Insiden kemarin membuat Niken semakin membenci Irona, karena Irona ia harus menanggung malu dihadapan semua orang. Padahal Niken adalah salah satu siswi terpopuler di Altamevia, siapa yang tidak kenal dengan ketua cheers yang sangat cantik itu?
"Nik, Irona sama Aksa udah keterlaluan banget sih sama lo" ucap Putri yang diangguki oleh Nadira. Saat ini mereka berada disalah satu mall besar di Kota Bandung.
"Gue juga mikirnya gitu. Kalian tenang aja, selama gue masih di Altamevia, hidup seorang Irona ngga akan pernah tenang" balas Niken dengan mengeluarkan senyum smirk nya, ia berjanji dengan dirinya sendiri, tidak boleh ada yang memperlakukannya dengan sesuka hati.
***
"Yaahh.. hujan" ujar Irona dengan wajah murungnya. Ia dan Aksa sedang berada disebuah halte, saat perjalanan pulang tiba-tiba saja hujan turun sangat deras membuat keduanya harus berteduh sejenak.
Aksa yang memang sangat peka langsung membuka jaket tebalnya dan memasangkan dipundak Irona.
"Makasih" ucap Irona lembut dan melontarkan senyum termanisnya.
Aksa hanya mengangguk dan tersenyum, ia mengusap-usap tangannya sendiri berusaha mencari kehangatan.
"Aksa, motor kamu kehujanan"
"Nggak apa-apa sekalian cuci"
"Katanya orang kaya, cuci motor aja pake guyuran hujan" ucap Irona mengejek
"Biar irit, Neng" jawab Aksa polos. Memang semua orang selalu menginginkan sesuatu yang instan dan gratis, termasuk Aksa. Ia memang anak dari seorang pengusaha kaya di Jakarta, namun tidak jarang jika makan di cafe ia mencari diskonan.
"Tapi aku ngga mau ya kalo diajak makan ditempat yang diskonan" ucap Irona terkekeh, ia senang menggoda kekasihnya
"Ngga akan. Buat kamu mah istimewa, kalau perlu kita sewa restoran khusus untuk kita berdua"
Keduanya tergelak, memang sangat indah jika membayangkan momen-momen seperti itu. Sebenarnya Irona bukan tipe wanita yang senang memanfaatkan lelakinya, hanya saja ia ingin memastikan kalau Aksa pelit atau tidak.
Realistis saja, wanita mana yang menginginkan kekasihnya pelit? jangankan membelikan sesuatu, untuk makannya sendiri pun pelit. Author yakin tidak ada wanita yang menginginkan lelaki seperti itu, termasuk author, hehe.
"Aksa" panggil Irona pelan namun masih bisa didengar oleh Aksa
"Iya? kenapa sayang?" jawabnya lembut
"Setelah lulus nanti, apa kamu pindah lagi ke Jakarta?" cicit Irona ragu. Sebenarnya sudah jauh-jauh hari Irona memikirkan ini, ia tahu kalau suatu saat mereka akan terpisahkan kembali.
Aksa menarik nafas berat, "Aku nggak tahu. Ayah selalu minta aku kuliah disana, sekaligus belajar diperusahaan nya dia"
"Oh gitu" Irona hanya mengangguk-anggukan kepala, ia tidak boleh egois untuk melarang Aksa agar tidak meninggalkannya lagi. Aksa mempunyai keluarga yang harus ia temui, ayah dan bunda Aksa pasti sangat merindukannya.
"Kenapa, hm?" Aksa mengusap lembut rambut Irona, ia tahu jika Irona tidak ingin mereka terpisah kembali.
Irona hanya menggeleng dan tersenyum, ia tidak ingin jika Aksa terlalu memikirkan dirinya. Ia harus kuat jika nanti Aksa akan benar-benar pulang menemui orangtuanya, jika pun nanti ia harus mempertaruhkan hubungan mereka, Irona tidak akan egois.
"Aku janji akan selalu jaga hubungan kita." Ucap Aksa dalam hati.
***
"Assalamualaikum" Irona membuka pintu utama rumahnya, sejak hujan reda tadi ia langsung minta diantar pulang pada Aksa. Pikirannya sedang kalut memikirkan nasib hubungan mereka kedepannya akan seperti apa.
"Waalaikumussalam. Anak mama sudah pulang" Selvia menyambut kedatangan putrinya sebari membawa piring ditangan kanan dan kirinya untuk diletakan diatas meja makan.
