"Mara, kamu mau kemana?" panggil Puspa setelah selesai rapat ekskul Teater di aula.
"Kayaknya aku mau nempel pengumuman ini dulu deh keburu seleksi dimulai" kata Amara sambil berjalan menyusuri koridor.
"Oh ya, aku mau bilang sama kamu" kata Puspa dengan setengah takut.
"Emang ada apa, Pus?" tanya Amara dengan keheranan.
"Kenapa kamu menolak Kak Frezky buat jadi lawan main kamu di teater kita nanti?" tanya Puspa.
"Puspa, aku udah ribuan kali bilang ya kalau aku nggak bisa main dengan orang macam dia. Dia hanya bisa mendompleng nama. Satu hal dia nggak bisa acting. Lalu dengan seenaknya dia minta ikut dan jadi pemeran utama? Mentang-mentang orang tuanya punya nama di sekolah ini dia mau seenaknya?" kata Amara pada Puspa dengan sedikit jengkel.
"Tapi apa salahnya, Mar?" tanya Puspa berusaha membela.
"Aku ketuanya dan aku berhak menentukan siapa yang pantas buat jadi pemeran utama cowoknya" kata Amara dengan kekeh.
"Dengan cara apa?" tanya Puspa.
"Dengan memasang pengumuman seleksi pemeran utama" kata Amara sambil menunjukkan pengumuman audisi pemain teater.
"Hfhfhfhf….. terserah kamu" kata Puspa lesu dengan meninggalkan Amara pergi.
Amara masih tetap kekeh untuk mengganti pemain utama laki-lakinya dalam teater kali ini, dikarenakan dia memang tidak bisa menemukan chemistry yang pas dengan Kak Frezky. Baginya Kak Frezky bukan seorang yang menyukai teater, dia bersedia menjadi pemain utamanya hanya untuk menunjukkan eksistensinya karea dia adalah anak dari salah satu anggota yayasan tempat Amara bersekolah. Selain itu juga Kak Frezky memiliki niat untuk mendekati Amara, dikarenakan Amara saat ini sedang naik daun. Amara berhasil masuk ke dalam jajaran murid berprestasi sekolah dan hal itu yang digunakan oleh Kak Frezky untuk menunjukkan bahwa laki-laki paling berpengaruh di sekolah bisa pacaran dengan salah satu murid kebanggaan SMA St. Loyola. Apalagi festival teater kali ini merupakan sebuah hajatan besar bagi SMA St. Loyola. Teater S'Loy adalah salah satu ekskul yang cukup bergengsi dan sudah terkenal karena kehebatan para pemainnya dalam memerankan sebuah cerita. Festival kali ini akan menjadi pembuka dalam rangkaian dies natalis SMA St. Loyola, untuk itu Amara ingin bekerja keras menampilkan yang terbaik untuk teaternya. Ketika sedang asyik menempelkan selebaran, tiba-tiba dari belakang dia dikagetkan oleh kehadiran Wisnu.
"Mara…" sapa Wisnu dari belakang. Saat Amara membalikkan tubuhnya, dia sempat kaget dan membuat semua kertas yang tadi dia pegang jatuh berhamburan di lantai.
"Sorry…sorry, aku emang ceroboh" kata Amara dengan memungut kertas-kertas itu. Tanpa disengaja tangan Amara dan Wisnu bertemu. 10 detik rasanya waktu berhenti saat mereka melempar pandang dan saling terpaku menatap satu sama lain.
"Maaf��" kata Wisnu membuyarkan lamunan mereka.
"Iya, nggak papa" kata Amara dengan berdiri.
"Seleksi pemain?" tanya Wisnu terheran-heran saat membaca selebaran yang dia pungut.
"Iya, kita ekskul teater lagi sibuk nyari pemain utama laki-lakinya" kata Amara menjelaskan dengan berjalan diiringi Wisnu. Kemudian Amara berhenti ketika dia melihat ada bangku kosong di sepanjang koridor kelas. Dia memilih duduk dan merapikan kertas-kertasnya yang tidak teratur setelah insiden "kaget" tadi dan diikuti oleh Wisnu yang memilih untuk duduk didekat Amara.
"Bukannya waktu kalian tinggal 3 bulan ya? Setahu aku bukannya Frezky pemain utama laki-lakinya?" tanya Wisnu membuka pembicaraan dengan memperhatikan Amara menata ulang kertas pengumuman yang tadi berserakan.
"Kata siapa?" tanya Amara dengan melemparkan pandangan sinis.
"Satu sekolah juga tahu, Mar" kata Wisnu dengan bertanya-tanya.
���Dia itu nggak bisa acting. Aku enggak suka sama laki-laki yang bisanya memanfaatkan keadaan. Aku enggak mau dia jadi lawan mainku. Waktu rapat minggu kemarin, aku tolak mentah-mentah permintaan dia untuk menjadi pemain utama dalam festival ini" kata Amara menerangkan kondisi yang sebenarnya bahwa rumor yang tersebar di sekolah bahwa Frezku pemain utamanya adalah rumor yang belum pasti.
