Chapter 7 - Tak Percaya

Uty mengambil permen karet dalam laci meja. Ia mengunyah permen karet dan membentuk balon. Abis operasi Uty selalu mengunyah permen karet.

"Dee kasus kamu sama aku beda. Aku dulu mau ga mau harus meninggalkan Demir karena aku mengandung anak Rizki. Ga mungkin aku jebak Demir lalu mengakui ke dia kalo aku mengandung anak dia. Aku ga sejahat itu dan aku tidak mau memisahkan anak dengan bapak kandung. Posisi aku saat itu harus meninggalkan Demir dan hukumnya wajib. Saat itu yang aku pikirkan bukan Demir lagi, tapi nasib bayi yang ada dalam kandunganku. Dia harus lahir dengan status yang jelas. Aku tega karena keadaan dan aku percaya jodoh itu tak pernah salah dan tertukar. Awalnya aku berat menerima Rizki, tapi kasih sayang Rizki membuat aku jatuh cinta sama dia."

Dee manggut-manggut memahami maksud perkataan Uty.

"Kasus kamu beda sama aku. Dengarkan kata hatimu Dee." Uty mendaratkan tangannya di dada Dee.

"Hati ga akan pernah berbohong. Kamu akan menikah dengan Demir. Saran aku jangan pernah pikirkan lelaki lain. Jagalah perasaan Demir. Abaikan perasaan teman bulemu itu. Yang penting kamu ga pernah memberi harapan. Fokuslah memikirkan pernikahan kamu. Waktu dua bulan bukan waktu yang lama. Fokus persiapkan pernikahan."

"Ya kak." Dee mengangguk. "Enak kalo ngomong sama kakak. Berasa ngomong sama kakak sendiri. Ngademin banget."

"Emangnya aku AC bikin adem?"

"Anggap aja kayak gitu,"celetuk Dee memperlihatkan barisan gigi putihnya.

Smartphone Uty berdering. Perawat menghubunginya. Perawat memberi tahu bahwa pasiennya korban pemerkosaan sudah sadar.

"Dee aku mau visit pasien. Dia udah sadar. Masih ingat ga cerita kemaren. Pasien aku korban pemerkosaan. Dia diperkosa bosnya yang mabuk karena patah hati. Vaginanya robek dan aku harus menjahitnya. Aku mau periksa rahimnya juga apakah ada masalah apa tidak."

"Aku boleh ikut kak? Setidaknya visit pertama sebelum koas?"

"Boleh."

Uty dan Dee pergi mengunjungi pasien. Kamar perawatannya cukup jauh dari ruangan Uty hingga memerlukan waktu untuk sampai ke kamar pasien.

"Apa dia menjerit dan berteriak?" Tanya Uty pada salah satu perawat ketika sampai di depan kamar pasien.

"Tidak dok. Cuma dia nangis aja."

"Yuk Dee masuk," kata Uty mengajak Dee ke dalam.

Ketika sampai dalam kamar pasien Uty, jantung Dee seolah berhenti berdetak dan kakinya lemas. Ia shock melihat pasien Uty. Dee sangat mengenal pasien Uty. Dia, Citra sekretaris Bryan. Otak Dee segera berpikir keras. Jangan.....jangan.....

"Mbak Citra," lidah Dee terasa kelu memanggil nama Citra.

"Dee," balas Citra tak kalah kaget.

Dee menangis pilu. Ia segera memeluk Citra dan mereka berdua menangis terisak-isak.

"Mbak jangan bilang yang melakukan ini Bryan?" Tanya Dee dengan bibir gemetar.

Citra tak mampu bersuara. Ia hanya mengangguk dan menumpahkan segala perasaannya pada Dee. Ia menjadi korban pelampiasan Bryan karena patah hati tidak bisa memiliki Dee. Tangis Citra sudah menganak sungai.

"Mbak cerita pelan-pelan," suara Dee menjadi lemah. Ia tak menyangka jika Bryan sebejat ini. Yang ia tahu Bryan lelaki baik dan sopan.

"Dee.....Pak Br-yan....," ucap Citra terbata-bata.

