"Lama banget, sih?" tanya Tante Rina yang sudah didalam mobil.
"Maaf, tante. Tadi Amara masih nempel pengumuman" kata Amara.
"Tapi kok kamu kelihatannya happy banget. Habis ditembak cowok ya?" ledek Tante Rina.
"Ih tante. KEPO deh, aja" kata Amara dengan tersenyum.
"Kalu nggak jatuh cinta apa namanya coba pulang-pulang langsung sumringah gitu." kata Tante Rina.
"Tante apaan sih? Ngaco deh" kata Amara.
"Mar, Tante dulu juga pernah kayak kamu. Tante hafal betul wajah-wajah yang lagi jatuh cinta. Ngaku deh" kata Tante Rina dengan tertawa.
"Tante ingat nggak kalau dulu aku pernah cerita bahwa aku menyukai tatapan seseorang yang dingin, tetapi dia sebetulnya menyimpan kehangata" tanya Amara pada Tante Rina yang sedang menyetir.
"Iya, Tante ingat" jawab Tante Rina dengan fokus menyetir mobil.
"Aku hari ini ketemu lagi dengan orangnya" bisik Amara pada Tantenya.
"Hahaha. Lalu kalian ngobrol enggak? Jangan bilang kalian cuma saling menatap" kata Tante Rina dengan tertawa. Tante Rina menyadari bahwa keponakannya saat ini sedang jatuh cinta.
"Ngobrol kok, Tan. Yah baru kali ini kami berbicara secara ringan, selama ini obrolan kami cukup serius" kata Amara yang terus tersenyum kecil mengingat obrolannya dengan Wisnu beberapa saat yang lalu. Hal inilah yang selalu ditunggu oleh Amara. Sejak lama sekali Amara ingin mengobrol dengan Wisnu, tetapi selalu saja tidak bisa. Apalagi rumor yang tersebar bahwa Wisnu adalah seseorang yang dingin. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mendekatinya, bahkan ketika Lilga dan Wisnu berpacaran, Lilga lah yang mendekati Wisnu dan menyatakan cinta pada Wisnu. Sebesar apapun rumor tentang Wisnu, Amara tidak pernah peduli. Baginya Wisnu adalah laki-laki pertama yang mampu membuatnya menatap wajahnya secara dalam. Wisnu laki-laki yang selalu mengganggu hari-harinya sejak di SMA. Wisnu adalah laki-laki yang ingin sekali Amara ketahui dan kenal. Entah apa yang membuat Amara begitu menyimpan rapat Wisnu dalam hatinya. Lamunan Amara masih saja terfokus pada Wisnu. Dia mengingat-ingat bagaimana bahagianya ketika dia mengetahui bahwa dia dan Wisnu berada di kelas yang sama. Bahkan nama pertama kali yang dia cari selain dirinya ketika pembagian kelas adalah nama Wisnu. Ketika mendapati Wisnu berada satu kelas dengannya, dia bersorak bahagia. Setiap hari Amara selalu mencuri pandang untuk melihat wajah Wisnu. Namun, apa dayanya dia hanya bisa melempar pandang dengan Wisnu. Lamunan Amara terbuyarkan saat Hp Amara bergetar dan muncul di layar hpnya ada satu pesan diterima.
+6285645110256
Mara, ini aku Wisnu. Buku notulen rapat kamu jatuh waktu kamu pulang tadi. Sorry aku nggak sengaja membukanya dan aku baca ternyata isinya penting banget.
"What? Wisnu? Notulen" katanya dengan kaget. Setelah itu dia mengaduk-aduk seluruh isi tasnya dan benar buku notulen rapatnya hilang dari dalam tas. "Dasar keledai! Kenapa aku nggak cek dulu ya" katanya mengumpati dirinya sendiri.
"Kenapa, Mar" tanya Tantenya.
"Buku notulen rapat aku jatuh dan untungnya Wisnu yang nemuin" kata Amara dengan masih fokus membalas chat dari Wisnu
Aduh, thx bgt ya, Wis. Kmu dah nmuin notulen ak. Kmu dmna skrg? Ak puter blik skul aj bwt ambil notulen. Send : +6285645110256
+6285645110256
Udh, g ush. Kmu kirimin almt rumh kmu aj, ntr malm ak anter krmh kmu, cz ak liat pntg bgt. Send : +6285645110256
+6285645110256
Sntai aj. Cpt kasih almt km.
Iya2, thx bgt y. ak g tw gmn cr'y ak blg thx k kmu. Almt rmh ak : Pondok Blimbing Indah, Blok B1, no 23. Thx y, btw kmu tw dr mna?
Send : +6285645110256
+6285645110256
Ak minta dri James. Cukup dekat rumah km
Oh ya?
Send : +6285645110256
+6285645110256
Iya. See you.
Yes.
Send : +6285645110256
"Kamu ngapain sih senyum-semyum sendirian?" tanya Tante Rina.
"Ikut aja" kata Amara dengan senyum-senyum sendiri melihat layar handphonenya.
