Klub Menulis
Satu kata buat klub menulis adalah "seru" yah itu biasanya yang ada dalam hatiku.
Tapi saat ini tidak sama sekali. Semenjak mis Siska mengundurkan diri. Di klub menulis menjadi sepi. Apalagi semenjak Kak sihyun yang memimpin klub.
Aku juga sebenarnya malas karena selalu aku yang menjadi murid satu satunya kelas 10. Aku sudah membujuk Seli buat ikut. Tapi dia lebih tertarik ikut karate. Apa boleh buat?
"Raib!!" Teriak seseorang. Tapi kini bukan Seli yang memanggilku. Melainkan.....
Kak James
"Eh iya kak. Kakak ngapain kesini??" Tanya ku canggung. Karena kak James adalah mantan Seli.
"Yah mau ikut klub lah! Masa mau balikkan sama mantan!" Canda kak James.
"Emang kalau balikkan sama Seli yah kak" goda ku pada kak James.
"Ih bisa aja kamu!!"
Tit... tit...
Bunyi bel telah berbunyi menandakan bahwa kini waktunya klub menulis.
"Eh kak aku duluan yah!" Teriak ku kepada Kak James sambil berlari.
"Oke!"
****
"Akhirnya udah selesai. Tapi kok gak ada angkot sih?" Ucap ku seraya tolah toleh.
"Duh hujan lagi!!"
Memang sekarang lagi musim penghujan di daerah Malang. Apalagi waktu pulang sekolah. Sampai sampai jalanan macet dan banjir.
Aku melihat sekitar ku ternyata semua orang telah basah karena hujan. Jika kalian tanya kenapa aku tak basah? Jawabannya adalah. Karena aku kembali ke sekolah.
Jalanan di koridor makin lama makin sepi dan makin lama juga aku bosan menunggu papa yang katanya akan menjemputku pulang.
Tiba tiba saja aku mendengar.
"Hai putri! Senang bisa bertemu dengan mu lagi."
KALVIN
Memang aku sedang duduk dan membuka buku yang kemarin mengejutkan ku.
"Kenapa putri tampak lelah? Apa putri sakit?" Tanya Kalvin yang ternyata cemas pada ku.
"Enggak aku baik baik saja" jawab ku dingin.
"Vin memangnya pangeran yang kamu maksud itu siapa?" Tanya ku amat penasaran.
"Raib!!! Kamu berbicara dengan buku?? Lalu kenapa kamu tiba tiba saja muncul di hadapanku?" Tanya Ali yang membuatku bingung.
Yah aku sekarang sedang dalam posisi menghilang. Karena aku tak ingin terlihat oleh orang disekitar ku.
"Eh. Eh aku emang lagi disini kok dari tadi. Kamu aja kali yang gak lihat aku. Mmm aku pergi dulu yah!!" Jawabku yang langsung kaget.
****
Menghilang!
Menghilang. Aku telah menyembunyikan kelebihannya itu selama bertahun tahun. Kurang lebih mulai dari aku usia 4 tahun.
Saat aku sedang bermain petak umpet bersama teman temanku di usia 6 tahun aku selalu saja menang.
Waktu itu aku pikir karena teman temanku saja yang payah melakukan permainan ini. Namun saat usia ku 7 tahun aku baru saja sadar setiap kali aku bersembunyi memang teman temanku tak bisa melihatku.
Sejak saat itu aku menyadari kalau aku bisa menghilang. Aku sangat marah karena aku selalu tidak memiliki teman. Hanya gara gara aku sering bicara sendiri.
Mmm entahlah?
15 oktober 2015
Semenjak kejadian Ali melihatku bisa menghilang dia selalu saja menguntitku kemana aku pergi.
Aku merasa tak nyaman dengan sikap Ali. Aku baru tahu kalau ternyata Ali adalah anak yang semaunya sendiri. Dia memang sangat sangat menyebalkan.
Disisi yang lain Seli malah tidak peduli padaku. Lebih tepatnya tidak tahu. Aku ingin cerita pada Seli namun itu juga bakalan membongkar rahasia selama bertahun tahun ini.
Saat tiba tiba aku melamun di atap gedung sekolah tiba tiba...
"Ra kamu benar benar bisa menghilang yah???"
Lagi lagi Ali bertanya itu kepadaku. Kalau aku tak salah menghitung Ali telah bertanya sebanyak 52 kali.
Dia selalu bertanya saat aku makan, minum, baca, melamun, bahkan tidur di kelas.
"Tidak Ali!!! Lebih baik kamu pergi aku sedang badmood" kata ku sangat marah.
"Kalau kamu marah berarti kamu memang benar benar bisa menghilang." Kata Ali sambil kabur melarikan diri dari pukulan ku.
"Astaga apa yang akan terjadi kali ini?"
Aku kembali ke kelas karena mendengar bel masuk telah berbunyi
****
Pelajaran matematika telah dimulai...
Kini aku telah mengetahu guru paling killer kata anak anak. Siapa lagi kalau bukan Bu zuliz.
Kata anak anak Bu Zuliz adalah guru paling jahat di sekolah ini. Tapi menurutku Bu Zuliz bukanlah orang yang jahat melainkan dia adalah guru yang berusaha mendidik murid nya dengan caranya sendiri.
Memang tatapan Bu Zuliz sangat tajam dan dingin tetapi dalam hatinya Bu Zuliz adalah guru yang paling lemah lembut.
"Baik. Selamat siang" ucap Bu Zuliz yang baru saja masuk kelas.
"Siang Bu..." jawab serempak teman teman sekelas.
"Baik sekarang kumpulkan buku pr matematika kalian." Ucap tegas Bu Zuliz.