"Oh, jadi itu. Tapi ini terbuka untuk umum kan?" tanya Wisnu kembali dengan mata yang berbinar.
"Yah, sapa aja yang mau ikut silahkan ikut. Seleksi diadakan besok lusa" kata Amara dengan masih fokus menata ulang kertas pengumuman tersebut. Sebetulnya Amara ingin sekali memandang Wisnu, karena baru pertama ini mereka mengorol, tetapi Amara terlalu malu untuk menatap wajah Wisnu.
"Mara, sebetulnya aku cuma mau minta maaf atas insiden kemarin. Aku merasa bersalah saat tahu kening kamu harus ditutup plester untuk menyamarkan luka itu" kata Wisnu dengan memasang wajah iba.
"Udahlah, kemarin nggak usah dibahas. Lagipula ini cuma luka kecil aja. Santai ajalah" kata Amara dengan tenang saat dia memberanikan diri menatap wajah Wisnu. Wajah yang sejak pertama kali lihat ketika memasuki sekolah ini. Wajah yang ingin sekali dia tatap untuk waktu yang lama. Sejenak mereka saling mengobrol dengan akrab. Yah selayaknya teman sekelas, karena semenjak mereka satu kelas selama hampir 3 bulanan mereka jarang bertegur sapa apalagi mengobrol.
"Oya, kapan kamu tournament basket?" tanya Amara mencoba memecah kekakuan.
"Kayaknya nanti bulan Agustus akhir deh" kata Wisnu mencoba mengingat-ingat jadwal tournament basket sekolah.
"Masih lama, masih duluan festival teater" kata Amara lagi.
"Emang festival teater kapan?" tanya Wisnu.
"Tanggal 13 Januari" kata Amara singkat.
"Wah ngebut dong kalian latihannya? Tinggal 3 bulan lagi. Apalagi kalian masih harus seleksi pemain" tanya Wisnu.
"Mau gimana lagi? Aku enggak mau bekerja sama dengan orang yang sukanya dompleng nama aja dan sok "ngartis" disekolah" kata Amara dengan tetawa kecil.
"Hahahah…bisa aja kamu ngomongin dia. padahal kan satu sekolah ini tahu, kalau dia lagi deketin kamu" kata Wisnu dan akhirnya mereka bersama-sama tertawa terbahak-bahak membicarakan "Frezky".
"Oh ya? Kok aku nggak tahu ya? Emang iya dia deketin aku" tanya Amara dengan melemparkan tawanya pada Wisnu.
"Cie, yang merendah karena dideketin kakak kelas yang paling tampan di sekolah" kata Wisnu dengan meledek Amara.
"Yee..enggak kali. Aku tidak tertarik sama sekali. Bagiku menyukai seseorang itu nggakgampang. Harus benar-benar dari hari " kata Amara yang mencoba menelisik hatinya.
" Lalu, laki-laki seperti apa yang kamu sukai?" tanya Wisnu dengan spontan. Mendengar hal itu Amara hanya diam terpaku. Dia mencoba mengingat-ingat saat pertama kali dia menginjakkan kaki di sekolah ini, dia menemukan wajah yang selalu membuatnya teringat dan wajah itu yang saat ini berbicara didepannya, yaitu Wisnu.
" Hmhm, aku nggak tahu yang jelas ada satu orang yang selalu aku ingat sampai detik ini. Wajahnya begitu dingin, tetapi sinar matanya hangat" jawab Amara yang secara tidak sadar menatap Wisnu begitu dalam.
" Oh begitu" kata Wisnu dengan kikuk. Wisnu menyadari bahwa tatapan Amara memiliki arti yang begitu dalam. Dia mencoba untuk mencari jawabannya, tetapi pandangan mereka berdua akhirnya dibuyarkan dengan suara dering ponsel Amara. Amara mengambil ponsel dari dalam saku roknya dan membuka pesannya dan ternyata pesan itu berasal dari Tante Rina yang sudah datang menjemputnya.
"Eh, udah dulu ya. Tante aku chat, dia udah ada di gerbang depan jemput aku" kata Amara mengakhiri pembicaraan mereka.
"It's okay. Thanks ya" kata Wisnu. Amara pun berlalu dari Wisnu dengan tergesa-gesa dan tak sadar menjatuhkan sesuatu dari dalam tasnya. Wisnu masih saja memperhatikan Amara sampai bayangan Amara menghilang dari gerbang sekolah. Ketika dia sadar bahwa Amara menjatuhkan sesuatu dari dalam tasnya, dia buru-buru untuk mengambil benda tersebut dan mencoba melihat isinya dan ternyata benda tersebut adalah sebuah notes yang isinya semua jadwal kegiatan Amara beserta semua catatannya. Wisnu langsung tersenyum kecil saat sekilas membaca isi notes Amara dan terbesit dalam benaknya untuk menjadikan notes itu sebuah alasan untuk dapat bertemu dan mengobrol kembali dengan Amara.
***