan sih," gumam Abigail.
"Si Aleeza gak ada lagi."
Duggg
Abigail merasakan hantaman keras yang mengenai kepalanya. Matanya buram sekarang. Abigail meraba memastikan ada tempat duduk kosong di tribun, lalu duduk.
"Eh, sakit?" Abigail membuka matanya dan melihat siapa yang datang.
"LAH ELU!?" ucap mereka bersamaan.
Ezra menarik tangan Abigail dan tidak meladeni Abigail yang terus memberontak. "Lo tarik gue kemana sih!?"
Abigail menggerutu dalam hati dan menatap Ezra sinis.
Ezra membuka pintu UKS dan mengarahkan Abigail untuk duduk di kursi. "Duduk."
"Siapa lo nyuruh-nyuruh?" Abigail memperhatikan gerak-gerik Ezra dan ternyata Ezra duduk di sampingnya. "Lo ngapain masih disini?"
"Siapa lo juga nyuruh-nyuruh?," jawab Ezra tanpa menengok.
"Bacot."
Ezra tidak menjawab apa-apa dan mengambil kaca kecil di meja uks, mengarahkan supaya kaca tepat di muka Abigail. "Ngaca."
Abigail reflek nengok dan melihat dirinya sendiri di kaca. Tidak lama-lama, Abigail langsung melirik Ezra kembali dengan penuh percaya diri. "Gue tau gue cakep."
"Cih, anjir pede." Ezra bangkit dari tempat duduk dan keluar UKS.
"Biarin lah, kenapa lo yang repot," gumam Abigail.
......
"Ada ya mahluk kayak dia langka atau mungkin punah semua kecuali dia," gerutu Abigail selama jamkos. Aleeza hanya memainkan hpnya dan mendengar suara-suara gerutu Abigail sekitar 20 menit di sampingnya.
"Zaa, keselll."
"Kok nyantai banget sih lu?"
Aleeza menutup hpnya dan duduk menghadap Abigail. "Abby, gue gak tau mau ngomong apa. Daripada gue salah ngomong, mending diem kan," jelas Aleeza tersenyum paksa di akhir kalimat.
Abigail akhirnya diam dan duduk menyenderkan tubuhnya di kursi dengan tangan dilipat.
"Sabar. Segalak-galaknya dia, gue juga gak kalah galak," kata Aleeza santai. "Liat sendiri kan temen gue cuma lo."