Yah itulah kata kata pembukaan bagi seorang Bu Zuliz dia memang sangat dingin namun tetap perhatian.
"Siapa yang tidak membawa? Kalau ada yang tidak membawa sekarang juga maju!!" Suruh Bu Zuliz
Dan lagi lagi dan lagi lagi seorang Ali yang tidak membawa buku. Dia memang terlihat membawa tas yang sangat berat namun isinya adalah robot robot ciptaannya.
"Baik Ali kamu keluar kelas sampai jam pelajaran habis." Suruh Bu Zuliz.
Ali keluar dengan wajah paling menyebalkan dan sambil menggerutu.
Seli di sebelah malah tertawa cekikikan.
"Sel kamu kenapa tertawa??" Tanya ku heran pada teman sebelah ku ini.
"Kamu tak sadar? Lihatlah wajah Ali. Seperti beruang. Hahaha!!!" Jawab Seli dengan suara lebih lantang.
"Seli, Raib kalian juga ikut keluar!!!" Bentak Bu Zuliz karena melihat Seli yang tertawa sangat keras.
"Baik Bu" jawab ku sambil menunduk
Duh lagi lagi aku harus bertemu dengan si buang kerok Ali. Tapi kini dia tak bertanya tanya seperti biasa.
"Ada apa dengan Ali??" Gumam ku tak jelas.
"Apa??" Tanya Seli.
"Eh bukan apa apa" aku langsung menjawab dengan terburu buru.
Di luar kelas...
Aku hanya diam. Bingung harus bicara apa dengan Seli.
Ingin Rasanya Aku ke kamar mandi karena sikap canggung ini. Tapi kalau aku ke kamar mandi mau ngapain?
Nggak guna.
"Ra ikut aku yuk ke kantin!" Ajak Seli yang memecahkan keheningan.
"Oke. Tapi emang boleh yah?" Tanya ku karena takut.
"Yah boleh lah Ra!" Jawab Seli.
Huh akhirnya aku gak bosan lagi karena Seli mengajak ku ke kantin. Tapi kami ke kantin hanya berdua karena dari tadi Ali sudah tak ada.
"Eh neng Seli. Udah istirahat yah emang?" Tanya mang ujang.
"Belom tapi aku sama Raib lagi di hukum gara gara Ali." Jawab Seli dengan penuh dendam.
"Eh enggak juga kok mang. Ini gara gara Seli yang ketawanya gak bisa di filter." Kata ku menggoda Seli.
"Hahaha... ya udah neng Seli sama neng Raib mau beli apa?" Tanya mang Ujang.
"Eh mang persen aja belom. Udah beli berapa?" Kata Seli sewot.
"Eh mang beli baksonya 2 aja. Sama minum nya 2." Kata ku pada mang Ujang.
"Siap neng Raib" kata mang Ujang penuh semangat.
Kini di kantin aku dan Seli sama sama cerita. Sambil sesekali mang ujang godain Seli.
"Eh neng Seli sama neng Raib tahu nggak? Tanya mang Ujang.
"Tau apa mang?" Tanya Seli yang udah dipastikan ia KEPO.
"Itu lho tiang listrik yang di sebelah kantin mau roboh. Jadi besok kantinya tutup." Jelas mang Ujang.
Memang disebelah kantin sekolah kami ada tiang listrik yang sangat besar. Saking besarnya setiap tahun mesti roboh.
Aku dan Seli yang mendengar kabar tersebut langsung menghela nafas. PASRAH.
"Yah gak bisa makan bakso lagi deh..." rengek Seli.
"Eh bisa dong neng kan cuma libur sehari." Kata mang Ujang
"Bukan itu maksud Seli mang. Tapi dia itu takut gak bisa ketemu mamang lagi." Kata ku yang sontak membuat mang Ujang salting.
"Eh apaan si Ra!"
Mang Ujang memang masih mudah karena dia baru aja lulus kuliah. Tapi dia sementara dagang di kantin karena bapaknya masih sakit.
****
Istirahat pertama!
Kini aku berusaha menghilangkan penghapus ku yang ada di meja. Kenapa aku harus menghilangkannya? Itu karena...
Flashback on.
Di malam hari aku terus saja berkutat soal buku yang di dalamnya ada Kalvin.
Kata Kalvin aku telah ditunggu oleh seorang pangeran.
Sebenarnya aku ingin tertawa. Tapi itu semua tak bisa kerena wajah titus Kalvin yang begitu menyeramkan saat tersenyum.
Dengan begitu aku ingin membuktikan siapa sebenarnya Kalvin ini.
Aku segera membuka rak buku ku. Dan membawa buku yang ada seorang Kalvin tersebut.
Saat ku buka buku tersebut...
"Halo putri. Akhirnya kamu membuka buku tua ini juga. Kamu pasti sangat penasaran dengan aku dan pangeran itu." Kata Kalvin.
"Yah aku memang penasaran. Tapi kalau kamu penasaran silahkan saja hilangkan penghapus itu. Pasti kamu akan....." suruh Kalvin terputus.
Ceklek.
"Lho Ra kamu belom tidur?" Kata mama yang membuka pintu kamarku.
"Eh ma!" Aku langsung menutup buku ku.
"Raib sedang.... sedang.... baca buku ma." Jawab ku asal.
"Ya udah yuk makan malam." Ajak mama.
Flashback off.
"Duh mana bisa aku ngilangin hapus ini?"
"Apa Kalvin hanya bohong pada ku?"
Aku memang sudah berusaha menghilangkan benda ini dari hadapan ku. Tapi percuma yang ada nanti orang lihat aku dan pikir. "Hei Raib udah gila yah? Ngomong sendiri. Sambil nunjuk nunjuk penghapus lagi."
"Ah tau dah!" Kata ku pasrah.