Belum cerita apa-apa Citra sudah menangis duluan. Citra trauma dengan peristiwa pemerkosaan yang ia alami. Tak hanya kehilangan keperawanan, tapi juga kehilangan masa depan karena sudah tak suci. Ia mempertahankan kesuciannya untuk suaminya kelak, namun Bryan telah merampasnya.

Dee memeluk Citra dan berusaha menenangkannya. Setelah Citra tenang, Uty baru melakukan pemeriksaan.

Dee merasa kecewa dan sakit hati karena pria yang selama ini ia kenal sebagai pria baik telah menjelma sebagai pemerkosa. Jika bertemu dengan Bryan, Dee ingin memukul Bryan hingga pria bule itu tidak berdaya.

"Mbak kalo belum bisa cerita diam aja dulu. Tenangkan diri mbak dulu." Dee membujuk Citra agar lebih rileks.

Uty mendekati Dee dan berbisik,"Jangan bilang kalo pria yang kamu bicarakan tadi adalah bosnya Citra yang telah memperkosa dia?"

"Mereka orang yang sama kak," ucap Dee sendu. Ia masih belum percaya Bryan memperkosa Citra.

Uty langsung lemes mendengar jawaban Dee. Dunia ini ternyata sempit hanya selebar daun kelor.

Setelah tenang Citra tenang, ia menceritakan semuanya pada Dee kenapa ia sampai di perkosa Bryan. Dee melongo mendengar cerita Citra.

Bryan mabuk karena patah hati Dee menerima lamaran Demir dan ia minum wine dengan kadar alkohol tinggi. Ia hilang kesadaran hingga berhalusinasi melihat Citra adalah Dee. Malam itu Bryan berpikiran pendek. Menurutnya cara memiliki Dee dengan memperkosanya, namun ia salah sasaran dan memperkosa sekretarisnya sendiri.

Dee terduduk lemah di lantai. Andai malam itu ia yang menemui Bryan bisa jadi ia yang akan menjadi korban pemerkosaan Bryan. Masa depannya rusak dan pernikahannya dengan Demir bisa batal. Dee memukul dadanya. Sesak rasanya mendengar cerita Citra.

"Bryan harus bertanggung jawab sama mbak. Aku bakal bantu mbak dan ga bakal biarin mbak sendiri," ucap Dee memeluk Citra erat.

Pintu kamar perawatan Citra dibuka dari luar. Ada tamu yang datang. Dee kaget melihat tamu yang datang. Ternyata Bryan dan Clara.

Bryan mematung melihat Dee memeluk Citra. Berarti Dee sudah tahu jika ia telah memperkosa Citra.

******

Plak.....Plak..... Dee menampar Bryan berkali-kali melampiaskan rasa marah dan kecewanya pada Bryan.

"Kamu brengsek Bryan. Aku ga nyangka kamu bisa sebejat ini. Kamu bukan Bryan yang aku kenal. Kenapa kamu sudah berubah menjadi iblis seperti ini? Memperkosa mbak Citra dan menganggap Citra adalah aku. Jika malam itu aku yang ketemu sama kamu mungkin aku yang hancur sekarang," hardik Dee bermandikan air mata.

"Aku mabuk Dee. Malam itu aku dibawah pengaruh alkohol." Bryan menjambak rambutnya sendiri. Ia frustasi melihat Dee begitu membencinya.

"Tetap aja kamu salah. Kamu sudah merusak masa depan seorang gadis."

"Aku khilaf Dee. Please....jangan benci aku Dee," pinta Bryan berlutut di depan Dee.

"Aku kecewa sama kamu. Kenapa kamu jahat kayak gini. Kamu liat betapa menderitanya mbak Citra? Dia trauma melihat kamu."

"Aku tahu aku salah. Andai malam itu dia ga balik ke kantor semua ini ga akan terjadi."

"Kamu jangan menyalahkan mbak Citra. Kamu bersalah Bryan. Tanggung jawab sama dia."Dee menunjuk wajah Bryan.

"Iya aku akan bertanggung jawab," kata Bryan frustasi. Jika Dee yang bicara ia bisa apa?