Amara memang cukup dekat dengan Tante Rina yang tak lain adalah adik kandung dari Mamanya. Tante Rina bagi Amara sudah seperti ibu kandungnya. Bagimana tidak sejak kecil Tante Rina lah yang merawat Mas Dira dan Amara, seperti layaknya anak sendiri. Kedekatan antara keponakan dan tante memang sudah lazim, tetapi dalam hal ini Amara selalu menganggap bahwa Tante Rina adalah ibu baginya. Bukan maksud Amara untuk tidak dekat dengan ibu kandungnya, tetapi ibu kandungnya adalah seseorang wanita karier dan single parent yang menyebabkan ibu kandungnya memiliki waktu yang super sibuk. Hal inilah yang akhirnya membuat Amara menjadi sangat dekat dengan Tante Rina. Tante Rina lah yang mengetahui semua seluk beluk Amara, mulai dari jadwal sekolah sampai segala sesuatunya Tante Rina yang mengatur. Maka tak jarang Amara selalu mencurahkan semua isi hatinya kepada tantenya. Bahkan, karena rasa sayangnya pada kedua keponakannya, Tante Rina memutuskan untuk tidak menikah. Padahal kalau dilihat, Tante Rina termasuk wanita yang cantik dan sukses. Di usianya yang cukup matang, Tante Rina sudah memiliki banyak lini bisnis yang dia jalankan sendiri. Mulai dari online shop, menjadi seorang penulis buku dan juga menjalankan franchise makanan ringan dia kendalikan sendiri. Namun, dia tidak pernah menyesal atas keputusannya untuk tidak menikah dan memilih merawat kedua keponakannya. Menjadi ibu yang merawat baginya sudah lebih dari cukup dan kedua keponakannya inilah yang menjadi semangat baginya.
***
Pukul 19.00 WIB. Tiba-tiba bel rumah Amara berbunyi. Sejenak kemudian, Bi Sumi pembantu rumah Amara menghampiri Amara yang masih santai di depan ruang TV.
"Mbak Mara, ada tamu didepan" kata Bi' Sumi.
"Sapa ya Bi?" tanya Amara heran.
"Maaf, saya kurang tahu, tapi dia laki-laki dan katanya mau ngembaliin notes" kata Bi' Sumi menjelaskan. Sontak Amara kaget dan langsung berubah sumringah.
"Ciee.. ada yang lagi berbunga-bunga gini" celetuk Tante Rina.
"Tante awas ya!!!!" jawab Amara dengan pergi meninggalkan tantenya.
***
"Hai", sapa Amara saat Wisnu datang.
"Sorry ganggu kamu kalau lagi ngerjain tugas"kata Wisnu dengan sedikit malu-malu.
"Alah ngga lagi, lagipula aku juga lagi santai aja" kata Amara dengan santai.
"Oh ya, nih notes kamu, tadi jatuh di jalan. Maaf, kalau aku lancang buka-buka notes kamu" kata Wisnu dengan menyerahkan notes Amara.
"Oh santai aja, Nu. Harusnya aku yang minta maaf sama kamu, soalnya kamu bela-belain datang kesini buat ngasih notes. Harusnya aku yang ngambil ini ke kamu bukannya kamu yang malah nganterin" kata Amara panjang lebar.
"Hahahahahahaahh….. ngga usah kayak gitu juga, Mar. Lagipula ternyata
kita itu tetangga lho" kata Wisnu dengan terbahak-bahak.
"Hahahahah, aku juga baru tahu kalau kita ternyata juga satu kompleks, tapi beda gang aja." Kata Amara dengan diikuti tawa mereka berdua.
"Wah gak enak juga bahasanya "beda gang" kayak kita anak-anak apaan aja" sambung Wisnu dengan tertawa.
"Wah, kamu nggak asyik, enak lho berteman dengan mereka itu. Kumpul bareng mereka itu kayak natural aja. Mereka itu welcome dan nggak pernah mentingin status. Asyik dah pokoknya sama mereka. Bedakan kalau kamu kan anak ekslusif gitu" lanjut Amara.
"Nggak juga kok Mar, kadang malam-malam kalau aku lagi kesepian aku suka juga keluar rumah terus gabung sama bapak-bapak ronda di pos satpam sama itu si mamang Cecep tukang nasi goreng yang suka mangkal di pos satpam ujung kompleks" kata Wisnu.
"Oh jadi kamu orang yang sering diceritain sama mang Cecep" kata Amara dengan manggut-manggut.
"Emang mang Cecep cerita apa aja?" tanya Wisnu dengan penasaran.
"Wah dia bangga-banggain kamu. Waktu anaknya sakit terus dia nggak bisa bawa ke rumah sakit. Dia bilang kamu kan yang bayarin semuanya sampai anaknya sembuh. Wah baik juga ya kamu orangnya, dibalik sikap cold kmu" kata Amara.
" Ah nggak juga, Mar. Waktu itu aku lagi inget seandainya aku ada diposisi anaknya mang cecep gitu kayak apa ya. Makanya itu aku coba buat bantu mang Cecep" kata Wisnu dengan tersenyum.
Seperti gunung es yang akhirnya mencair, malam itu obrolan mereka terlihat cukup akrab. Wajar, karena semenjak mereka satu sekolah dan satu kelas mereka tak pernah saling bertegur sapa. Ketika mereka berpapasan juga hanya saling diam dan memandang. Sebetulnya mereka sudah saling mengetahui satu sama lain, karena Wisnu adalah kapten basket sekolah dan juga salah satu atlet kebanggan sekolah. Beberapa kali pertandingan basket, Amara sebagai ketua OSIS juga sering datang untuk memberikan semangat, namun yang terjadipun mereka hanya saling melempar pandang dari kejauhan. Tidak pernah terlihat mereka mengobrol seperti layaknya teman sekelas, bahkan pernah beberapa kali mereka satu kelompok kerja pembicaraan yang terjadi diantara mereka juga hanya sebatas tugas kelompok belajar. Tetapi semuanya berubah semenjak insiden bola basket dan notulen itu yang membuat mereka akhirnya mengobrol satu sama lain dan menjadi akrab. Amara cukup senang dengan kondisi saat ini. Kondisi saat ini yang selalu dia tunggu, dia ingin sekali bisa mengobrol akrab dengan Wisnu. Dia ingin sekali mengenal Wisnu secara pribadi bukan hanya saling menatap dari kejauhan, tetapi mengobrol dengan jarak yang cukup dekat.