"Makan yuk, Na" ajaknya kepada sang putri. Irona hanya mengangguk dan duduk dihadapan ibunya.
"Ma" panggil Irona
"Ya?"
"Kalau Aksa pulang ke Jakarta lagi, gimana ya?" ucap Irona
Selvia bisa melihat ada raut kesedihan diwajah cantik putrinya.
"Kamu ngga boleh larang dia, sayang. Aksa kan punya keluarga, ada ayah bunda nya yang harus dijaga. Kamu sebagai pacar yang baik hanya perlu mendoakan dan berusaha, selebihnya serahkan sama Allah, ya" Selvia memang seorang ibu yang sangat memahami keadaan anaknya. Ia bukan hanya seorang ibu, namun juga seorang sahabat untuk Irona.
"Iya, Ma" Irona tersenyum dan sedikit merasa lega, benar kata mama nya, ia harus menyerahkan semuanya kepada yang maha kuasa, yang memiliki dan mengatur rasa cintanya.
***
"Good morning everybadeeehhhh"
"Irona!"
Irona terperanjat, "Gue kayak kenal suaranya" gumamnya.
"Irona!" suara berat itu sekali lagi menginterupsi
Irona menoleh, ia terkejut tatkala melihat Pak Sastro yang sudah duduk dengan wajah masam di meja guru.
"Kenapa kamu terlambat?" ucap guru matematika yang terkenal killer tersebut, pasalnya daritadi Irona hanya memasang wajah bingungnya.
"Kok bapak udah disini?" tanya nya dengan polos
"Karena ini memang jam ngajar saya" wajah Pak Sastro bertambah masam, Irona kerap sekali membuat masalah dalam pelajaran beliau.
"Ini kan baru jam setengah tujuh, Pak"
"Matamu. Kamu ngga punya jam dirumah hah? ini udah jam delapan Irona"
Irona kaget, ia melihat ke arah Arin dan Aksa, keduanya hanya menutup wajah dengan buku. Memang hari ini Aksa tidak menjemput Irona, karena Aksa harus bertemu dengan guru-guru untuk membahas soal olimpiade kemarin.
"Sekarang kamu keluar dan hormat dibawah tiang bendera" ucap Pak Sastro tidak terelakan.
Irona berjalan gontai menuju lapangan, ia kesal kenapa jam tangannya harus mati. Dirumah pun ia tidak sempat melihat jam.
"Apes banget gue hari ini" ucapnya lemas, ia mulai hormat kepada bendera yang sudah menggantung diatas tiang.
"Haha.. masa pacarnya seorang Aksa dihukum sih" Niken si pembuat onar meneriakinya dari lantai atas, baginya ini adalah waktu untuk membalas perbuatan Irona kemarin.
"Heh, harusnya lo ngaca. Cowok lo pinter, juara olimpiade masa ceweknya kena hukuman terus" lanjutnya dibarengi dengan gelak tawa teman-temannya.
Irona tidak menjawab apapun, ia tetap fokus pada hukumannya. Ia tidak ingin terlibat masalah kembali, ia harus segera menyelesaikan hukuman ini.
"Heh lo bisu, ya?" suara Niken semakin menjadi-jadi, hampir menggelegar seantero Altamevia.
Irona hanya menengadah, terlihat ketiga cecunguk itu sedang menertawainya namun ia hanya mengangkat bahu acuh.
"Ngga ada gunanya gue ngeladenin orang gila, yang ada gue ikutan gila" gumamnya.
"Woy Irona! kalo gue sih malu, secara cowok sepinter Aksa kok bisa dapet cewek sebobro.... Aawwwsshh sakit anjir, siapa yang narik kuping gguu.... " hujatannya terputus ketika menoleh dan melihat seorang guru dibelakangnya.
"Kamu berisik banget sampe kedengeran ke bawah. Ngapain kamu hah?" Pak Sastro yang sedari tadi mendengarkan ocehan Niken langsung naik ke lantai atas, ternyata ketua cheers tersebut sedang membuat onar pada Irona.
"Ngg.. anu, Pak" Niken gelagapan, ia bingung bagaimana bisa aksinya diketahui oleh guru galak seperti Pak Sastro
"Anu anu, sekarang kamu turun. Hormat seperti Irona" titahnya tidak terbantahkan
"Tapi Paakk.... "
"Cepat!"
Niken berjalan menuruni tangga dengan wajah kesalnya. Irona yang menyaksikan hal tersebut hanya terkikik.
"Syukurin, karma datang dengan instan" ucapnya sebari tersenyum sinis.