Kinan kembali memasang pakaiannya.
Sudah pukul sepuluh malam, ah, tubuhnya sangat lelah. Ia tinggalkan saja Toni yang sedang terbaring pulas di ranjang hotel kamar nomor 203 itu.
Kinan mengemasi barangnya. Ia membuang benda berwarna kuning itu ke dalam tong sampah. Rambutnya yang panjang dan indah, di ikat kuncir kuda. Sementara pakaian yang ia kenakan, masih busana kerja, tetapi ia lapisi dengan cardigan agar tak terlalu terlihat uniform yang ia kenakan.
Namun, sungguh terkejutnya dia, di sisi lift, Putra sudah menanti sambil bersandar dan melipat kedua tangan di dada.
Tatapan pemuda itu masih fokus ke lantai. Dia tak mungkin tertidur sambil berdiri.
"Ngapain loe?"
Walaupun gugup, Kinan menguatkan hati tetap menuju lift. Ia harus pulang, besok pagi harus bekerja, dan tubuhnya benar-benar butuh istirahat. Jika menginap di hotel bersama dengan Toni, banyak hal yang akan terjadi diluar dugaan nantinya.
Kinan memencet tombol lift sebelah.
Putra menatapnya curiga. Pemuda itu sebenarnya sudah bisa menduga apa yang dilakukan Kinan, hanya saja, ia tak ingin berpikiran buruk. Tak ingin memercayai pikirannya yang berbanding lurus dengan kenyataan yang sedang terjadi. Itu hanya akan membuat hatinya patah sebelum sempat berbahagia.
"Nggak usah natap gue gitu."
Pintu lift terbuka, Kinan pun masuk, Putra mengikut.
Di dalam lift ia hanya diam, sambil terus menatap Kinan. Perlahan ia dekatkan wajahnya ke leher Kinan.
"Mau apa loe?"
Kinan menggeser tubuh menjauh.
Namun, sebelum sempat menghindar, Putra sudah mendapati tujuannya. Bau parfum tubuh Kinan sudah berpadu dengan wangi maskulin dari parfum seorang pria.
Putra mengalihkan pandangannya ke depan, ia tampak gelisah, berkali-kali mengusap tengkuk. Rasanya masih tak ingin percaya dengan apa yang sudah ia selidiki. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Kinan mungkin sudah memiliki kekasih, dan hubungan mereka sudah sangat diluar batas.
Kinan bingung dengan apa yang dilakukan Putra. Dipikirnya pemuda itu mau melakukan perbuatan tercela padanya. Meskipun jika dilakukan pun, gadis itu cukup berat untuk menolak. Halah! Jalang.
"Loe kenapa?" tanya Kinan mencoba mencari jawaban dari orangnya langsung, atas tingkah polah anehnya itu. Yang terlihat kesal sendiri.
Namun, saat pintu lift terbuka. Putra bergegas pergi meninggalkan Kinan yang melongo.
"Cowok aneh."
Kinan bergumam sendiri, sambil melangkah menuju kendaraannya.
Putra membanting pintu mobil. Ia tak bisa percaya ini. Ia tak ingin Kinan seperti itu. Tetapi, di satu sisi, ia tak punya hak untuk mengatur-ngatur. Itu hidup seseorang yang tak ada hubungan apa-apa dengannya.
Namun, tak beberapa lama, ia kembali keluar, dan mencegat mobil Kinan yang baru akan dihidupkan.
Kinan tampak benar-benar terkejut. Mata indahnya membulat.
"Buka pintunya!"
Putra meminta Kinan membuka pintu mobil, agar ia bisa masuk dan berbicara sebentar.
Tapi Kinan menggeleng. Orang aneh! ia takut di apa-apakan.
"Gue nggak akan nyakitin loe!"
Wajah Putra sangat serius. Ia benar-benar terlihat sedang tidak ramah.
"Loe pergi aja, gue nggak ada urusan sama loe!" bentak Kinan mengeluarkan kepalanya dari jendela kemudi.
Putra tidak bergerak, ia tetap berada di hadapan mobil Kinan. Sorot matanya menatap Kinan tajam. Apa yang membuatnya marah? sementara Kinan tak mengenalnya.
Kinan semakin dibuat takut, kepalanya celingak celinguk kiri dan kanan, melihat siapa saja yang bisa menolongnya terhindar dari pemuda labil ini.
Saat Putra akan berjalan menuju pintu kemudi, tiba-tiba seseorang memanggilnya. Ia menoleh ke asal suara.
"Om…?"
Putra tak menduga Toni ada di sini. Ia mengenal Toni sebagai Papi Keysha, teman dekatnya. Sementara Toni mengenal Putra sebagai anak dari wanita yang ia cintai, Maya.
"Ada apa Put?"
Toni melihat wajah Kinan memucat, ia lalu menarik Putra menjauh.
Putra merasakan sesuatu yang aneh, namun, ia tidak tahu. Sebelum mengikuti Toni, ia sempat melihat Kinan yang tampak menghela nafas.
Benar saja, tak lama setelah Putra menjauh, mobil Kinan terdengar keluar dengan kecepatan tinggi. Putra sempat menoleh ke belakang.
"Ada apa dengan wanita itu, Put?"
"Om kenal dia?"
Semestinya Toni kenal, Kinan kan salah satu karyawan Toni. Pikir Putra.
"Siapa…?"
Toni tersenyum penuh wibawa, ia mencoba menyembunyikan kegugupan di wajahnya.
"Kinanti. Apa Om tadi bersama dengannya?"
Toni hampir saja tersedak. Ceplas ceplos sekali pemuda ini. Mungkin karena merasa sudah sangat akrab, beberapa kali Putra ke rumahnya, sekedar mengantar Keysha pulang lalu mampir sebentar.
"Om ada meeting sama direksi yang lainnya. Memangnya ada apa dengan dia, siapa… Kinan? Kalau kamu ada malasah, besok Om bisa panggil dia."
Tak disangka, tawaran itu disambut hangat oleh Putra.
"Iya Om, besok bantu saya ketemu dengannya, untuk menyelesaikan masalah saya dan dia."
Toni menarik nafas dalam. Ia justru menimbulkan masalah baru ternyata.
Beberapa saat berbincang, Toni pun beranjak untuk pulang. Namun, Putra tersentak, wangi tubuh Toni, hampir serupa dengan aroma maskulin yang sudah membaur dengan tubuh Kinan tadi.
Mungkinkah?
Ah! Putra menggeleng kuat.
***
***